Bila hal ini benar, maka patut dan wajib bagi Bawaslu untuk pro aktif ambil bagian utuk mengusut kasus tersebut, karena patut diduga bahwa amplop-amplop haram tersebut terkait dengan rencana praktek money politic dalam Pilpres maupun Pileg yang udah diambang pintu. Bawaslu seharusnya tidak hanya berdiam diri, tapi harusnya pro aktif berkordinasi dengan KPK untuk memastikan kebenaran amplop-amplop haram sitaan KPK tersebut patut diduga terkait dengan percobaan kejahatan Pemilu yang dilarang dan dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemilu yaitu UU No.7 Tahun 2017. Bila benar hal itu terbukti maka secara yuridis ketentuan kejahatan Pemilu dapat diterapkan kepada Peserta Pemilu baik Peserta Pemilu Pilpres maupun Pileg yang tersangkut atau terlibat dengan kejahatan yang menjijikkan tersebut.
Masyarakat Harus Menghukum Pihak Pelaku Money Politic
Merebaknya secara massif upaya-upaya money politic dalam berbagai bentuk/ modus seperti membagi-bagi amplop haram, sembako dan barang-barang lainnya dan secara pulgar menempelkan gambar-gambar dan nomor kampanye salah satu Paslon Capres/Cawapres jelas merupakan suatu tindakan dan perbuatan yang merendahkan dan merusak martabat dan moral bangsa.
Perbuatan seperti ini yang sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2019, namun praktek kampanye terselubung dengan praktek money politic ini patut diduga sudah berlangsung lama dengan membonceng program-program pemerintah yang dibiayai oleh keuangan negara maupun keuangan Pemerintah Daerah tertentu, bahkan sejumlah BUMN juga dengan terpaksa harus memenuhi keinginan para broker politik penguasa yang ingin berkampanye terselubung dengan membonceng program-program di BUMN atau patut diduga memperalat BUMN-BUMN untuk membuat berbagai program kegiatan sosial sebagai panggung pencitraan politik.
Praktek-praktek curang dan tak bermoral ini sebenarnya sudah menjadi tontonan lama yang memuakkan bagi mayoritas masyarakat luas, terutama masyarakat yang mempunyai dan menggunakan akal sehatnya. Selama ini Masyarakat berharap aturan hukum yang ada dapat ditegakkan oleh berbagai intitusi negara yang diberi amanah oleh undang-undang untuk menindak segala bentuk perbuatan money politic dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) tersebut, namun para pimpinan instansi dimaksud lebih banyak berapologi dan berkilah dengan berbagai alasan sehingga praktek-praktek tersebut terus berlangsung tanpa ada upaya penindakan atau penghentian. Akhirnya hukum tumpul bagi mereka yang dianggap sebagai pendukung Rezim Penguasa dan tajam kepada kelompok yang dianggap beseberangan dengan pandangan politik Rezim Penguasa.
Oleh karena ketidak beranian dan ketidakberdayaan aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu dalam menindak praktek-money politic selama ini, maka perilaku itu semakin berkembang secara massif sampai saat ini, bahkan salah satu Paslon Presiden yang juga Calon Petahana selama ini bila berkunjung ke daerah-daerah bertemu dengan masyarakat, banyak terekam dan terviral dalam media sosial ikut membagi-bagikan bingkisan sembako yang nyata-nyata berlogo foto Paslon Capres/Cawapres, bahkan yang sangat memperihatinkan lagi perbuatan membagi-bagi amplop-amplop yang patut diduga berisi uang, bahkan beberapa rekaman yang viral menunjukkan tindakan melemparkan amplop-amplop dari kenderaan mobil dinas yang ditumpangi...jelas tindakan tersebut sangat merendahkan martabat dan moral bangsa, bahkan merendahkan martabat warga masyarakat yang berkerumun dan berebut untuk mendapatkan amplop-amplop tersebut. Lebih jauh perbuatan dan tindakan tersebut jelas-jelas tidak mendidik kepada masyarakat bangsa.
Seharusnya Pemilu Pilpres dan Pileg yang menjadi amanah konstitusi, dan merupakan mementum menentukan nasib Bangsa dan Negara ini tidak dinodai, dikotori oleh praktek-praktek money politic dan kecurangan yang berdampak buruk dalam kehidupan Bangsa.
Serangan money politic dan praktek curang yang telah mewarnai perjalanan Pemilu tahun 2019 ternyata telah menimbulkan sikap kontra dari mayoritas rakyat yang tersadar akan masa depan bangsa ini yang harus diselamatkan dari berbagai kerusakan massif yang mengancam eksistensi dan keutuhan bangsa ini.
Keterbukaan informasi yang telah mencerahkan masyarakat luas ternyata telah membukakan kesadaran Rakyat luas yang mayoritas untuk segera menyudahi praktek-praktek kehidupan berbangsa-bernegara yang saat ini terbelah, penuh rasa kekhawatiran, penuh rasa ketidak adilan, perlakuan diskriminatif dan penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan dan kebenaran.
Ketidak adilan hukum, ketidak adilan ekonomi, dan penyalahgunaan hukum dan kekuasaan yang begitu massif tentunya menjadi catatan penting bagi mayoritas Rakyat Indonesia untuk menentukan sendiri nasibnya ke kehidupan yang lebih baik, berdaulat, bermartabat, bermoral, berakhlakul qarimah dan saling asah, asuh, saling menghargai, saling memelihara persatuan dan kesatuan, tanpa ada lagi klaim dari satu kelompok merasa kelompok yang paling Pancasilais, Paling Nasionalis, yang nyatanya semua hanya sebagai basa-basi bibir manis saja. Oleh karena itu batu ujiannya adalah Pemilu Serentak 17 April 2019.
Jadikanlah Pemilu 17 April 2019 sebagai momentum penyelamatan Bangsa dan Negara, Penyelamatan Kedaulatan Rakyat, Penyelamatan Kekayaan Negara, dan tentunya sekaligus penghukuman oleh Rakyat kepada para pemegang rezim kekuasaan yang sudah tidak amanah. Pemilu 17 April 2019 bukti dari kedaulatan tertinggi di tangan Rakyat, maka Rakyatlah yang akan menentukan siapa pemenangnya dan akan menjadi Pemimpinnya.***
Penulis merupakan Guru Besar FH USU dan juga Ketua Umum KAHMI MEDAN
" itemprop="description"/>
Bila hal ini benar, maka patut dan wajib bagi Bawaslu untuk pro aktif ambil bagian utuk mengusut kasus tersebut, karena patut diduga bahwa amplop-amplop haram tersebut terkait dengan rencana praktek money politic dalam Pilpres maupun Pileg yang udah diambang pintu. Bawaslu seharusnya tidak hanya berdiam diri, tapi harusnya pro aktif berkordinasi dengan KPK untuk memastikan kebenaran amplop-amplop haram sitaan KPK tersebut patut diduga terkait dengan percobaan kejahatan Pemilu yang dilarang dan dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemilu yaitu UU No.7 Tahun 2017. Bila benar hal itu terbukti maka secara yuridis ketentuan kejahatan Pemilu dapat diterapkan kepada Peserta Pemilu baik Peserta Pemilu Pilpres maupun Pileg yang tersangkut atau terlibat dengan kejahatan yang menjijikkan tersebut.
Masyarakat Harus Menghukum Pihak Pelaku Money Politic
Merebaknya secara massif upaya-upaya money politic dalam berbagai bentuk/ modus seperti membagi-bagi amplop haram, sembako dan barang-barang lainnya dan secara pulgar menempelkan gambar-gambar dan nomor kampanye salah satu Paslon Capres/Cawapres jelas merupakan suatu tindakan dan perbuatan yang merendahkan dan merusak martabat dan moral bangsa.
Perbuatan seperti ini yang sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2019, namun praktek kampanye terselubung dengan praktek money politic ini patut diduga sudah berlangsung lama dengan membonceng program-program pemerintah yang dibiayai oleh keuangan negara maupun keuangan Pemerintah Daerah tertentu, bahkan sejumlah BUMN juga dengan terpaksa harus memenuhi keinginan para broker politik penguasa yang ingin berkampanye terselubung dengan membonceng program-program di BUMN atau patut diduga memperalat BUMN-BUMN untuk membuat berbagai program kegiatan sosial sebagai panggung pencitraan politik.
Praktek-praktek curang dan tak bermoral ini sebenarnya sudah menjadi tontonan lama yang memuakkan bagi mayoritas masyarakat luas, terutama masyarakat yang mempunyai dan menggunakan akal sehatnya. Selama ini Masyarakat berharap aturan hukum yang ada dapat ditegakkan oleh berbagai intitusi negara yang diberi amanah oleh undang-undang untuk menindak segala bentuk perbuatan money politic dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) tersebut, namun para pimpinan instansi dimaksud lebih banyak berapologi dan berkilah dengan berbagai alasan sehingga praktek-praktek tersebut terus berlangsung tanpa ada upaya penindakan atau penghentian. Akhirnya hukum tumpul bagi mereka yang dianggap sebagai pendukung Rezim Penguasa dan tajam kepada kelompok yang dianggap beseberangan dengan pandangan politik Rezim Penguasa.
