Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) meminta agar pemerintah fokus dan memperhatikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini disampaikan mengingat dari catatan mereka angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi. Koordinator Program Advokasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Hapsari, Sri Rahayu mengatakan bahwa berbagai temuan dalam catatan tahunan (catahu) Hapsari tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih tinggi dan kekerasan seksual terus meningkat. "Relasi yang tidak setara, masih kuatnya budaya patriarkhi, kurangnya edukasi tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di tinggkat masyarakat hingga lemahnya upaya penegakan hukum adalah beberapa penyebab langgengnya kekerasan terhadap perempuan," katanya kepada wartawan, Senin (24/2) sore. Sri juga menjelaskan bahwa pada 2018 tercatat 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Hapsari bersama P2TP2A dan lembaga mitra. "Dari jumlah tersebut, 51 kasus ditangani sendiri oleh Hapsari. Sedangkan tahun 2019 jumlah kasus yang ditangani sendiri oleh Hapsari meningkat 47,05 persen menjadi 75 kasus. Kasus tertinggi adalah KDRT yang mencapai 92 persen atau sebanyak 69 kasus dan kekerasan seksual 8 persen atau 6 kasus," jelasnya. Sri menambahkan bahwa sepanjang 2018 hingga 2019, dari total 126 jumlah kasus yang ditangani, selain dari Deli Serdang ada sebanyak 33 kasus dan Serdang Bedagai sebanyak 40 kasus sebagai wilayah fokus kerja Hapsari. "Empat kasus merupakan rujukan dari anggota Forum Pengada Layanan (FPL), di mana Hapsari juga menjadi anggotanya dan P2TP2A di mana Hapsari berjaringan," tambahnya.[R]
Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) meminta agar pemerintah fokus dan memperhatikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini disampaikan mengingat dari catatan mereka angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi. Koordinator Program Advokasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Hapsari, Sri Rahayu mengatakan bahwa berbagai temuan dalam catatan tahunan (catahu) Hapsari tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih tinggi dan kekerasan seksual terus meningkat. "Relasi yang tidak setara, masih kuatnya budaya patriarkhi, kurangnya edukasi tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di tinggkat masyarakat hingga lemahnya upaya penegakan hukum adalah beberapa penyebab langgengnya kekerasan terhadap perempuan," katanya kepada wartawan, Senin (24/2) sore. Sri juga menjelaskan bahwa pada 2018 tercatat 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Hapsari bersama P2TP2A dan lembaga mitra. "Dari jumlah tersebut, 51 kasus ditangani sendiri oleh Hapsari. Sedangkan tahun 2019 jumlah kasus yang ditangani sendiri oleh Hapsari meningkat 47,05 persen menjadi 75 kasus. Kasus tertinggi adalah KDRT yang mencapai 92 persen atau sebanyak 69 kasus dan kekerasan seksual 8 persen atau 6 kasus," jelasnya. Sri menambahkan bahwa sepanjang 2018 hingga 2019, dari total 126 jumlah kasus yang ditangani, selain dari Deli Serdang ada sebanyak 33 kasus dan Serdang Bedagai sebanyak 40 kasus sebagai wilayah fokus kerja Hapsari. "Empat kasus merupakan rujukan dari anggota Forum Pengada Layanan (FPL), di mana Hapsari juga menjadi anggotanya dan P2TP2A di mana Hapsari berjaringan," tambahnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved