Marhaenisme adalah antitesis pemikiran Bung Karno ketika melihat kenyataan dalam diri seorang petani miskin bernama Marhaen atau dalam kisah lain petani tersebut bernama Aen dan biasa dipanggil Mang Aen, dalam percakapan Bung Karno dengan Marhaen yang diperkirkan terjadi pada Tahun 1920, Bung Karno mendapati sistem penindasan terhadap Kaum Tani yang dilakukan secara sistemik oleh penjajah eropa, sehingga meski memiliki alat Produksi seperti Tanah, Cangkul dan bajak tetap saja tidak membuat petani sejahtera dan petani tetap hidup miskin dan menempatkannya di kelas paling bawah dalam struktur sosial.
Dasar pemikiran yang bersumber dari kondisi objektif tersebut maka bung karno kemudian mencetuskan sebuah gagasan untuk mengangkat harkat dan martabat Petani Indonesia agar lebih sejahtera dan keluar dari jaring penindasan yang dilakukan oleh pemilik modal.
Marhaenisme adalah ide atau gagasan progesif revolusioner yang memimpikan tatanan masyarakat saling membutuhkan dan saling bergandengan atau yang sering kita sebut dengan nilai Gotong Royong dengan nilai tersebut maka secara garis besar Bung Karno kemudian mencetuskan Pancasila sebagai Falsafah hidup bergotong royong secara adil tanpa sekat Suku, Agama dan Ras bahkan tanpa sekat Kelas, dan Pancasila menjadi pedoman hidup dalam mencetuskan setiap kebijakan dan aturan, dengan tujuan Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia.
Niai dan ajaran Bungkarno terhadap revolusi menjadikan Petani sebagai basis utama revolusi di Indonesia, maka tak heran jika Bung Karno menjadikan petani sebagai motor penggerak revolusi dan perhatiannya yang luar biasa terhadap petani maka nama petani dicetuskan dengan sebuah kependekan dari \"Penjaga Tatanan Negara Indonesia\" (Petani). Pengistilahan Petani tersebut dilakukan Bung Karno pada tahun 1952.
Bung Karno melihat begitu pentingnya petani dalam menjaga ketahanan pangan untuk negeri ini. Dengan peran petanilah segala bahan makanan bisa terjaga dengan baik. Gaung untuk menyerukan swasembada pangan terus dilakukan agar dapat menjaga stabilitas nasional, terutama persoalan pangan.
Sebagai Penjaga Tatanan sudah selayaknya bangsa Indonesia menempatkan Petani sebagai Stake Holder pembangunan bukan hanya sebagai objek penindasan dan kebijakan disektor Pertanian harus dilaksanakan secara Adil sehingga dapat mengeluarkan Petani dari kungkungan kemiskinan yang membuat Petani tidak berdaya, dan penulis tidak akan membahas sistem revolusi petani ala Bung Karno dalam tulisan ini dan lebih fokus bagaimana negara harus hadir mensejahterakan Petani sesuai dengan keinginan Bung Karno.
Menurut hemat penulis ada Empat hal yang harus dilakukan dalam membuat kebijakan di sektor pertanian selain lahan atau Tanah, dan penulis selalu membuat singkatan 4M yang meliputi \"Man, Money, Machine and Market\" dan penulis akan mulai membahas yang Pertama dengan \"Man” atau Manusia yang dalam pengistilahannya sering kita sebut dengan Sumber Daya Manusia, Pembuat kebijakan dinegeri ini seringkali mengabaikan persoalan ini sehingga sumber daya manusia pertanian dalam menyerap kemajuan tekhnologi pertanian sangat lamban, karena tidak ada kebijakan yang tersistem dan terukur dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia di Sektor pertanian terutama petani di pedesaan, sebagai contoh konkrit pemerintah sering mewajibkan petani menanam komoditas tertentu tanpa dibarengi dengan memberikan pemahaman bagaimana menanam komodiatas tersebut sehingga komoditas tersebut gagal Panen.
Kedua adalah Money atau Uang dan dalam istilah seringkali kita sebut dengan Modal Usaha, dalam hal ini bukan menjadi rahasia lagi bahwa petani tidak memiliki akses dalam permodalan yang cukup baik oleh pemerintah maupun Swasta, karena Petani sering dianggap sebagai masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dalam membayar hutang, bahkan Petani di Indonesia sama sekali tidak memiliki Ansuransi apabila gagal Panen, akibat tidak diberinya akses terhadap modal maka tidak Jarang Petani jatuh ketangan sistem pinjaman rente yang mencekik Leher.
