Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi sebaiknya mengurungkan niat untuk melaporkan balik enam warga Sumatera Utara yang melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi, terkait penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) lahan eks Hak Guna Usaha PT Perkebunan Nusantara II. Pelaporan balik enam warga tersebut justru akan memunculkan kesan Edy Rahmayadi sedang menutupi hal yang tidak beres seputar kebijakan itu. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumatera Utara, Nazir Salim Manik. "Kalau bersih tak usah risih," katanya kepada kantor berita politik RMOLSumut, Selasa (18/2). Memang kata Nazir, hak untuk melaporkan tindakan yang dinilai melanggar hukum merupakan hak masing-masing warga negara di Indonesia. Edy Rahmayadi selaku pihak yang merasa dirugikan dengan laporan tersebut juga berhak untuk melaporkan balik pihak-pihak yang melaporkannya tersebut. Namun menurutnya, sebagai seorang pimpinan tertinggi di Provinsi Sumatera Utara, hal tersebut juga berpotensi merugikan dirinya sendiri. "Yang itu tadi, kalau memang bersih tak perlu risih. Pak Edy Rahmayadi cukup membuktikan saja, bahwa beliau dengan kewenangan yang dimilikinya tidak pernah melakukan hal yang melanggar aturan. Itu akan membuatnya lebih dihormati," pungkasnya. Diketahui, Edy Rahmayadi dilaporkan oleh 6 orang warga Sumatera Utara ke KPK atas dugaan korupsi penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) lahan eks Hak Guna Usaha PT Perkebunan Nusantara I. Atas laporan ini, Edy mengatakan akan melaporkan balik mereka karena dinilai melakukan pencemaran nama baik dirinya. "Kita laporkan baliklah, sudah pasti pencemaran baik itu," ujar Edy kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Senin (17/2/2020) kemarin.[R]
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi sebaiknya mengurungkan niat untuk melaporkan balik enam warga Sumatera Utara yang melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi, terkait penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) lahan eks Hak Guna Usaha PT Perkebunan Nusantara II. Pelaporan balik enam warga tersebut justru akan memunculkan kesan Edy Rahmayadi sedang menutupi hal yang tidak beres seputar kebijakan itu. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumatera Utara, Nazir Salim Manik. "Kalau bersih tak usah risih," katanya kepada kantor berita politik RMOLSumut, Selasa (18/2). Memang kata Nazir, hak untuk melaporkan tindakan yang dinilai melanggar hukum merupakan hak masing-masing warga negara di Indonesia. Edy Rahmayadi selaku pihak yang merasa dirugikan dengan laporan tersebut juga berhak untuk melaporkan balik pihak-pihak yang melaporkannya tersebut. Namun menurutnya, sebagai seorang pimpinan tertinggi di Provinsi Sumatera Utara, hal tersebut juga berpotensi merugikan dirinya sendiri. "Yang itu tadi, kalau memang bersih tak perlu risih. Pak Edy Rahmayadi cukup membuktikan saja, bahwa beliau dengan kewenangan yang dimilikinya tidak pernah melakukan hal yang melanggar aturan. Itu akan membuatnya lebih dihormati," pungkasnya. Diketahui, Edy Rahmayadi dilaporkan oleh 6 orang warga Sumatera Utara ke KPK atas dugaan korupsi penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) lahan eks Hak Guna Usaha PT Perkebunan Nusantara I. Atas laporan ini, Edy mengatakan akan melaporkan balik mereka karena dinilai melakukan pencemaran nama baik dirinya. "Kita laporkan baliklah, sudah pasti pencemaran baik itu," ujar Edy kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Senin (17/2/2020) kemarin.© Copyright 2024, All Rights Reserved