Pihaknya pun sudah merasa dicurangi sejak awal. \"Bagaimana mungkin nalar sehat kita bisa menerima hasil Pilpres diumumkan pk.02.00 dinihari tadi. Wah, coba bagaimana aturan dan tanggungjawab para penyelenggara negara terhadap amanah rakyat,\" jelasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengatakan Langkah ke MK itu sudah bisa ditebak hasilnya. \"Sekarang saja banyak pengaduan kita ke Bawaslu tapi tidak ditindaklanjuti. Atau diputus tidak terbukti. Padahal kita sertakan bukti-bukti valid. Maka wajar kalau kami simpulkan pemilu ini adalah yang paling brutal sepanjang sejarah bangsa Indonesia,\" jelasnya.
Menurut dia, perjuangan terhadap hasil Pilpres ini tidak akan berada di kooridor hukum. \"Kalau dilihat semangat masyarakat, sepertinya perjuangan akan berlanjut di jalanan. Langkah menggugat ke MK hanya akan menghabiskan energi lalu hasilnya pun sudah bisa ditebak,\" ungkapnya.
Dia mengatakan saat ini akumulasi massa yang bertolak ke Jakarta untuk ikut dalam aksi 22 Mei tak terbendung. \"Masyarakat merasa jadi korban kecurangan. Suara yang mereka berikan saat Pemilu tidak dijaga. Padahal itu amanah,\" ungkapnya.
Menurutnya, pintu perlawanan di muka bumi ini sudah tertutup karena sikap aparat penegak hukum. \"Itu sebabnya pun kemarin kita gelar doa dan buka bersama dengan 1.000 anak yatim di Medan. Karena itu setidaknya menjadi jalan membuka pintu langit,\" tambahnya.
\"Harapan kita saat ini hanya pada Yang Maha Kuasa. Doa dari masyarakat, alim ulama, anak yatim, kaum duafa setidaknya menjadi bagian dari perjuangan,\" ungkapnya. Selain itu Gus Irawan juga menganalisis jalannya pemerintahan lima tahun ke depan akan sangat sulit.
\"Jika melihat potensi konflik serta penolakan masyarakat terutama para ulama terhadap pemerintahan sekarang, akan membuat negara ini sulit bergerak,\" kata dia. Menurutnya, pemerintah akan sulit mengakomodasi para ulama dan tokoh masyarakat karena refresifnya aparat.
\"Sikit-sikit ditangkap. Dilaporkan. Itu sebenarnya membesarkan polemik di pemerintahan. Siapa yang bersuara kritis ditangkap. Kemudian diproses hukum. Ulama juga diperlakukan seperti itu dan sampai sekarang tidak ada itikad pemerintah untuk menghentikan langkah tersebut. Jadi wajar semakin banyak yang berseberangan,\" jelasnya.
Lima tahun ke depan, menurutnya, akan penuh pertentangan. \"Bagaimana pemerintah sekarang mau merangkul barisan ulama dan tokoh masyarakat yang berseberangan. Yang saya lihat potensi konfliknya malah dibuat semakin tinggi dengan langkah refresif dan pengekangan kebebasan berpendapat,\" tuturnya.
" itemprop="description"/>
Pihaknya pun sudah merasa dicurangi sejak awal. \"Bagaimana mungkin nalar sehat kita bisa menerima hasil Pilpres diumumkan pk.02.00 dinihari tadi. Wah, coba bagaimana aturan dan tanggungjawab para penyelenggara negara terhadap amanah rakyat,\" jelasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengatakan Langkah ke MK itu sudah bisa ditebak hasilnya. \"Sekarang saja banyak pengaduan kita ke Bawaslu tapi tidak ditindaklanjuti. Atau diputus tidak terbukti. Padahal kita sertakan bukti-bukti valid. Maka wajar kalau kami simpulkan pemilu ini adalah yang paling brutal sepanjang sejarah bangsa Indonesia,\" jelasnya.
Menurut dia, perjuangan terhadap hasil Pilpres ini tidak akan berada di kooridor hukum. \"Kalau dilihat semangat masyarakat, sepertinya perjuangan akan berlanjut di jalanan. Langkah menggugat ke MK hanya akan menghabiskan energi lalu hasilnya pun sudah bisa ditebak,\" ungkapnya.