Yang Ketiga adalah Machine atau lazim kita sebut dengan tekhnologi pertanian, kurangnya perhatian pemerintah dalam mengadakan Tekhnologi Pertanian membuat petani Indonesia menjadi Petani \"Jadul\" yang ketinggalan Tekhnologi sebagai contoh konkrit bagaimana mungkin di era milenial abad 21 seperti saat ini banyak petani Indonesia terutama petani pedesaan diluar pulau jawa masih menggunakan Tekhnologi Tradisional seperti Cangkul dan Bajak sehingga mempengaruhi hasil Produksi.
Terakhir yang Keempat adalah Market atau Pasar, ini menjadi sangat penting karena sampai saat ini pemerintah kurang memberikan proteksi terhadap pasar hasil komoditas pertanian, apabila ada hanya beberapa komoditas saja tidak menyeluruh, akibatnya harga hasil panen petani seringkali menjadi bahan permain para tengkulak dan cenderung merugikan Petani akibatnya keuntungan petani jadi minim dan petani semin jatuh dalam kemelaratan.
Untuk itu menurut hemat penulis jika kita ingin Petani menjadi memiliki Daya dan keluar dari masalah sosialnya maka dibutuhkan Political Will dari pemerintah untuk menjadikan stake holder pembangunan Ekonomi dinegeri ini sehingga cita-cita revolusi Bung Karno bisa dilaksankan dengan baik, maka jangan mengaku sebagai penerus Bung Karno jika masih menelantarkan Kaum Tani. MERDEKA.!.[R]
Oleh : Mangapul Purba (Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut yang Juga Seorang Petani)
Marhaenisme adalah antitesis pemikiran Bung Karno ketika melihat kenyataan dalam diri seorang petani miskin bernama Marhaen atau dalam kisah lain petani tersebut bernama Aen dan biasa dipanggil Mang Aen, dalam percakapan Bung Karno dengan Marhaen yang diperkirkan terjadi pada Tahun 1920, Bung Karno mendapati sistem penindasan terhadap Kaum Tani yang dilakukan secara sistemik oleh penjajah eropa, sehingga meski memiliki alat Produksi seperti Tanah, Cangkul dan bajak tetap saja tidak membuat petani sejahtera dan petani tetap hidup miskin dan menempatkannya di kelas paling bawah dalam struktur sosial.
Dasar pemikiran yang bersumber dari kondisi objektif tersebut maka bung karno kemudian mencetuskan sebuah gagasan untuk mengangkat harkat dan martabat Petani Indonesia agar lebih sejahtera dan keluar dari jaring penindasan yang dilakukan oleh pemilik modal.
Marhaenisme adalah ide atau gagasan progesif revolusioner yang memimpikan tatanan masyarakat saling membutuhkan dan saling bergandengan atau yang sering kita sebut dengan nilai Gotong Royong dengan nilai tersebut maka secara garis besar Bung Karno kemudian mencetuskan Pancasila sebagai Falsafah hidup bergotong royong secara adil tanpa sekat Suku, Agama dan Ras bahkan tanpa sekat Kelas, dan Pancasila menjadi pedoman hidup dalam mencetuskan setiap kebijakan dan aturan, dengan tujuan Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia.
Niai dan ajaran Bungkarno terhadap revolusi menjadikan Petani sebagai basis utama revolusi di Indonesia, maka tak heran jika Bung Karno menjadikan petani sebagai motor penggerak revolusi dan perhatiannya yang luar biasa terhadap petani maka nama petani dicetuskan dengan sebuah kependekan dari \"Penjaga Tatanan Negara Indonesia\" (Petani). Pengistilahan Petani tersebut dilakukan Bung Karno pada tahun 1952.
Bung Karno melihat begitu pentingnya petani dalam menjaga ketahanan pangan untuk negeri ini. Dengan peran petanilah segala bahan makanan bisa terjaga dengan baik. Gaung untuk menyerukan swasembada pangan terus dilakukan agar dapat menjaga stabilitas nasional, terutama persoalan pangan.
Sebagai Penjaga Tatanan sudah selayaknya bangsa Indonesia menempatkan Petani sebagai Stake Holder pembangunan bukan hanya sebagai objek penindasan dan kebijakan disektor Pertanian harus dilaksanakan secara Adil sehingga dapat mengeluarkan Petani dari kungkungan kemiskinan yang membuat Petani tidak berdaya, dan penulis tidak akan membahas sistem revolusi petani ala Bung Karno dalam tulisan ini dan lebih fokus bagaimana negara harus hadir mensejahterakan Petani sesuai dengan keinginan Bung Karno.