Oleh karena ketidak beranian dan ketidakberdayaan aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu dalam menindak praktek-money politic selama ini, maka perilaku itu semakin berkembang secara massif sampai saat ini, bahkan salah satu Paslon Presiden yang juga Calon Petahana selama ini bila berkunjung ke daerah-daerah bertemu dengan masyarakat, banyak terekam dan terviral dalam media sosial ikut membagi-bagikan bingkisan sembako yang nyata-nyata berlogo foto Paslon Capres/Cawapres, bahkan yang sangat memperihatinkan lagi perbuatan membagi-bagi amplop-amplop yang patut diduga berisi uang, bahkan beberapa rekaman yang viral menunjukkan tindakan melemparkan amplop-amplop dari kenderaan mobil dinas yang ditumpangi...jelas tindakan tersebut sangat merendahkan martabat dan moral bangsa, bahkan merendahkan martabat warga masyarakat yang berkerumun dan berebut untuk mendapatkan amplop-amplop tersebut. Lebih jauh perbuatan dan tindakan tersebut jelas-jelas tidak mendidik kepada masyarakat bangsa.
Seharusnya Pemilu Pilpres dan Pileg yang menjadi amanah konstitusi, dan merupakan mementum menentukan nasib Bangsa dan Negara ini tidak dinodai, dikotori oleh praktek-praktek money politic dan kecurangan yang berdampak buruk dalam kehidupan Bangsa.
Serangan money politic dan praktek curang yang telah mewarnai perjalanan Pemilu tahun 2019 ternyata telah menimbulkan sikap kontra dari mayoritas rakyat yang tersadar akan masa depan bangsa ini yang harus diselamatkan dari berbagai kerusakan massif yang mengancam eksistensi dan keutuhan bangsa ini.
Keterbukaan informasi yang telah mencerahkan masyarakat luas ternyata telah membukakan kesadaran Rakyat luas yang mayoritas untuk segera menyudahi praktek-praktek kehidupan berbangsa-bernegara yang saat ini terbelah, penuh rasa kekhawatiran, penuh rasa ketidak adilan, perlakuan diskriminatif dan penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan dan kebenaran.
Ketidak adilan hukum, ketidak adilan ekonomi, dan penyalahgunaan hukum dan kekuasaan yang begitu massif tentunya menjadi catatan penting bagi mayoritas Rakyat Indonesia untuk menentukan sendiri nasibnya ke kehidupan yang lebih baik, berdaulat, bermartabat, bermoral, berakhlakul qarimah dan saling asah, asuh, saling menghargai, saling memelihara persatuan dan kesatuan, tanpa ada lagi klaim dari satu kelompok merasa kelompok yang paling Pancasilais, Paling Nasionalis, yang nyatanya semua hanya sebagai basa-basi bibir manis saja. Oleh karena itu batu ujiannya adalah Pemilu Serentak 17 April 2019.
Jadikanlah Pemilu 17 April 2019 sebagai momentum penyelamatan Bangsa dan Negara, Penyelamatan Kedaulatan Rakyat, Penyelamatan Kekayaan Negara, dan tentunya sekaligus penghukuman oleh Rakyat kepada para pemegang rezim kekuasaan yang sudah tidak amanah. Pemilu 17 April 2019 bukti dari kedaulatan tertinggi di tangan Rakyat, maka Rakyatlah yang akan menentukan siapa pemenangnya dan akan menjadi Pemimpinnya.***
Penulis merupakan Guru Besar FH USU dan juga Ketua Umum KAHMI MEDAN
"/>
Bila hal ini benar, maka patut dan wajib bagi Bawaslu untuk pro aktif ambil bagian utuk mengusut kasus tersebut, karena patut diduga bahwa amplop-amplop haram tersebut terkait dengan rencana praktek money politic dalam Pilpres maupun Pileg yang udah diambang pintu. Bawaslu seharusnya tidak hanya berdiam diri, tapi harusnya pro aktif berkordinasi dengan KPK untuk memastikan kebenaran amplop-amplop haram sitaan KPK tersebut patut diduga terkait dengan percobaan kejahatan Pemilu yang dilarang dan dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemilu yaitu UU No.7 Tahun 2017. Bila benar hal itu terbukti maka secara yuridis ketentuan kejahatan Pemilu dapat diterapkan kepada Peserta Pemilu baik Peserta Pemilu Pilpres maupun Pileg yang tersangkut atau terlibat dengan kejahatan yang menjijikkan tersebut.
