Kantor Berita RMOL, Jumat (16/8).
Tubagus
menyebut, kondisi Golkar bisa dikatakan tidak kondusif pasca Pilpres 2014.
Terjadi perpecahan internal, dualisme kepengurusan yang saling klaim
dan aksi saling pecat yang membuat Golkar seolah hanya berkutat pada
persoalan internalnya saja.
Sengkarut itu sempat mendapat
titik terang dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketum di 2016.
Tapi, belum lama berlayar di laut yang tenang, badai kembali datang.
\"Perahu Golkar kembalil oleng saat Novanto ditahan terkait kasus
korupsi pada 2017, disusul dengan terjeratnya kader-kader sentral
lainnya dalam kasus hukum,\" ujar Tubagus.
Kondisi itu membuat
banyak pihak pesimis. Kalangan pengamat bahkan para kader Golkar
sendiri banyak yang tak yakin Golkar mampu bangkit untuk menghadapi
Pemilu 2019.
Apalagi, Airlangga Hartarto yang terpilih
menggantikan Novanto bukanlah tokoh populer-populer amat. Dia jarang
terlihat depan kamera layaknya politisi lain yang gemar tampil di
hadapan publik.
\"Tapi, ada satu hal yang luput dari kebanyakan
orang, bahwa Airlangga berlatar belakang profesional dan sebagai
seorang menteri kabinet Jokowi, dia tentunya adalah orang \'kerja\',â€
ujar Tubagus.
Kerja Airlangga itu terbukti. Meski hanya punya
waktu satu setengah tahun untuk berbenah, dengan mengusung tema
Golkar Bersih dan Bekerja, Airlangga mampu membangun tim yang solid.
\"Terbukti dengan raihan suara Partai Golkar di pemilu 2019 yang berhasil meraih kursi terbanyak ke-2 di DPR RI,\" ujar dia.
Bagi
Tubagus, capaian tersebut juga mematahkan anggapan yang menyebut
Golkar sebagai partai senjakala atau partainya orang tua. Peringkat
kedua itu adalah bukti bahwa kaderisasi dan peremajaan di tubuh Partai
Golkar berjalan dengan baik.
\"Ingat, ceruk kaum milenial di 2019 cukup besar,\" ujar Tubagus.
Tubagus
tidak sepakat dengan suara miring yang tetap menganggap Golkar telah
gagal, karena meski berada di peringkat ke-2, namun jumlah kursi yang
diperoleh lebih sedikit.
\"Bagi saya pribadi, itu perbandingan yang tidak equal. Masa persiapan Airlangga sangat singkat dibandingkan ketum-ketum sebelumnya yang memiliki waktu persiapan 5 tahun.\"
Satu
hal lagi yang menjadi keunggulan Airlangga, menurut Tubagus, adalah
kemampuannya menjalin komunikasi dan bekerja sama secara baik dengan
Pemerintah, baik dalam kapasitas Ketum Partai maupun dalam kapasitas
profesionalisme sebagai menteri.
Dengan melihat rekam jejak
tersebut, Tubagus yakin, di bawah kepemimpinan Airlangga, Golkar akan
menjadi 100% Partai pendukung pemerintah.
\"Bukan partai pendukung yang suka \"mbalelo\" atau kalo bahasa anak sekarang itu \'kaleng-kaleng,\'\" tandas Tubagus Alvin. [fak]
" itemprop="description"/>
Kantor Berita RMOL, Jumat (16/8).
Tubagus
menyebut, kondisi Golkar bisa dikatakan tidak kondusif pasca Pilpres 2014.
Terjadi perpecahan internal, dualisme kepengurusan yang saling klaim
dan aksi saling pecat yang membuat Golkar seolah hanya berkutat pada
persoalan internalnya saja.
Sengkarut itu sempat mendapat
titik terang dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketum di 2016.
Tapi, belum lama berlayar di laut yang tenang, badai kembali datang.
\"Perahu Golkar kembalil oleng saat Novanto ditahan terkait kasus
korupsi pada 2017, disusul dengan terjeratnya kader-kader sentral
lainnya dalam kasus hukum,\" ujar Tubagus.
Kondisi itu membuat
banyak pihak pesimis. Kalangan pengamat bahkan para kader Golkar
sendiri banyak yang tak yakin Golkar mampu bangkit untuk menghadapi
Pemilu 2019.
Apalagi, Airlangga Hartarto yang terpilih
menggantikan Novanto bukanlah tokoh populer-populer amat. Dia jarang
terlihat depan kamera layaknya politisi lain yang gemar tampil di
hadapan publik.
\"Tapi, ada satu hal yang luput dari kebanyakan
orang, bahwa Airlangga berlatar belakang profesional dan sebagai
seorang menteri kabinet Jokowi, dia tentunya adalah orang \'kerja\',â€
ujar Tubagus.
Kerja Airlangga itu terbukti. Meski hanya punya
waktu satu setengah tahun untuk berbenah, dengan mengusung tema
Golkar Bersih dan Bekerja, Airlangga mampu membangun tim yang solid.
