Pengamat politik Universitas Sumatera Utara (USU) Bengkel Ginting mengkritik gaya kepemimpinan Edy Rahmayadi dalam menetapkan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Munculnya ketidakpuasan pejabat eselon II karena usulan mereka mengenai nama-nama pejabat eselon III yang tidak diakomodir dan justru yang muncul adalah nama lain, merupakan indikasi bakal sulitnya Edy Rahmayadi mempunyai tim yang solid dalam menjalankan pemerintahan. "Idealnya, usulan dari kepala dinas maupun kepala badan yang merupakan eselon II diakomodir oleh Baperjakat. Kenapa ini untuk menciptakan tim yang solid, karena kadis-kadis itu tentu juga akan melihat siapa yang cocok bekerjasama dengan dia," katanya, Kamis (16/1). Bengkel menyebutkan, munculnya bentuk-bentuk kekecewaan para pejabat eselon II yang terpublis hingga ke media menunjukkan bahwa akan celah yang dapat membuat kinerja tidak akan maksimal. Oleh pimpinan, nama-nama yang harus melalui proses di Tim Badan Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan (Baperjakat) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah (sekda) kerap dijadikan justifikasi sebagai bagian dari pencarian sosok yang tepat sesuai kapasitas. "Namun faktanya, masyarakat juga dapat menilai. Sosok-sosok yang dilantik ternyata tidak juga sesuai dengan skill yang dimilikinya. Nah, jadinya orang akan menilai ini bagian dari politik balas budi saja berkaitan dengan Pilkada," ujarnya. Lebih lanjut kata Bengkel, adanya selentingan-selentingan mengenai 'harga' jabatan tertentu merupakan hal yang sangat mendasar. Karena, informasi mengenai praktik ini pada akhirnya akan sampai juga kepada masyarakat. Karena itulah, selaku pimpinan tertinggi Edy Rahmayadi harus dapat membuktikan bahwa pada era kepemimpinannya hal tersebut tidak terjadi. "Tentunya itu dengan membuka informasi yang seluas-luasnya mengenai seleksi hingga pengangkatan pejabat di lingkungan Pemprovsu. Hindari politik balas budi yang menjadi efek dari Pilkada," demikian Bengkel Ginting.[R]
Pengamat politik Universitas Sumatera Utara (USU) Bengkel Ginting mengkritik gaya kepemimpinan Edy Rahmayadi dalam menetapkan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Munculnya ketidakpuasan pejabat eselon II karena usulan mereka mengenai nama-nama pejabat eselon III yang tidak diakomodir dan justru yang muncul adalah nama lain, merupakan indikasi bakal sulitnya Edy Rahmayadi mempunyai tim yang solid dalam menjalankan pemerintahan. "Idealnya, usulan dari kepala dinas maupun kepala badan yang merupakan eselon II diakomodir oleh Baperjakat. Kenapa ini untuk menciptakan tim yang solid, karena kadis-kadis itu tentu juga akan melihat siapa yang cocok bekerjasama dengan dia," katanya, Kamis (16/1). Bengkel menyebutkan, munculnya bentuk-bentuk kekecewaan para pejabat eselon II yang terpublis hingga ke media menunjukkan bahwa akan celah yang dapat membuat kinerja tidak akan maksimal. Oleh pimpinan, nama-nama yang harus melalui proses di Tim Badan Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan (Baperjakat) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah (sekda) kerap dijadikan justifikasi sebagai bagian dari pencarian sosok yang tepat sesuai kapasitas. "Namun faktanya, masyarakat juga dapat menilai. Sosok-sosok yang dilantik ternyata tidak juga sesuai dengan skill yang dimilikinya. Nah, jadinya orang akan menilai ini bagian dari politik balas budi saja berkaitan dengan Pilkada," ujarnya. Lebih lanjut kata Bengkel, adanya selentingan-selentingan mengenai 'harga' jabatan tertentu merupakan hal yang sangat mendasar. Karena, informasi mengenai praktik ini pada akhirnya akan sampai juga kepada masyarakat. Karena itulah, selaku pimpinan tertinggi Edy Rahmayadi harus dapat membuktikan bahwa pada era kepemimpinannya hal tersebut tidak terjadi. "Tentunya itu dengan membuka informasi yang seluas-luasnya mengenai seleksi hingga pengangkatan pejabat di lingkungan Pemprovsu. Hindari politik balas budi yang menjadi efek dari Pilkada," demikian Bengkel Ginting.© Copyright 2024, All Rights Reserved