Dia mengatakan saat ini akumulasi massa yang bertolak ke Jakarta untuk ikut dalam aksi 22 Mei tak terbendung. \"Masyarakat merasa jadi korban kecurangan. Suara yang mereka berikan saat Pemilu tidak dijaga. Padahal itu amanah,\" ungkapnya.
Menurutnya, pintu perlawanan di muka bumi ini sudah tertutup karena sikap aparat penegak hukum. \"Itu sebabnya pun kemarin kita gelar doa dan buka bersama dengan 1.000 anak yatim di Medan. Karena itu setidaknya menjadi jalan membuka pintu langit,\" tambahnya.
\"Harapan kita saat ini hanya pada Yang Maha Kuasa. Doa dari masyarakat, alim ulama, anak yatim, kaum duafa setidaknya menjadi bagian dari perjuangan,\" ungkapnya. Selain itu Gus Irawan juga menganalisis jalannya pemerintahan lima tahun ke depan akan sangat sulit.
\"Jika melihat potensi konflik serta penolakan masyarakat terutama para ulama terhadap pemerintahan sekarang, akan membuat negara ini sulit bergerak,\" kata dia. Menurutnya, pemerintah akan sulit mengakomodasi para ulama dan tokoh masyarakat karena refresifnya aparat.
\"Sikit-sikit ditangkap. Dilaporkan. Itu sebenarnya membesarkan polemik di pemerintahan. Siapa yang bersuara kritis ditangkap. Kemudian diproses hukum. Ulama juga diperlakukan seperti itu dan sampai sekarang tidak ada itikad pemerintah untuk menghentikan langkah tersebut. Jadi wajar semakin banyak yang berseberangan,\" jelasnya.
Lima tahun ke depan, menurutnya, akan penuh pertentangan. \"Bagaimana pemerintah sekarang mau merangkul barisan ulama dan tokoh masyarakat yang berseberangan. Yang saya lihat potensi konfliknya malah dibuat semakin tinggi dengan langkah refresif dan pengekangan kebebasan berpendapat,\" tuturnya.
"/>
Pihaknya pun sudah merasa dicurangi sejak awal. \"Bagaimana mungkin nalar sehat kita bisa menerima hasil Pilpres diumumkan pk.02.00 dinihari tadi. Wah, coba bagaimana aturan dan tanggungjawab para penyelenggara negara terhadap amanah rakyat,\" jelasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengatakan Langkah ke MK itu sudah bisa ditebak hasilnya. \"Sekarang saja banyak pengaduan kita ke Bawaslu tapi tidak ditindaklanjuti. Atau diputus tidak terbukti. Padahal kita sertakan bukti-bukti valid. Maka wajar kalau kami simpulkan pemilu ini adalah yang paling brutal sepanjang sejarah bangsa Indonesia,\" jelasnya.
Menurut dia, perjuangan terhadap hasil Pilpres ini tidak akan berada di kooridor hukum. \"Kalau dilihat semangat masyarakat, sepertinya perjuangan akan berlanjut di jalanan. Langkah menggugat ke MK hanya akan menghabiskan energi lalu hasilnya pun sudah bisa ditebak,\" ungkapnya.
Dia mengatakan saat ini akumulasi massa yang bertolak ke Jakarta untuk ikut dalam aksi 22 Mei tak terbendung. \"Masyarakat merasa jadi korban kecurangan. Suara yang mereka berikan saat Pemilu tidak dijaga. Padahal itu amanah,\" ungkapnya.
Menurutnya, pintu perlawanan di muka bumi ini sudah tertutup karena sikap aparat penegak hukum. \"Itu sebabnya pun kemarin kita gelar doa dan buka bersama dengan 1.000 anak yatim di Medan. Karena itu setidaknya menjadi jalan membuka pintu langit,\" tambahnya.
\"Harapan kita saat ini hanya pada Yang Maha Kuasa. Doa dari masyarakat, alim ulama, anak yatim, kaum duafa setidaknya menjadi bagian dari perjuangan,\" ungkapnya. Selain itu Gus Irawan juga menganalisis jalannya pemerintahan lima tahun ke depan akan sangat sulit.