Menurut hemat penulis ada Empat hal yang harus dilakukan dalam membuat kebijakan di sektor pertanian selain lahan atau Tanah, dan penulis selalu membuat singkatan 4M yang meliputi \"Man, Money, Machine and Market\" dan penulis akan mulai membahas yang Pertama dengan \"Man” atau Manusia yang dalam pengistilahannya sering kita sebut dengan Sumber Daya Manusia, Pembuat kebijakan dinegeri ini seringkali mengabaikan persoalan ini sehingga sumber daya manusia pertanian dalam menyerap kemajuan tekhnologi pertanian sangat lamban, karena tidak ada kebijakan yang tersistem dan terukur dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia di Sektor pertanian terutama petani di pedesaan, sebagai contoh konkrit pemerintah sering mewajibkan petani menanam komoditas tertentu tanpa dibarengi dengan memberikan pemahaman bagaimana menanam komodiatas tersebut sehingga komoditas tersebut gagal Panen.
Kedua adalah Money atau Uang dan dalam istilah seringkali kita sebut dengan Modal Usaha, dalam hal ini bukan menjadi rahasia lagi bahwa petani tidak memiliki akses dalam permodalan yang cukup baik oleh pemerintah maupun Swasta, karena Petani sering dianggap sebagai masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dalam membayar hutang, bahkan Petani di Indonesia sama sekali tidak memiliki Ansuransi apabila gagal Panen, akibat tidak diberinya akses terhadap modal maka tidak Jarang Petani jatuh ketangan sistem pinjaman rente yang mencekik Leher.
Yang Ketiga adalah Machine atau lazim kita sebut dengan tekhnologi pertanian, kurangnya perhatian pemerintah dalam mengadakan Tekhnologi Pertanian membuat petani Indonesia menjadi Petani \"Jadul\" yang ketinggalan Tekhnologi sebagai contoh konkrit bagaimana mungkin di era milenial abad 21 seperti saat ini banyak petani Indonesia terutama petani pedesaan diluar pulau jawa masih menggunakan Tekhnologi Tradisional seperti Cangkul dan Bajak sehingga mempengaruhi hasil Produksi.
Terakhir yang Keempat adalah Market atau Pasar, ini menjadi sangat penting karena sampai saat ini pemerintah kurang memberikan proteksi terhadap pasar hasil komoditas pertanian, apabila ada hanya beberapa komoditas saja tidak menyeluruh, akibatnya harga hasil panen petani seringkali menjadi bahan permain para tengkulak dan cenderung merugikan Petani akibatnya keuntungan petani jadi minim dan petani semin jatuh dalam kemelaratan.
Untuk itu menurut hemat penulis jika kita ingin Petani menjadi memiliki Daya dan keluar dari masalah sosialnya maka dibutuhkan Political Will dari pemerintah untuk menjadikan stake holder pembangunan Ekonomi dinegeri ini sehingga cita-cita revolusi Bung Karno bisa dilaksankan dengan baik, maka jangan mengaku sebagai penerus Bung Karno jika masih menelantarkan Kaum Tani. MERDEKA.!.[R]
Oleh : Mangapul Purba (Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut yang Juga Seorang Petani)
Marhaenisme adalah antitesis pemikiran Bung Karno ketika melihat kenyataan dalam diri seorang petani miskin bernama Marhaen atau dalam kisah lain petani tersebut bernama Aen dan biasa dipanggil Mang Aen, dalam percakapan Bung Karno dengan Marhaen yang diperkirkan terjadi pada Tahun 1920, Bung Karno mendapati sistem penindasan terhadap Kaum Tani yang dilakukan secara sistemik oleh penjajah eropa, sehingga meski memiliki alat Produksi seperti Tanah, Cangkul dan bajak tetap saja tidak membuat petani sejahtera dan petani tetap hidup miskin dan menempatkannya di kelas paling bawah dalam struktur sosial.
Dasar pemikiran yang bersumber dari kondisi objektif tersebut maka bung karno kemudian mencetuskan sebuah gagasan untuk mengangkat harkat dan martabat Petani Indonesia agar lebih sejahtera dan keluar dari jaring penindasan yang dilakukan oleh pemilik modal.
Marhaenisme adalah ide atau gagasan progesif revolusioner yang memimpikan tatanan masyarakat saling membutuhkan dan saling bergandengan atau yang sering kita sebut dengan nilai Gotong Royong dengan nilai tersebut maka secara garis besar Bung Karno kemudian mencetuskan Pancasila sebagai Falsafah hidup bergotong royong secara adil tanpa sekat Suku, Agama dan Ras bahkan tanpa sekat Kelas, dan Pancasila menjadi pedoman hidup dalam mencetuskan setiap kebijakan dan aturan, dengan tujuan Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia.
Niai dan ajaran Bungkarno terhadap revolusi menjadikan Petani sebagai basis utama revolusi di Indonesia, maka tak heran jika Bung Karno menjadikan petani sebagai motor penggerak revolusi dan perhatiannya yang luar biasa terhadap petani maka nama petani dicetuskan dengan sebuah kependekan dari \"Penjaga Tatanan Negara Indonesia\" (Petani). Pengistilahan Petani tersebut dilakukan Bung Karno pada tahun 1952.
Bung Karno melihat begitu pentingnya petani dalam menjaga ketahanan pangan untuk negeri ini. Dengan peran petanilah segala bahan makanan bisa terjaga dengan baik. Gaung untuk menyerukan swasembada pangan terus dilakukan agar dapat menjaga stabilitas nasional, terutama persoalan pangan.
Sebagai Penjaga Tatanan sudah selayaknya bangsa Indonesia menempatkan Petani sebagai Stake Holder pembangunan bukan hanya sebagai objek penindasan dan kebijakan disektor Pertanian harus dilaksanakan secara Adil sehingga dapat mengeluarkan Petani dari kungkungan kemiskinan yang membuat Petani tidak berdaya, dan penulis tidak akan membahas sistem revolusi petani ala Bung Karno dalam tulisan ini dan lebih fokus bagaimana negara harus hadir mensejahterakan Petani sesuai dengan keinginan Bung Karno.
Menurut hemat penulis ada Empat hal yang harus dilakukan dalam membuat kebijakan di sektor pertanian selain lahan atau Tanah, dan penulis selalu membuat singkatan 4M yang meliputi \"Man, Money, Machine and Market\" dan penulis akan mulai membahas yang Pertama dengan \"Man” atau Manusia yang dalam pengistilahannya sering kita sebut dengan Sumber Daya Manusia, Pembuat kebijakan dinegeri ini seringkali mengabaikan persoalan ini sehingga sumber daya manusia pertanian dalam menyerap kemajuan tekhnologi pertanian sangat lamban, karena tidak ada kebijakan yang tersistem dan terukur dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia di Sektor pertanian terutama petani di pedesaan, sebagai contoh konkrit pemerintah sering mewajibkan petani menanam komoditas tertentu tanpa dibarengi dengan memberikan pemahaman bagaimana menanam komodiatas tersebut sehingga komoditas tersebut gagal Panen.
Kedua adalah Money atau Uang dan dalam istilah seringkali kita sebut dengan Modal Usaha, dalam hal ini bukan menjadi rahasia lagi bahwa petani tidak memiliki akses dalam permodalan yang cukup baik oleh pemerintah maupun Swasta, karena Petani sering dianggap sebagai masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dalam membayar hutang, bahkan Petani di Indonesia sama sekali tidak memiliki Ansuransi apabila gagal Panen, akibat tidak diberinya akses terhadap modal maka tidak Jarang Petani jatuh ketangan sistem pinjaman rente yang mencekik Leher.
Yang Ketiga adalah Machine atau lazim kita sebut dengan tekhnologi pertanian, kurangnya perhatian pemerintah dalam mengadakan Tekhnologi Pertanian membuat petani Indonesia menjadi Petani \"Jadul\" yang ketinggalan Tekhnologi sebagai contoh konkrit bagaimana mungkin di era milenial abad 21 seperti saat ini banyak petani Indonesia terutama petani pedesaan diluar pulau jawa masih menggunakan Tekhnologi Tradisional seperti Cangkul dan Bajak sehingga mempengaruhi hasil Produksi.
Terakhir yang Keempat adalah Market atau Pasar, ini menjadi sangat penting karena sampai saat ini pemerintah kurang memberikan proteksi terhadap pasar hasil komoditas pertanian, apabila ada hanya beberapa komoditas saja tidak menyeluruh, akibatnya harga hasil panen petani seringkali menjadi bahan permain para tengkulak dan cenderung merugikan Petani akibatnya keuntungan petani jadi minim dan petani semin jatuh dalam kemelaratan.
Untuk itu menurut hemat penulis jika kita ingin Petani menjadi memiliki Daya dan keluar dari masalah sosialnya maka dibutuhkan Political Will dari pemerintah untuk menjadikan stake holder pembangunan Ekonomi dinegeri ini sehingga cita-cita revolusi Bung Karno bisa dilaksankan dengan baik, maka jangan mengaku sebagai penerus Bung Karno jika masih menelantarkan Kaum Tani. MERDEKA.!.[R]
Oleh : Mangapul Purba (Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut yang Juga Seorang Petani)