Masyarakat Harus Menghukum Pihak Pelaku Money Politic
Merebaknya secara massif upaya-upaya money politic dalam berbagai bentuk/ modus seperti membagi-bagi amplop haram, sembako dan barang-barang lainnya dan secara pulgar menempelkan gambar-gambar dan nomor kampanye salah satu Paslon Capres/Cawapres jelas merupakan suatu tindakan dan perbuatan yang merendahkan dan merusak martabat dan moral bangsa.
Perbuatan seperti ini yang sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2019, namun praktek kampanye terselubung dengan praktek money politic ini patut diduga sudah berlangsung lama dengan membonceng program-program pemerintah yang dibiayai oleh keuangan negara maupun keuangan Pemerintah Daerah tertentu, bahkan sejumlah BUMN juga dengan terpaksa harus memenuhi keinginan para broker politik penguasa yang ingin berkampanye terselubung dengan membonceng program-program di BUMN atau patut diduga memperalat BUMN-BUMN untuk membuat berbagai program kegiatan sosial sebagai panggung pencitraan politik.
Praktek-praktek curang dan tak bermoral ini sebenarnya sudah menjadi tontonan lama yang memuakkan bagi mayoritas masyarakat luas, terutama masyarakat yang mempunyai dan menggunakan akal sehatnya. Selama ini Masyarakat berharap aturan hukum yang ada dapat ditegakkan oleh berbagai intitusi negara yang diberi amanah oleh undang-undang untuk menindak segala bentuk perbuatan money politic dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) tersebut, namun para pimpinan instansi dimaksud lebih banyak berapologi dan berkilah dengan berbagai alasan sehingga praktek-praktek tersebut terus berlangsung tanpa ada upaya penindakan atau penghentian. Akhirnya hukum tumpul bagi mereka yang dianggap sebagai pendukung Rezim Penguasa dan tajam kepada kelompok yang dianggap beseberangan dengan pandangan politik Rezim Penguasa.
Oleh karena ketidak beranian dan ketidakberdayaan aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu dalam menindak praktek-money politic selama ini, maka perilaku itu semakin berkembang secara massif sampai saat ini, bahkan salah satu Paslon Presiden yang juga Calon Petahana selama ini bila berkunjung ke daerah-daerah bertemu dengan masyarakat, banyak terekam dan terviral dalam media sosial ikut membagi-bagikan bingkisan sembako yang nyata-nyata berlogo foto Paslon Capres/Cawapres, bahkan yang sangat memperihatinkan lagi perbuatan membagi-bagi amplop-amplop yang patut diduga berisi uang, bahkan beberapa rekaman yang viral menunjukkan tindakan melemparkan amplop-amplop dari kenderaan mobil dinas yang ditumpangi...jelas tindakan tersebut sangat merendahkan martabat dan moral bangsa, bahkan merendahkan martabat warga masyarakat yang berkerumun dan berebut untuk mendapatkan amplop-amplop tersebut. Lebih jauh perbuatan dan tindakan tersebut jelas-jelas tidak mendidik kepada masyarakat bangsa.
Seharusnya Pemilu Pilpres dan Pileg yang menjadi amanah konstitusi, dan merupakan mementum menentukan nasib Bangsa dan Negara ini tidak dinodai, dikotori oleh praktek-praktek money politic dan kecurangan yang berdampak buruk dalam kehidupan Bangsa.
Serangan money politic dan praktek curang yang telah mewarnai perjalanan Pemilu tahun 2019 ternyata telah menimbulkan sikap kontra dari mayoritas rakyat yang tersadar akan masa depan bangsa ini yang harus diselamatkan dari berbagai kerusakan massif yang mengancam eksistensi dan keutuhan bangsa ini.
Keterbukaan informasi yang telah mencerahkan masyarakat luas ternyata telah membukakan kesadaran Rakyat luas yang mayoritas untuk segera menyudahi praktek-praktek kehidupan berbangsa-bernegara yang saat ini terbelah, penuh rasa kekhawatiran, penuh rasa ketidak adilan, perlakuan diskriminatif dan penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan dan kebenaran.
Ketidak adilan hukum, ketidak adilan ekonomi, dan penyalahgunaan hukum dan kekuasaan yang begitu massif tentunya menjadi catatan penting bagi mayoritas Rakyat Indonesia untuk menentukan sendiri nasibnya ke kehidupan yang lebih baik, berdaulat, bermartabat, bermoral, berakhlakul qarimah dan saling asah, asuh, saling menghargai, saling memelihara persatuan dan kesatuan, tanpa ada lagi klaim dari satu kelompok merasa kelompok yang paling Pancasilais, Paling Nasionalis, yang nyatanya semua hanya sebagai basa-basi bibir manis saja. Oleh karena itu batu ujiannya adalah Pemilu Serentak 17 April 2019.
