Cara memandang Israel harus diubah agar tidak melulu memandangnya dari sisi sentimen agama. Sebab, sentimen seperti itu hanya akan membuat persepsi yang tidak jernih untuk membuka diri terhadap peluang hubungan bilateral dengan negara yang kerap dirundung konflik dengan dunia Arab tersebut. Hal ini disampaikan Akademisi dan pengamat bidang militer dan pertahanan keamanan, Connie Rahakundini Bakrie dalam RMOL World View bertajuk "Normalisasi Arab-Israel Mungkinkah?" pada Rabu (16/9). Dalam diskusi virtual tersebut, Connie menyebut perkembangan terbaru soal normalisasi hubungan antara Israel dengan dunia Arab harus dilihat sebagai bagian dari penyelesaian masalah berkepanjangan. Dan hal ini menurutnya bukanlah sebuah gagasan atau proses yang muncul secara tiba-tiba disana karena hal ini sudah muncul sejak lama. "Dunia Arab sudah tampak mencetuskan normalisasi hubungan dengan Israel pada 2002, ketika menyepakati Inisiatif Perdamaian Arab," katanya. Ia menyebutkan, inisiatif tersebut berisi negara-negara Arab akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan penarikan penuh Israel dari tanah yang diduduki setelah perang 1967, serta pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. "Kemudian 2012 misalnya, ada Arab Spring. Negara-negara Arab dihadapkan pada pilihan untuk menjadi negara Islam atau sekuler," ujarnya Selain itu, Connie mengungkap, jika dilihat pada 2017, negara-negara Arab mulai membuka diri dengan Israel. Terlihat ketika pada Juni 2017, Menteri Transportasi dan Intelijen israel, Yisrael Katz menyarankan Raja Salman untuk mengundang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Kemudian pada November 2017, Israel mengaku siap berbagi informasi intelijen mengenai Iran dengan Arab Saudi. Proses tersebut kemudian memiliki momentum ketika pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), di mana petahana Presiden Donald Trump memberikan dorongan yang keras untuk menormalisasi hubungan Israel dengan dunia Arab. Israel bersama dengan UEA dan Bahrain telah resmi menandatangani kesepakatan damai yang disebut dengan Abraham Accord. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu; Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif bin Rashid Alzayani; dan Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan di Gedung Putih pada Selasa (15/9) "Jadi jangan sampai nanti antara saudara yang selama ini perang sudah "selesai" eh kita justru yang masih belum grasak-grusuk," pungkasnya.[R]
Cara memandang Israel harus diubah agar tidak melulu memandangnya dari sisi sentimen agama. Sebab, sentimen seperti itu hanya akan membuat persepsi yang tidak jernih untuk membuka diri terhadap peluang hubungan bilateral dengan negara yang kerap dirundung konflik dengan dunia Arab tersebut. Hal ini disampaikan Akademisi dan pengamat bidang militer dan pertahanan keamanan, Connie Rahakundini Bakrie dalam RMOL World View bertajuk "Normalisasi Arab-Israel Mungkinkah?" pada Rabu (16/9). Dalam diskusi virtual tersebut, Connie menyebut perkembangan terbaru soal normalisasi hubungan antara Israel dengan dunia Arab harus dilihat sebagai bagian dari penyelesaian masalah berkepanjangan. Dan hal ini menurutnya bukanlah sebuah gagasan atau proses yang muncul secara tiba-tiba disana karena hal ini sudah muncul sejak lama. "Dunia Arab sudah tampak mencetuskan normalisasi hubungan dengan Israel pada 2002, ketika menyepakati Inisiatif Perdamaian Arab," katanya. Ia menyebutkan, inisiatif tersebut berisi negara-negara Arab akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan penarikan penuh Israel dari tanah yang diduduki setelah perang 1967, serta pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. "Kemudian 2012 misalnya, ada Arab Spring. Negara-negara Arab dihadapkan pada pilihan untuk menjadi negara Islam atau sekuler," ujarnya Selain itu, Connie mengungkap, jika dilihat pada 2017, negara-negara Arab mulai membuka diri dengan Israel. Terlihat ketika pada Juni 2017, Menteri Transportasi dan Intelijen israel, Yisrael Katz menyarankan Raja Salman untuk mengundang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Kemudian pada November 2017, Israel mengaku siap berbagi informasi intelijen mengenai Iran dengan Arab Saudi. Proses tersebut kemudian memiliki momentum ketika pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), di mana petahana Presiden Donald Trump memberikan dorongan yang keras untuk menormalisasi hubungan Israel dengan dunia Arab. Israel bersama dengan UEA dan Bahrain telah resmi menandatangani kesepakatan damai yang disebut dengan Abraham Accord. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu; Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif bin Rashid Alzayani; dan Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan di Gedung Putih pada Selasa (15/9) "Jadi jangan sampai nanti antara saudara yang selama ini perang sudah "selesai" eh kita justru yang masih belum grasak-grusuk," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved