Presiden Joko Widodo harus membuka pintu bagi ratusan petani asal Desa Simalingkar dan Desa Mencirim, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara yang melakukan aksi berjalan kaki ke Jakarta. Hal ini disampaikan Ketua Umum Badan Relawan Nusantara, Edysa Girsang terkait aksi yang dilakukan para petani untuk menuntut keadilan atas konflik lahan yang terjadi antara mereka dengan pihak PTPN II. Penggusuran lahan yang masih dalam status berkonflik menurutnya tidak tepat karena menyebabkan para petani kehilangan rumah tempat tinggal mereka. "Sekarang lahan pertanian dan rumah tempat tinggal mereka sudah rata akibat digusur," kata Edysa Girsang dalam keteranganya, Sabtu (8/8). Pihak PTPN II di Desa Simalingkar melakukan penggusuran berdasarkan HGU No. 171/2009, sedangkan Desa Mencirim atas dasar HGU No. 92/2004. Padahal, Edysa menekankan, tanah yang diklaim oleh PTPN II tersebut merupakan milik kakek nenek mereka sejak zaman Belanda dulu dan banyak yang sudah bersertifikat. Edysa menambahkan, konflik antar petani dan PTPN II sudah berlangsung lama, bahkan pada 2012 yang lalu sempat terjadi korban antara petani dan PTPN II akibat konflik. Dalam mempertahankan haknya, para petani sudah mengadu ke pemerintah dan berbagai instansi setempat, namun tidak ada hasil. "Jadi inilah jalan mereka memperjuangkan hidup bagi masa depan dengan jalan kaki ke Jakarta untuk menemui Presiden," ucap Edysa. Dia juga menyampaikan, dalam aksi kali ini, ada beberapa tuntutan yang akan disampaikan oleh para petani selain intinya meminta agar keadilan ditegakan. Yaitu, meminta Presiden Joko Widodo berpihak pada para petani agar mereka kembali hidup normal dan sejahtera, dengan memberikan jaminan yang tegas kepada para petani. Kemudian, meminta pertanggungjawaban PTPN II untuk mengembalikan rumah serta lahan harta milik mereka. Mengadili dan mempenjarakan para investor dan oknum-oknum yang terlibat menyengsarakan rakyatnya. "Tanah untuk rakyat dan bagi kesejahteraan rakyat," demikian Edysa menyampaikan tuntutan para petani.[R]
Presiden Joko Widodo harus membuka pintu bagi ratusan petani asal Desa Simalingkar dan Desa Mencirim, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara yang melakukan aksi berjalan kaki ke Jakarta. Hal ini disampaikan Ketua Umum Badan Relawan Nusantara, Edysa Girsang terkait aksi yang dilakukan para petani untuk menuntut keadilan atas konflik lahan yang terjadi antara mereka dengan pihak PTPN II. Penggusuran lahan yang masih dalam status berkonflik menurutnya tidak tepat karena menyebabkan para petani kehilangan rumah tempat tinggal mereka. "Sekarang lahan pertanian dan rumah tempat tinggal mereka sudah rata akibat digusur," kata Edysa Girsang dalam keteranganya, Sabtu (8/8). Pihak PTPN II di Desa Simalingkar melakukan penggusuran berdasarkan HGU No. 171/2009, sedangkan Desa Mencirim atas dasar HGU No. 92/2004. Padahal, Edysa menekankan, tanah yang diklaim oleh PTPN II tersebut merupakan milik kakek nenek mereka sejak zaman Belanda dulu dan banyak yang sudah bersertifikat. Edysa menambahkan, konflik antar petani dan PTPN II sudah berlangsung lama, bahkan pada 2012 yang lalu sempat terjadi korban antara petani dan PTPN II akibat konflik. Dalam mempertahankan haknya, para petani sudah mengadu ke pemerintah dan berbagai instansi setempat, namun tidak ada hasil. "Jadi inilah jalan mereka memperjuangkan hidup bagi masa depan dengan jalan kaki ke Jakarta untuk menemui Presiden," ucap Edysa. Dia juga menyampaikan, dalam aksi kali ini, ada beberapa tuntutan yang akan disampaikan oleh para petani selain intinya meminta agar keadilan ditegakan. Yaitu, meminta Presiden Joko Widodo berpihak pada para petani agar mereka kembali hidup normal dan sejahtera, dengan memberikan jaminan yang tegas kepada para petani. Kemudian, meminta pertanggungjawaban PTPN II untuk mengembalikan rumah serta lahan harta milik mereka. Mengadili dan mempenjarakan para investor dan oknum-oknum yang terlibat menyengsarakan rakyatnya. "Tanah untuk rakyat dan bagi kesejahteraan rakyat," demikian Edysa menyampaikan tuntutan para petani.© Copyright 2024, All Rights Reserved