Jadikanlah Pemilu 17 April 2019 sebagai momentum penyelamatan Bangsa dan Negara, Penyelamatan Kedaulatan Rakyat, Penyelamatan Kekayaan Negara, dan tentunya sekaligus penghukuman oleh Rakyat kepada para pemegang rezim kekuasaan yang sudah tidak amanah. Pemilu 17 April 2019 bukti dari kedaulatan tertinggi di tangan Rakyat, maka Rakyatlah yang akan menentukan siapa pemenangnya dan akan menjadi Pemimpinnya.***
Penulis merupakan Guru Besar FH USU dan juga Ketua Umum KAHMI MEDAN
SUNGGUH sangat memprihatinkan dan memalukan berbagai tindakan dan perbuatan yang dipertontonkan sejumlah oknum pimpinan dan pemegang jabatan formal pemerintahan saat ini yang terekam dan tersiarkan berbagai media massa dan media sosial telah melakukan perbuatan terhina dan tak bermoral dengan menyalamkan amplop yang patut diduga berisi uang kepada seorang Kiyai Haji Munthasor Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Cholil, Bangkalan Madura Jawa Timur.
Terlihat dalam rekaman vidio yang beredar viral di Medsos adalah figur yang dikenal masyarakat luas bernama Luhut Binsar Panjaitan seorang Pejabat Negara berupa Menko Maritim, dengan jabatan tersebut seharusnya yang bersangkutan menjadi contoh baik bagi anak-anak bangsa, namun sangat-sangat disesalkan malah memberikan perbuatan yang sangat merusak dan merendahkan martabat dan moral bangsa. Perbuatantersebut juga mempertontonkan pelecehan terhadap seorang tokoh pimpinan agama dan pesantren. Mungkin dan dapat dipastikan masih ada orang yang mengatakan viral berita itu adalah hoax, hal itu adalah berita bohong, tapi apapun pembelaan membabi buta yang dilakukan oleh kelompok panatismenya itu semua tidak akan mungkin diterima akal sehat masyarakat yang saat ini semakin cerdas dan sudah bosan akan praktek-praktek kebohongan dan perilaku tak bermoral selama ini.
Belum lagi publik disuguhkan berita tentang tertangkapnya seorang anggota DPR RI dari salah satu partai politik yaitu anggota Fraksi Partai Golkar bernama Bowo Sidik Pangarso dalam suatu OTT yang dilakukan oleh KPK yang terbukti telah menyiapkan dana yang jumlahnya cukup pantastis lebih kurang Rp 8 Milyar, yang telah dimasukkan dalam ratusan ribu amplop-amplop haram, yang patut diduga akan digunakan sebagai senjata money politic atau lebih dikenal dengan istilah "serangan fajar" untuk menyuap rakyat pemilih pada pemungutan suara Pilpres dan Pileg tanggal 17 April 2019, untuk itu kita berharap agar KPK benar-banar berani dan transfaran untuk menangani dan mempublis kasus tersebut. Terutama disinyalir bahwa ratusan ribu apmplop-amplop haram tersebut telah berlogo "Cap Jempol" yang nota bene telah menjadi ikon simbol kampanye salah satu Paslon Presiden yaitu 01.
Bila hal ini benar, maka patut dan wajib bagi Bawaslu untuk pro aktif ambil bagian utuk mengusut kasus tersebut, karena patut diduga bahwa amplop-amplop haram tersebut terkait dengan rencana praktek money politic dalam Pilpres maupun Pileg yang udah diambang pintu. Bawaslu seharusnya tidak hanya berdiam diri, tapi harusnya pro aktif berkordinasi dengan KPK untuk memastikan kebenaran amplop-amplop haram sitaan KPK tersebut patut diduga terkait dengan percobaan kejahatan Pemilu yang dilarang dan dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemilu yaitu UU No.7 Tahun 2017. Bila benar hal itu terbukti maka secara yuridis ketentuan kejahatan Pemilu dapat diterapkan kepada Peserta Pemilu baik Peserta Pemilu Pilpres maupun Pileg yang tersangkut atau terlibat dengan kejahatan yang menjijikkan tersebut.
Masyarakat Harus Menghukum Pihak Pelaku Money Politic
Merebaknya secara massif upaya-upaya money politic dalam berbagai bentuk/ modus seperti membagi-bagi amplop haram, sembako dan barang-barang lainnya dan secara pulgar menempelkan gambar-gambar dan nomor kampanye salah satu Paslon Capres/Cawapres jelas merupakan suatu tindakan dan perbuatan yang merendahkan dan merusak martabat dan moral bangsa.
