Mantan Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Utara, Riza Fakhrumi Tahir, meminta Plt. Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dan Ketua Harian Ahmad Yassir Ridho, menghentikan fait accompli antar ketua-ketua DPD II Golkar Sumut dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. Riza mengamati gerakan Doli mendukung Ahmad Yasir Ridho menjadi Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara semakin tidak etis. “Tidak etisnya, Doli membiarkan bahkan ikut mendukung Ridho memobilisasi para ketua kabupaten dan kota melalui pernyataan-pernyataan dukungan,” katanya, Selasa (14/7). Menurut tokoh senior Golkar Sumut ini, mobilisasi para ketua kabupaten dan kota hingga mereka dipertemukan dengan Ketua Umum DPP beberapa hari lalu, merupakan cara Ridho melakukan fait accompli para ketua kabupaten/kota dengan Ketua Umum DPP. Doli memang tidak kelihatan ketika delegasi Sumut bertemu Ketua Umum. Tapi, Riza yakin Doli tahu dan merestuinya. Sebagai Plt Ketua, apalagi sebagai Wakil Ketua Umum DPP, mestinya Doli bersikap netral dan sudah lama menghentikan model gerakan seperti itu. "Dalam menghadapi Musda X, mestinya Doli menggunakan perspektif Airlangga Hartarto sebagai ketua umum, bukan malah ikut pula membenturkan para ketua kabupaten dan kota dengan ketua umum. Apalagi, Ketua Umum sudah mengeluarkan diskresi untuk Musa Rajekshah (Ijeck) sebagai calon Ketua Golkar Sumut," ujarnya. Riza mengungkap, sejak dia menjabat sekretaris, pola seperti ini sudah dilakukan Doli dan Ridho. Keduanya sangat faham para ketua kabupaten/kota punya keinginan jadi pimpinan DPRD, calon kepala daerah bahkan ingin menjabat ketua di periode berikutnya. Doli dan Ridho kemudian menjadikan keinginan itu sebagai titik lemah dengan memaksa para ketua kabupaten dan kota mendukung Ridho sebagai Ketua Golkar Sumut. “Saya juga tidak menyalahkan para ketua kabupaten/kota. Mereka kawan – kawan, yang saya sangat faham dengan tipikal mereka. Mereka itu terpaksa mendukung Ridho karena kuatir kehilangan momentum dan peluang. Padahal, kalau Ijeck menjabat Ketua Golkar Sumut, mereka juga tidak bakal kehilangan momentum dan peluang,” ujarnya. Menurut Riza, memaksa para ketua kabupaten/kota mendukung Ridho, silahkan saja. Tapi, jangan fait accompli mereka dengan Ketua Umum. Itu sama saja memaksa Ketua Umum mengikuti kehendak Doli dan Ridho. “Fait accompli, itu sama saja dengan pemaksaan kehendak, membenturkan para ketua kabupaten/kota dengan ketua umum. Doli dan Ridho jangan memaksakan kehendaknya kepada Ketua Umum DPP. Itu tidak baik. Hentikan segera,” kata Riza. Riza berharap Doli menyamakan perspektif dan menyatukan frekwensi dengan Ketua Umum DPP. “Sebagai Wakil Ketua Umum, mestinya Doli berdiri di samping Airlangga mengamankan diskresi untuk Ijeck. Tapi, langkah Doli memang aneh. Dia justru memaksakan kehendaknya menjadikan Ridho sebagai Ketua Golkar Sumut. Sikap Doli seperti ini bukan cuma tidak baik, tapi sangat berbahaya bagi masa depan politik Airlangga,” kata Riza.[R]
Mantan Sekretaris DPD Partai Golkar Sumatera Utara, Riza Fakhrumi Tahir, meminta Plt. Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dan Ketua Harian Ahmad Yassir Ridho, menghentikan fait accompli antar ketua-ketua DPD II Golkar Sumut dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. Riza mengamati gerakan Doli mendukung Ahmad Yasir Ridho menjadi Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara semakin tidak etis. “Tidak etisnya, Doli membiarkan bahkan ikut mendukung Ridho memobilisasi para ketua kabupaten dan kota melalui pernyataan-pernyataan dukungan,” katanya, Selasa (14/7). Menurut tokoh senior Golkar Sumut ini, mobilisasi para ketua kabupaten dan kota hingga mereka dipertemukan dengan Ketua Umum DPP beberapa hari lalu, merupakan cara Ridho melakukan fait accompli para ketua kabupaten/kota dengan Ketua Umum DPP. Doli memang tidak kelihatan ketika delegasi Sumut bertemu Ketua Umum. Tapi, Riza yakin Doli tahu dan merestuinya. Sebagai Plt Ketua, apalagi sebagai Wakil Ketua Umum DPP, mestinya Doli bersikap netral dan sudah lama menghentikan model gerakan seperti itu. "Dalam menghadapi Musda X, mestinya Doli menggunakan perspektif Airlangga Hartarto sebagai ketua umum, bukan malah ikut pula membenturkan para ketua kabupaten dan kota dengan ketua umum. Apalagi, Ketua Umum sudah mengeluarkan diskresi untuk Musa Rajekshah (Ijeck) sebagai calon Ketua Golkar Sumut," ujarnya. Riza mengungkap, sejak dia menjabat sekretaris, pola seperti ini sudah dilakukan Doli dan Ridho. Keduanya sangat faham para ketua kabupaten/kota punya keinginan jadi pimpinan DPRD, calon kepala daerah bahkan ingin menjabat ketua di periode berikutnya. Doli dan Ridho kemudian menjadikan keinginan itu sebagai titik lemah dengan memaksa para ketua kabupaten dan kota mendukung Ridho sebagai Ketua Golkar Sumut. “Saya juga tidak menyalahkan para ketua kabupaten/kota. Mereka kawan – kawan, yang saya sangat faham dengan tipikal mereka. Mereka itu terpaksa mendukung Ridho karena kuatir kehilangan momentum dan peluang. Padahal, kalau Ijeck menjabat Ketua Golkar Sumut, mereka juga tidak bakal kehilangan momentum dan peluang,” ujarnya. Menurut Riza, memaksa para ketua kabupaten/kota mendukung Ridho, silahkan saja. Tapi, jangan fait accompli mereka dengan Ketua Umum. Itu sama saja memaksa Ketua Umum mengikuti kehendak Doli dan Ridho. “Fait accompli, itu sama saja dengan pemaksaan kehendak, membenturkan para ketua kabupaten/kota dengan ketua umum. Doli dan Ridho jangan memaksakan kehendaknya kepada Ketua Umum DPP. Itu tidak baik. Hentikan segera,” kata Riza. Riza berharap Doli menyamakan perspektif dan menyatukan frekwensi dengan Ketua Umum DPP. “Sebagai Wakil Ketua Umum, mestinya Doli berdiri di samping Airlangga mengamankan diskresi untuk Ijeck. Tapi, langkah Doli memang aneh. Dia justru memaksakan kehendaknya menjadikan Ridho sebagai Ketua Golkar Sumut. Sikap Doli seperti ini bukan cuma tidak baik, tapi sangat berbahaya bagi masa depan politik Airlangga,” kata Riza.© Copyright 2024, All Rights Reserved