\"Terbukti dengan raihan suara Partai Golkar di pemilu 2019 yang berhasil meraih kursi terbanyak ke-2 di DPR RI,\" ujar dia.
Bagi
Tubagus, capaian tersebut juga mematahkan anggapan yang menyebut
Golkar sebagai partai senjakala atau partainya orang tua. Peringkat
kedua itu adalah bukti bahwa kaderisasi dan peremajaan di tubuh Partai
Golkar berjalan dengan baik.
\"Ingat, ceruk kaum milenial di 2019 cukup besar,\" ujar Tubagus.
Tubagus
tidak sepakat dengan suara miring yang tetap menganggap Golkar telah
gagal, karena meski berada di peringkat ke-2, namun jumlah kursi yang
diperoleh lebih sedikit.
\"Bagi saya pribadi, itu perbandingan yang tidak equal. Masa persiapan Airlangga sangat singkat dibandingkan ketum-ketum sebelumnya yang memiliki waktu persiapan 5 tahun.\"
Satu
hal lagi yang menjadi keunggulan Airlangga, menurut Tubagus, adalah
kemampuannya menjalin komunikasi dan bekerja sama secara baik dengan
Pemerintah, baik dalam kapasitas Ketum Partai maupun dalam kapasitas
profesionalisme sebagai menteri.
Dengan melihat rekam jejak
tersebut, Tubagus yakin, di bawah kepemimpinan Airlangga, Golkar akan
menjadi 100% Partai pendukung pemerintah.
\"Bukan partai pendukung yang suka \"mbalelo\" atau kalo bahasa anak sekarang itu \'kaleng-kaleng,\'\" tandas Tubagus Alvin. [fak]
"/>
Kantor Berita RMOL, Jumat (16/8).
Tubagus
menyebut, kondisi Golkar bisa dikatakan tidak kondusif pasca Pilpres 2014.
Terjadi perpecahan internal, dualisme kepengurusan yang saling klaim
dan aksi saling pecat yang membuat Golkar seolah hanya berkutat pada
persoalan internalnya saja.
Sengkarut itu sempat mendapat
titik terang dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketum di 2016.
Tapi, belum lama berlayar di laut yang tenang, badai kembali datang.
\"Perahu Golkar kembalil oleng saat Novanto ditahan terkait kasus
korupsi pada 2017, disusul dengan terjeratnya kader-kader sentral
lainnya dalam kasus hukum,\" ujar Tubagus.
Kondisi itu membuat
banyak pihak pesimis. Kalangan pengamat bahkan para kader Golkar
sendiri banyak yang tak yakin Golkar mampu bangkit untuk menghadapi
Pemilu 2019.
Apalagi, Airlangga Hartarto yang terpilih
menggantikan Novanto bukanlah tokoh populer-populer amat. Dia jarang
terlihat depan kamera layaknya politisi lain yang gemar tampil di
hadapan publik.
\"Tapi, ada satu hal yang luput dari kebanyakan
orang, bahwa Airlangga berlatar belakang profesional dan sebagai
seorang menteri kabinet Jokowi, dia tentunya adalah orang \'kerja\',â€
ujar Tubagus.
Kerja Airlangga itu terbukti. Meski hanya punya
waktu satu setengah tahun untuk berbenah, dengan mengusung tema
Golkar Bersih dan Bekerja, Airlangga mampu membangun tim yang solid.
\"Terbukti dengan raihan suara Partai Golkar di pemilu 2019 yang berhasil meraih kursi terbanyak ke-2 di DPR RI,\" ujar dia.
Bagi
Tubagus, capaian tersebut juga mematahkan anggapan yang menyebut
Golkar sebagai partai senjakala atau partainya orang tua. Peringkat
kedua itu adalah bukti bahwa kaderisasi dan peremajaan di tubuh Partai
Golkar berjalan dengan baik.
\"Ingat, ceruk kaum milenial di 2019 cukup besar,\" ujar Tubagus.
Tubagus
tidak sepakat dengan suara miring yang tetap menganggap Golkar telah
gagal, karena meski berada di peringkat ke-2, namun jumlah kursi yang
diperoleh lebih sedikit.
\"Bagi saya pribadi, itu perbandingan yang tidak equal. Masa persiapan Airlangga sangat singkat dibandingkan ketum-ketum sebelumnya yang memiliki waktu persiapan 5 tahun.\"
Satu
hal lagi yang menjadi keunggulan Airlangga, menurut Tubagus, adalah
kemampuannya menjalin komunikasi dan bekerja sama secara baik dengan
Pemerintah, baik dalam kapasitas Ketum Partai maupun dalam kapasitas
profesionalisme sebagai menteri.
Dengan melihat rekam jejak
tersebut, Tubagus yakin, di bawah kepemimpinan Airlangga, Golkar akan
menjadi 100% Partai pendukung pemerintah.
\"Bukan partai pendukung yang suka \"mbalelo\" atau kalo bahasa anak sekarang itu \'kaleng-kaleng,\'\" tandas Tubagus Alvin. [fak]
"/>