Perbuatan seperti ini yang sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2019, namun praktek kampanye terselubung dengan praktek money politic ini patut diduga sudah berlangsung lama dengan membonceng program-program pemerintah yang dibiayai oleh keuangan negara maupun keuangan Pemerintah Daerah tertentu, bahkan sejumlah BUMN juga dengan terpaksa harus memenuhi keinginan para broker politik penguasa yang ingin berkampanye terselubung dengan membonceng program-program di BUMN atau patut diduga memperalat BUMN-BUMN untuk membuat berbagai program kegiatan sosial sebagai panggung pencitraan politik.
Praktek-praktek curang dan tak bermoral ini sebenarnya sudah menjadi tontonan lama yang memuakkan bagi mayoritas masyarakat luas, terutama masyarakat yang mempunyai dan menggunakan akal sehatnya. Selama ini Masyarakat berharap aturan hukum yang ada dapat ditegakkan oleh berbagai intitusi negara yang diberi amanah oleh undang-undang untuk menindak segala bentuk perbuatan money politic dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) tersebut, namun para pimpinan instansi dimaksud lebih banyak berapologi dan berkilah dengan berbagai alasan sehingga praktek-praktek tersebut terus berlangsung tanpa ada upaya penindakan atau penghentian. Akhirnya hukum tumpul bagi mereka yang dianggap sebagai pendukung Rezim Penguasa dan tajam kepada kelompok yang dianggap beseberangan dengan pandangan politik Rezim Penguasa.
Oleh karena ketidak beranian dan ketidakberdayaan aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu dalam menindak praktek-money politic selama ini, maka perilaku itu semakin berkembang secara massif sampai saat ini, bahkan salah satu Paslon Presiden yang juga Calon Petahana selama ini bila berkunjung ke daerah-daerah bertemu dengan masyarakat, banyak terekam dan terviral dalam media sosial ikut membagi-bagikan bingkisan sembako yang nyata-nyata berlogo foto Paslon Capres/Cawapres, bahkan yang sangat memperihatinkan lagi perbuatan membagi-bagi amplop-amplop yang patut diduga berisi uang, bahkan beberapa rekaman yang viral menunjukkan tindakan melemparkan amplop-amplop dari kenderaan mobil dinas yang ditumpangi...jelas tindakan tersebut sangat merendahkan martabat dan moral bangsa, bahkan merendahkan martabat warga masyarakat yang berkerumun dan berebut untuk mendapatkan amplop-amplop tersebut. Lebih jauh perbuatan dan tindakan tersebut jelas-jelas tidak mendidik kepada masyarakat bangsa.
Seharusnya Pemilu Pilpres dan Pileg yang menjadi amanah konstitusi, dan merupakan mementum menentukan nasib Bangsa dan Negara ini tidak dinodai, dikotori oleh praktek-praktek money politic dan kecurangan yang berdampak buruk dalam kehidupan Bangsa.
Serangan money politic dan praktek curang yang telah mewarnai perjalanan Pemilu tahun 2019 ternyata telah menimbulkan sikap kontra dari mayoritas rakyat yang tersadar akan masa depan bangsa ini yang harus diselamatkan dari berbagai kerusakan massif yang mengancam eksistensi dan keutuhan bangsa ini.
Keterbukaan informasi yang telah mencerahkan masyarakat luas ternyata telah membukakan kesadaran Rakyat luas yang mayoritas untuk segera menyudahi praktek-praktek kehidupan berbangsa-bernegara yang saat ini terbelah, penuh rasa kekhawatiran, penuh rasa ketidak adilan, perlakuan diskriminatif dan penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan dan kebenaran.
Ketidak adilan hukum, ketidak adilan ekonomi, dan penyalahgunaan hukum dan kekuasaan yang begitu massif tentunya menjadi catatan penting bagi mayoritas Rakyat Indonesia untuk menentukan sendiri nasibnya ke kehidupan yang lebih baik, berdaulat, bermartabat, bermoral, berakhlakul qarimah dan saling asah, asuh, saling menghargai, saling memelihara persatuan dan kesatuan, tanpa ada lagi klaim dari satu kelompok merasa kelompok yang paling Pancasilais, Paling Nasionalis, yang nyatanya semua hanya sebagai basa-basi bibir manis saja. Oleh karena itu batu ujiannya adalah Pemilu Serentak 17 April 2019.
