Pilkada di saat pandemi covid-19 sangat rentan dengan berbagai persoalan. Bukan hanya persoalan teknis penyelenggara, namun juga etis pilkada termasuk kesehatan masyarakat yang harus diperhatikan terkait virus mematikan tersebut. "Karena itu jangan paksakan Pilkada jika pandemi covid-19 belum benar-benar berakhir," kata Pengamat Politik, Anwar Saragih kepada kantor berita politik RMOLSumut, Senin (25/5). Anwar menjelaskan, alasan untuk menunda pilkada karena covid-19 bukan semata karena soal teknis penyelenggaraan saja yang mana di masa normal sekalipun masih kerap ditemukan banyak persoalan seperti money politik, golongan putih hingga penyalahgunaan kekuasaan. Namun juga harus dilihat dalam paradigma etis, tentang konsekuensi resiko pelaksanaan yang tidak bisa dilepaskan dari pertemuan fisik, salaman dan pencitraan kandidat. "Jika tetap dilaksanakan, ini sangat berbahaya. Disana ada potensi pemanfaatan bansos untuk kepentingan politik oleh petahana, ditambah resiko-resiko kesehatan tadi," ujarnya. Memang kata Anwar ada juga persoalan yang muncul jika Pilkada tidak dilaksanakan yakni berakhirnya masa tugas kepala-kepala daerah. Namun, untuk hal ini negara kita memiliki aturan yang dinilai efisien untuk mencegah kekosongan kepemimpinan di daerah. "Soal kepala-kepala daerah yang habis masa tugasnya, sebaiknya pemerintah mengeluarkan aturan untuk menyiapkan pelaksana tugas Bupati/walikota yang diambil dari eselon dan itu bisa ditunjuk oleh Mendagri," demikian Anwar Saragih.[R]
Pilkada di saat pandemi covid-19 sangat rentan dengan berbagai persoalan. Bukan hanya persoalan teknis penyelenggara, namun juga etis pilkada termasuk kesehatan masyarakat yang harus diperhatikan terkait virus mematikan tersebut. "Karena itu jangan paksakan Pilkada jika pandemi covid-19 belum benar-benar berakhir," kata Pengamat Politik, Anwar Saragih kepada kantor berita politik RMOLSumut, Senin (25/5). Anwar menjelaskan, alasan untuk menunda pilkada karena covid-19 bukan semata karena soal teknis penyelenggaraan saja yang mana di masa normal sekalipun masih kerap ditemukan banyak persoalan seperti money politik, golongan putih hingga penyalahgunaan kekuasaan. Namun juga harus dilihat dalam paradigma etis, tentang konsekuensi resiko pelaksanaan yang tidak bisa dilepaskan dari pertemuan fisik, salaman dan pencitraan kandidat. "Jika tetap dilaksanakan, ini sangat berbahaya. Disana ada potensi pemanfaatan bansos untuk kepentingan politik oleh petahana, ditambah resiko-resiko kesehatan tadi," ujarnya. Memang kata Anwar ada juga persoalan yang muncul jika Pilkada tidak dilaksanakan yakni berakhirnya masa tugas kepala-kepala daerah. Namun, untuk hal ini negara kita memiliki aturan yang dinilai efisien untuk mencegah kekosongan kepemimpinan di daerah. "Soal kepala-kepala daerah yang habis masa tugasnya, sebaiknya pemerintah mengeluarkan aturan untuk menyiapkan pelaksana tugas Bupati/walikota yang diambil dari eselon dan itu bisa ditunjuk oleh Mendagri," demikian Anwar Saragih.© Copyright 2024, All Rights Reserved