AKSI kader PDI Perjuangan mendesak agar pelaku pembakaran bendera partai mereka diselesaikan ke jalur hukum saya kira merupakan hal yang sangat lumrah. Karena memang bendera partai selaku bagian dari simbol legalitas partai mereka memang menjadi bagian yang harus 'dihormati'. Begitulah kira-kira, termasuk simbol-simbol dari partai lain tentunya. Tapi disadari atau tidak, ternyata salah satu cara efektif untuk mengusik kondusifitas adalah dengan melecehkan simbol baik simbol partai, agama, instansi pemerintah dan simbol lain. Dan itu sangat sering kita temukan di tengah masyarakat Indonesia. Pelecehan ini ada yang dilakukan dengan mempelesetkan butir-butir yang tercantum dan menjadi bagian yang terintegrasi dari simbol itu, atau juga menempatkan simbol tersebut pada tempat yang dianggap sebagai sebuah pelecehan seperti dipijak dan tentunya pelecehan lainnya yakni dengan menghina sosok-sosok yang dianggap menjadi representasi dari golongan itu. Tidak hanya dalam kasus pembakaran bendera PDI Perjuangan. Tentunya kita juga sudah banyak melihat berbagai aksi protes dari kelompok-kelompok di tengah masyarakat setiap kali menanggap ada penghinaan ataupun pelecehan terhadap golongannya. Saya tentu sangat setuju jika itu diselesaikan dengan jalur hukum apalagi kalau memang itu langsung menabrak undang-undang misalnya. Tapi dibalik itu, saya selalu melihat ada efek lain yang muncul. Sebut saja pengalaman saat Ahok 'terpeleset lidah' dan memicu aksi besar-besaran, maka muncullah pembela Ahok dengan aksinya juga. Begitu juga dengan aksi-aksi lain selalu memunculkan dua pihak yang 'berseberangan'. Kembali ke soal pembakaran bendera PDI Perjuangan di tengah massa yang berunjuk rasa menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) karena disinyalir akan menghilangkan beberapa esensi utama dari Pancasila itu sendiri dan berpotensi mengaburkan 'sejarah kelam' Indonesia soal pemberontakan partai komunis. Kok, Bendera PDI Perjuangan yang dibakar?. Ini tentunya pertanyaan besar, meskipun dalam beberapa media massa ada juga yang menyebut karena usulan RUU HIP ini muncul dari kader mereka. Dan seperti yang saya sebut sebelumnya, maka muncullah aksi kader PDI Perjuangan mengecam aksi itu (yang saya sebut tindakan lumrah diawal). Dan kembali, masih akan berputar. Aksi massif kader partai berlambang Banteng ini saya kira akan memunculkan kelompok lain yang mungkin arahnya akan memicu antipati kepada partai itu sendiri, meskipun bisa sebaliknya. Dan ini saya kira akan berpengaruh jika ditarik jauh pada kepentingan partai politik dalam perhelatan Pilkada 2020. Kalau massif antipatinya, maka kepentingan 2020 juga bisa massif akibatnya. Semoga tidak jadi boomerang.*** Jonris Purba untuk kolom Jhon Show di RMOLSumut
AKSI kader PDI Perjuangan mendesak agar pelaku pembakaran bendera partai mereka diselesaikan ke jalur hukum saya kira merupakan hal yang sangat lumrah. Karena memang bendera partai selaku bagian dari simbol legalitas partai mereka memang menjadi bagian yang harus 'dihormati'. Begitulah kira-kira, termasuk simbol-simbol dari partai lain tentunya. Tapi disadari atau tidak, ternyata salah satu cara efektif untuk mengusik kondusifitas adalah dengan melecehkan simbol baik simbol partai, agama, instansi pemerintah dan simbol lain. Dan itu sangat sering kita temukan di tengah masyarakat Indonesia. Pelecehan ini ada yang dilakukan dengan mempelesetkan butir-butir yang tercantum dan menjadi bagian yang terintegrasi dari simbol itu, atau juga menempatkan simbol tersebut pada tempat yang dianggap sebagai sebuah pelecehan seperti dipijak dan tentunya pelecehan lainnya yakni dengan menghina sosok-sosok yang dianggap menjadi representasi dari golongan itu. Tidak hanya dalam kasus pembakaran bendera PDI Perjuangan. Tentunya kita juga sudah banyak melihat berbagai aksi protes dari kelompok-kelompok di tengah masyarakat setiap kali menanggap ada penghinaan ataupun pelecehan terhadap golongannya. Saya tentu sangat setuju jika itu diselesaikan dengan jalur hukum apalagi kalau memang itu langsung menabrak undang-undang misalnya. Tapi dibalik itu, saya selalu melihat ada efek lain yang muncul. Sebut saja pengalaman saat Ahok 'terpeleset lidah' dan memicu aksi besar-besaran, maka muncullah pembela Ahok dengan aksinya juga. Begitu juga dengan aksi-aksi lain selalu memunculkan dua pihak yang 'berseberangan'. Kembali ke soal pembakaran bendera PDI Perjuangan di tengah massa yang berunjuk rasa menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) karena disinyalir akan menghilangkan beberapa esensi utama dari Pancasila itu sendiri dan berpotensi mengaburkan 'sejarah kelam' Indonesia soal pemberontakan partai komunis. Kok, Bendera PDI Perjuangan yang dibakar?. Ini tentunya pertanyaan besar, meskipun dalam beberapa media massa ada juga yang menyebut karena usulan RUU HIP ini muncul dari kader mereka. Dan seperti yang saya sebut sebelumnya, maka muncullah aksi kader PDI Perjuangan mengecam aksi itu (yang saya sebut tindakan lumrah diawal). Dan kembali, masih akan berputar. Aksi massif kader partai berlambang Banteng ini saya kira akan memunculkan kelompok lain yang mungkin arahnya akan memicu antipati kepada partai itu sendiri, meskipun bisa sebaliknya. Dan ini saya kira akan berpengaruh jika ditarik jauh pada kepentingan partai politik dalam perhelatan Pilkada 2020. Kalau massif antipatinya, maka kepentingan 2020 juga bisa massif akibatnya. Semoga tidak jadi boomerang.*** Jonris Purba untuk kolom Jhon Show di RMOLSumut© Copyright 2024, All Rights Reserved