\"Jika melihat potensi konflik serta penolakan masyarakat terutama para ulama terhadap pemerintahan sekarang, akan membuat negara ini sulit bergerak,\" kata dia. Menurutnya, pemerintah akan sulit mengakomodasi para ulama dan tokoh masyarakat karena refresifnya aparat.
\"Sikit-sikit ditangkap. Dilaporkan. Itu sebenarnya membesarkan polemik di pemerintahan. Siapa yang bersuara kritis ditangkap. Kemudian diproses hukum. Ulama juga diperlakukan seperti itu dan sampai sekarang tidak ada itikad pemerintah untuk menghentikan langkah tersebut. Jadi wajar semakin banyak yang berseberangan,\" jelasnya.
Lima tahun ke depan, menurutnya, akan penuh pertentangan. \"Bagaimana pemerintah sekarang mau merangkul barisan ulama dan tokoh masyarakat yang berseberangan. Yang saya lihat potensi konfliknya malah dibuat semakin tinggi dengan langkah refresif dan pengekangan kebebasan berpendapat,\" tuturnya.
Ketua DPD Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu sekaligus ketua Badan Pemenangan Provinsi (BPP) pasangan calon presiden nomor 02 mengaku semua langkah hukum sudah tertutup untuk melakukan gugatan pilpres.
"Keberpihakan yang dipertontonkan di negeri ini sudah jelas. Bukti kecurangan pun massif. Lalu dimana optimisme kita jika ingin menggugat hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Gus Irawan Pasaribu, di BPP Jl. Setiabudi Medan, Selasa (21/5/2019). Dia didampingi Kamsir Aritonang, bendahara DPD Gerindra Sumut.
Pihaknya pun sudah merasa dicurangi sejak awal. "Bagaimana mungkin nalar sehat kita bisa menerima hasil Pilpres diumumkan pk.02.00 dinihari tadi. Wah, coba bagaimana aturan dan tanggungjawab para penyelenggara negara terhadap amanah rakyat," jelasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengatakan Langkah ke MK itu sudah bisa ditebak hasilnya. "Sekarang saja banyak pengaduan kita ke Bawaslu tapi tidak ditindaklanjuti. Atau diputus tidak terbukti. Padahal kita sertakan bukti-bukti valid. Maka wajar kalau kami simpulkan pemilu ini adalah yang paling brutal sepanjang sejarah bangsa Indonesia," jelasnya.
Menurut dia, perjuangan terhadap hasil Pilpres ini tidak akan berada di kooridor hukum. "Kalau dilihat semangat masyarakat, sepertinya perjuangan akan berlanjut di jalanan. Langkah menggugat ke MK hanya akan menghabiskan energi lalu hasilnya pun sudah bisa ditebak," ungkapnya.
Dia mengatakan saat ini akumulasi massa yang bertolak ke Jakarta untuk ikut dalam aksi 22 Mei tak terbendung. "Masyarakat merasa jadi korban kecurangan. Suara yang mereka berikan saat Pemilu tidak dijaga. Padahal itu amanah," ungkapnya.
Menurutnya, pintu perlawanan di muka bumi ini sudah tertutup karena sikap aparat penegak hukum. "Itu sebabnya pun kemarin kita gelar doa dan buka bersama dengan 1.000 anak yatim di Medan. Karena itu setidaknya menjadi jalan membuka pintu langit," tambahnya.
"Harapan kita saat ini hanya pada Yang Maha Kuasa. Doa dari masyarakat, alim ulama, anak yatim, kaum duafa setidaknya menjadi bagian dari perjuangan," ungkapnya. Selain itu Gus Irawan juga menganalisis jalannya pemerintahan lima tahun ke depan akan sangat sulit.
"Jika melihat potensi konflik serta penolakan masyarakat terutama para ulama terhadap pemerintahan sekarang, akan membuat negara ini sulit bergerak," kata dia. Menurutnya, pemerintah akan sulit mengakomodasi para ulama dan tokoh masyarakat karena refresifnya aparat.
"Sikit-sikit ditangkap. Dilaporkan. Itu sebenarnya membesarkan polemik di pemerintahan. Siapa yang bersuara kritis ditangkap. Kemudian diproses hukum. Ulama juga diperlakukan seperti itu dan sampai sekarang tidak ada itikad pemerintah untuk menghentikan langkah tersebut. Jadi wajar semakin banyak yang berseberangan," jelasnya.