Jadikanlah Pemilu 17 April 2019 sebagai momentum penyelamatan Bangsa dan Negara, Penyelamatan Kedaulatan Rakyat, Penyelamatan Kekayaan Negara, dan tentunya sekaligus penghukuman oleh Rakyat kepada para pemegang rezim kekuasaan yang sudah tidak amanah. Pemilu 17 April 2019 bukti dari kedaulatan tertinggi di tangan Rakyat, maka Rakyatlah yang akan menentukan siapa pemenangnya dan akan menjadi Pemimpinnya.***
Penulis merupakan Guru Besar FH USU dan juga Ketua Umum KAHMI MEDAN
SUNGGUH sangat memprihatinkan dan memalukan berbagai tindakan dan perbuatan yang dipertontonkan sejumlah oknum pimpinan dan pemegang jabatan formal pemerintahan saat ini yang terekam dan tersiarkan berbagai media massa dan media sosial telah melakukan perbuatan terhina dan tak bermoral dengan menyalamkan amplop yang patut diduga berisi uang kepada seorang Kiyai Haji Munthasor Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Cholil, Bangkalan Madura Jawa Timur.
Terlihat dalam rekaman vidio yang beredar viral di Medsos adalah figur yang dikenal masyarakat luas bernama Luhut Binsar Panjaitan seorang Pejabat Negara berupa Menko Maritim, dengan jabatan tersebut seharusnya yang bersangkutan menjadi contoh baik bagi anak-anak bangsa, namun sangat-sangat disesalkan malah memberikan perbuatan yang sangat merusak dan merendahkan martabat dan moral bangsa. Perbuatantersebut juga mempertontonkan pelecehan terhadap seorang tokoh pimpinan agama dan pesantren. Mungkin dan dapat dipastikan masih ada orang yang mengatakan viral berita itu adalah hoax, hal itu adalah berita bohong, tapi apapun pembelaan membabi buta yang dilakukan oleh kelompok panatismenya itu semua tidak akan mungkin diterima akal sehat masyarakat yang saat ini semakin cerdas dan sudah bosan akan praktek-praktek kebohongan dan perilaku tak bermoral selama ini.
Belum lagi publik disuguhkan berita tentang tertangkapnya seorang anggota DPR RI dari salah satu partai politik yaitu anggota Fraksi Partai Golkar bernama Bowo Sidik Pangarso dalam suatu OTT yang dilakukan oleh KPK yang terbukti telah menyiapkan dana yang jumlahnya cukup pantastis lebih kurang Rp 8 Milyar, yang telah dimasukkan dalam ratusan ribu amplop-amplop haram, yang patut diduga akan digunakan sebagai senjata money politic atau lebih dikenal dengan istilah "serangan fajar" untuk menyuap rakyat pemilih pada pemungutan suara Pilpres dan Pileg tanggal 17 April 2019, untuk itu kita berharap agar KPK benar-banar berani dan transfaran untuk menangani dan mempublis kasus tersebut. Terutama disinyalir bahwa ratusan ribu apmplop-amplop haram tersebut telah berlogo "Cap Jempol" yang nota bene telah menjadi ikon simbol kampanye salah satu Paslon Presiden yaitu 01.
Bila hal ini benar, maka patut dan wajib bagi Bawaslu untuk pro aktif ambil bagian utuk mengusut kasus tersebut, karena patut diduga bahwa amplop-amplop haram tersebut terkait dengan rencana praktek money politic dalam Pilpres maupun Pileg yang udah diambang pintu. Bawaslu seharusnya tidak hanya berdiam diri, tapi harusnya pro aktif berkordinasi dengan KPK untuk memastikan kebenaran amplop-amplop haram sitaan KPK tersebut patut diduga terkait dengan percobaan kejahatan Pemilu yang dilarang dan dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemilu yaitu UU No.7 Tahun 2017. Bila benar hal itu terbukti maka secara yuridis ketentuan kejahatan Pemilu dapat diterapkan kepada Peserta Pemilu baik Peserta Pemilu Pilpres maupun Pileg yang tersangkut atau terlibat dengan kejahatan yang menjijikkan tersebut.
Masyarakat Harus Menghukum Pihak Pelaku Money Politic
Merebaknya secara massif upaya-upaya money politic dalam berbagai bentuk/ modus seperti membagi-bagi amplop haram, sembako dan barang-barang lainnya dan secara pulgar menempelkan gambar-gambar dan nomor kampanye salah satu Paslon Capres/Cawapres jelas merupakan suatu tindakan dan perbuatan yang merendahkan dan merusak martabat dan moral bangsa.
Perbuatan seperti ini yang sebenarnya telah berlangsung jauh sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2019, namun praktek kampanye terselubung dengan praktek money politic ini patut diduga sudah berlangsung lama dengan membonceng program-program pemerintah yang dibiayai oleh keuangan negara maupun keuangan Pemerintah Daerah tertentu, bahkan sejumlah BUMN juga dengan terpaksa harus memenuhi keinginan para broker politik penguasa yang ingin berkampanye terselubung dengan membonceng program-program di BUMN atau patut diduga memperalat BUMN-BUMN untuk membuat berbagai program kegiatan sosial sebagai panggung pencitraan politik.