Lima tahun ke depan, menurutnya, akan penuh pertentangan. "Bagaimana pemerintah sekarang mau merangkul barisan ulama dan tokoh masyarakat yang berseberangan. Yang saya lihat potensi konfliknya malah dibuat semakin tinggi dengan langkah refresif dan pengekangan kebebasan berpendapat," tuturnya.
Ketua DPD Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu sekaligus ketua Badan Pemenangan Provinsi (BPP) pasangan calon presiden nomor 02 mengaku semua langkah hukum sudah tertutup untuk melakukan gugatan pilpres.
"Keberpihakan yang dipertontonkan di negeri ini sudah jelas. Bukti kecurangan pun massif. Lalu dimana optimisme kita jika ingin menggugat hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Gus Irawan Pasaribu, di BPP Jl. Setiabudi Medan, Selasa (21/5/2019). Dia didampingi Kamsir Aritonang, bendahara DPD Gerindra Sumut.
Pihaknya pun sudah merasa dicurangi sejak awal. "Bagaimana mungkin nalar sehat kita bisa menerima hasil Pilpres diumumkan pk.02.00 dinihari tadi. Wah, coba bagaimana aturan dan tanggungjawab para penyelenggara negara terhadap amanah rakyat," jelasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengatakan Langkah ke MK itu sudah bisa ditebak hasilnya. "Sekarang saja banyak pengaduan kita ke Bawaslu tapi tidak ditindaklanjuti. Atau diputus tidak terbukti. Padahal kita sertakan bukti-bukti valid. Maka wajar kalau kami simpulkan pemilu ini adalah yang paling brutal sepanjang sejarah bangsa Indonesia," jelasnya.
Menurut dia, perjuangan terhadap hasil Pilpres ini tidak akan berada di kooridor hukum. "Kalau dilihat semangat masyarakat, sepertinya perjuangan akan berlanjut di jalanan. Langkah menggugat ke MK hanya akan menghabiskan energi lalu hasilnya pun sudah bisa ditebak," ungkapnya.
Dia mengatakan saat ini akumulasi massa yang bertolak ke Jakarta untuk ikut dalam aksi 22 Mei tak terbendung. "Masyarakat merasa jadi korban kecurangan. Suara yang mereka berikan saat Pemilu tidak dijaga. Padahal itu amanah," ungkapnya.
Menurutnya, pintu perlawanan di muka bumi ini sudah tertutup karena sikap aparat penegak hukum. "Itu sebabnya pun kemarin kita gelar doa dan buka bersama dengan 1.000 anak yatim di Medan. Karena itu setidaknya menjadi jalan membuka pintu langit," tambahnya.
"Harapan kita saat ini hanya pada Yang Maha Kuasa. Doa dari masyarakat, alim ulama, anak yatim, kaum duafa setidaknya menjadi bagian dari perjuangan," ungkapnya. Selain itu Gus Irawan juga menganalisis jalannya pemerintahan lima tahun ke depan akan sangat sulit.
"Jika melihat potensi konflik serta penolakan masyarakat terutama para ulama terhadap pemerintahan sekarang, akan membuat negara ini sulit bergerak," kata dia. Menurutnya, pemerintah akan sulit mengakomodasi para ulama dan tokoh masyarakat karena refresifnya aparat.
"Sikit-sikit ditangkap. Dilaporkan. Itu sebenarnya membesarkan polemik di pemerintahan. Siapa yang bersuara kritis ditangkap. Kemudian diproses hukum. Ulama juga diperlakukan seperti itu dan sampai sekarang tidak ada itikad pemerintah untuk menghentikan langkah tersebut. Jadi wajar semakin banyak yang berseberangan," jelasnya.
Lima tahun ke depan, menurutnya, akan penuh pertentangan. "Bagaimana pemerintah sekarang mau merangkul barisan ulama dan tokoh masyarakat yang berseberangan. Yang saya lihat potensi konfliknya malah dibuat semakin tinggi dengan langkah refresif dan pengekangan kebebasan berpendapat," tuturnya.