Praktek-praktek curang dan tak bermoral ini sebenarnya sudah menjadi tontonan lama yang memuakkan bagi mayoritas masyarakat luas, terutama masyarakat yang mempunyai dan menggunakan akal sehatnya. Selama ini Masyarakat berharap aturan hukum yang ada dapat ditegakkan oleh berbagai intitusi negara yang diberi amanah oleh undang-undang untuk menindak segala bentuk perbuatan money politic dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) tersebut, namun para pimpinan instansi dimaksud lebih banyak berapologi dan berkilah dengan berbagai alasan sehingga praktek-praktek tersebut terus berlangsung tanpa ada upaya penindakan atau penghentian. Akhirnya hukum tumpul bagi mereka yang dianggap sebagai pendukung Rezim Penguasa dan tajam kepada kelompok yang dianggap beseberangan dengan pandangan politik Rezim Penguasa.
Oleh karena ketidak beranian dan ketidakberdayaan aparat penegak hukum dan penyelenggara Pemilu dalam menindak praktek-money politic selama ini, maka perilaku itu semakin berkembang secara massif sampai saat ini, bahkan salah satu Paslon Presiden yang juga Calon Petahana selama ini bila berkunjung ke daerah-daerah bertemu dengan masyarakat, banyak terekam dan terviral dalam media sosial ikut membagi-bagikan bingkisan sembako yang nyata-nyata berlogo foto Paslon Capres/Cawapres, bahkan yang sangat memperihatinkan lagi perbuatan membagi-bagi amplop-amplop yang patut diduga berisi uang, bahkan beberapa rekaman yang viral menunjukkan tindakan melemparkan amplop-amplop dari kenderaan mobil dinas yang ditumpangi...jelas tindakan tersebut sangat merendahkan martabat dan moral bangsa, bahkan merendahkan martabat warga masyarakat yang berkerumun dan berebut untuk mendapatkan amplop-amplop tersebut. Lebih jauh perbuatan dan tindakan tersebut jelas-jelas tidak mendidik kepada masyarakat bangsa.
Seharusnya Pemilu Pilpres dan Pileg yang menjadi amanah konstitusi, dan merupakan mementum menentukan nasib Bangsa dan Negara ini tidak dinodai, dikotori oleh praktek-praktek money politic dan kecurangan yang berdampak buruk dalam kehidupan Bangsa.
Serangan money politic dan praktek curang yang telah mewarnai perjalanan Pemilu tahun 2019 ternyata telah menimbulkan sikap kontra dari mayoritas rakyat yang tersadar akan masa depan bangsa ini yang harus diselamatkan dari berbagai kerusakan massif yang mengancam eksistensi dan keutuhan bangsa ini.
Keterbukaan informasi yang telah mencerahkan masyarakat luas ternyata telah membukakan kesadaran Rakyat luas yang mayoritas untuk segera menyudahi praktek-praktek kehidupan berbangsa-bernegara yang saat ini terbelah, penuh rasa kekhawatiran, penuh rasa ketidak adilan, perlakuan diskriminatif dan penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan dan kebenaran.
Ketidak adilan hukum, ketidak adilan ekonomi, dan penyalahgunaan hukum dan kekuasaan yang begitu massif tentunya menjadi catatan penting bagi mayoritas Rakyat Indonesia untuk menentukan sendiri nasibnya ke kehidupan yang lebih baik, berdaulat, bermartabat, bermoral, berakhlakul qarimah dan saling asah, asuh, saling menghargai, saling memelihara persatuan dan kesatuan, tanpa ada lagi klaim dari satu kelompok merasa kelompok yang paling Pancasilais, Paling Nasionalis, yang nyatanya semua hanya sebagai basa-basi bibir manis saja. Oleh karena itu batu ujiannya adalah Pemilu Serentak 17 April 2019.
Jadikanlah Pemilu 17 April 2019 sebagai momentum penyelamatan Bangsa dan Negara, Penyelamatan Kedaulatan Rakyat, Penyelamatan Kekayaan Negara, dan tentunya sekaligus penghukuman oleh Rakyat kepada para pemegang rezim kekuasaan yang sudah tidak amanah. Pemilu 17 April 2019 bukti dari kedaulatan tertinggi di tangan Rakyat, maka Rakyatlah yang akan menentukan siapa pemenangnya dan akan menjadi Pemimpinnya.***
Penulis merupakan Guru Besar FH USU dan juga Ketua Umum KAHMI MEDAN