Sejak 10 (sepuluh) tahun yang lalu pengusaha-pengusaha Ikan yang memiliki modal besar menggunakan Pukat Harimau dan/atau Pukat Grandong dalam mencari Ikan di Perairan Belawan Sumatera Utara. Penggunaan pukat harimau dan pukat grandong oleh para pengusaha perikanan telah merusak ekosistem laut, sehingga membuat anak-anak (bibit) ikan, udang mati dan juga merusak habitat kerang dan kepah serta terumbu karang.
Akibatnya para nelayan tradisional /nelayan kecil kesulitan dalam menyambung hidup, karena pergi melaut pun percuma, toh tidak ada hasil tangkapan ketika pulang melaut, jika ada itupun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sehingga jika dibiarkan demikian, para nelayan tradisional/ kecil harus berhutang sana â€\" sini untuk biaya operasional melaut dan sangat kesulitan menyambung hidup.
Maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha ikan yang besar tersebut jelas dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dan/atau Pasal 85 Undang-undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (UU Perikanan). Namun masih beroperasinya mereka menunjukan lemahnya penegakan hukum yang diterima oleh oleh para nelayan tradisonal/ kecil asal Belawan.
Adanya Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, juga masih belum mampu menjawab persoalan-persoalan yang dialami para nelayan dalam menyelesaikan penegakan hukum bagi nelayan yang melanggar aturan penggunaan alat tangkap tersebut. Demikian halnya dengan keberadaan Polair yang dibentuk oleh pemerintah dalam upaya memberikan pelindungan bagi nelayan tradisional, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait penyelesaian sengketa antara nelayan tradisonal dan/atau nelayan kecil dengan pengusaha- pengusaha ikan yang menggunakan alat tangkap Pukat Harimau dan/ atau Pukat Grandong.
Tentu permasalahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, apa lagi hingga berlarut. Dalam hal ini Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa pada Minggu, 16 Juni 2019, bertempat di Wisma Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) Medan, Sumatera Utara, menyelenggarakan Pelatihan Paralegal For Nelayan dan Anggota Keluargannya dari tanggal 14 â€\" 16 Juni 2019, dan diakhiri dengan pembentukan komunitas nelayan tradisional dan atau nelayan kecil sebagai mitra jaringan Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan seri paralegal yang sebelumnya telah dilaksanakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kaliamantan Barat.
Inisiatif Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa bertujuan untuk menggandeng semua elemen masyarakat dalam melakukan upaya perlindungan bagi Nelayan Tradisional dan atau Nelayan Kecil dengan membentuk Komunitas Nelayan Tradisional dan atau nelayan kecil di daerah-daerah pesisir laut.
Keprihatihan serta kepedulian Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa membangun Komunitas Nelayan Tradisional atau Nelayan Kecil dengan semua elemen masyarakat adalah semata-mata demi tercapainya perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan, keadilan sosial bagi nelayan tradisional dan atau nelayan kecil, dan demi tegaknya hukum di wilayah NKRI." itemprop="description"/>
Sejak 10 (sepuluh) tahun yang lalu pengusaha-pengusaha Ikan yang memiliki modal besar menggunakan Pukat Harimau dan/atau Pukat Grandong dalam mencari Ikan di Perairan Belawan Sumatera Utara. Penggunaan pukat harimau dan pukat grandong oleh para pengusaha perikanan telah merusak ekosistem laut, sehingga membuat anak-anak (bibit) ikan, udang mati dan juga merusak habitat kerang dan kepah serta terumbu karang.
Akibatnya para nelayan tradisional /nelayan kecil kesulitan dalam menyambung hidup, karena pergi melaut pun percuma, toh tidak ada hasil tangkapan ketika pulang melaut, jika ada itupun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sehingga jika dibiarkan demikian, para nelayan tradisional/ kecil harus berhutang sana â€\" sini untuk biaya operasional melaut dan sangat kesulitan menyambung hidup.
Maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha ikan yang besar tersebut jelas dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dan/atau Pasal 85 Undang-undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (UU Perikanan). Namun masih beroperasinya mereka menunjukan lemahnya penegakan hukum yang diterima oleh oleh para nelayan tradisonal/ kecil asal Belawan.
Adanya Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, juga masih belum mampu menjawab persoalan-persoalan yang dialami para nelayan dalam menyelesaikan penegakan hukum bagi nelayan yang melanggar aturan penggunaan alat tangkap tersebut. Demikian halnya dengan keberadaan Polair yang dibentuk oleh pemerintah dalam upaya memberikan pelindungan bagi nelayan tradisional, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait penyelesaian sengketa antara nelayan tradisonal dan/atau nelayan kecil dengan pengusaha- pengusaha ikan yang menggunakan alat tangkap Pukat Harimau dan/ atau Pukat Grandong.
Tentu permasalahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, apa lagi hingga berlarut. Dalam hal ini Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa pada Minggu, 16 Juni 2019, bertempat di Wisma Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) Medan, Sumatera Utara, menyelenggarakan Pelatihan Paralegal For Nelayan dan Anggota Keluargannya dari tanggal 14 â€\" 16 Juni 2019, dan diakhiri dengan pembentukan komunitas nelayan tradisional dan atau nelayan kecil sebagai mitra jaringan Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan seri paralegal yang sebelumnya telah dilaksanakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kaliamantan Barat.
Inisiatif Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa bertujuan untuk menggandeng semua elemen masyarakat dalam melakukan upaya perlindungan bagi Nelayan Tradisional dan atau Nelayan Kecil dengan membentuk Komunitas Nelayan Tradisional dan atau nelayan kecil di daerah-daerah pesisir laut.
Keprihatihan serta kepedulian Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa membangun Komunitas Nelayan Tradisional atau Nelayan Kecil dengan semua elemen masyarakat adalah semata-mata demi tercapainya perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan, keadilan sosial bagi nelayan tradisional dan atau nelayan kecil, dan demi tegaknya hukum di wilayah NKRI."/>
Sejak 10 (sepuluh) tahun yang lalu pengusaha-pengusaha Ikan yang memiliki modal besar menggunakan Pukat Harimau dan/atau Pukat Grandong dalam mencari Ikan di Perairan Belawan Sumatera Utara. Penggunaan pukat harimau dan pukat grandong oleh para pengusaha perikanan telah merusak ekosistem laut, sehingga membuat anak-anak (bibit) ikan, udang mati dan juga merusak habitat kerang dan kepah serta terumbu karang.
Akibatnya para nelayan tradisional /nelayan kecil kesulitan dalam menyambung hidup, karena pergi melaut pun percuma, toh tidak ada hasil tangkapan ketika pulang melaut, jika ada itupun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sehingga jika dibiarkan demikian, para nelayan tradisional/ kecil harus berhutang sana â€\" sini untuk biaya operasional melaut dan sangat kesulitan menyambung hidup.
Maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha ikan yang besar tersebut jelas dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dan/atau Pasal 85 Undang-undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (UU Perikanan). Namun masih beroperasinya mereka menunjukan lemahnya penegakan hukum yang diterima oleh oleh para nelayan tradisonal/ kecil asal Belawan.
Adanya Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, juga masih belum mampu menjawab persoalan-persoalan yang dialami para nelayan dalam menyelesaikan penegakan hukum bagi nelayan yang melanggar aturan penggunaan alat tangkap tersebut. Demikian halnya dengan keberadaan Polair yang dibentuk oleh pemerintah dalam upaya memberikan pelindungan bagi nelayan tradisional, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait penyelesaian sengketa antara nelayan tradisonal dan/atau nelayan kecil dengan pengusaha- pengusaha ikan yang menggunakan alat tangkap Pukat Harimau dan/ atau Pukat Grandong.
Tentu permasalahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, apa lagi hingga berlarut. Dalam hal ini Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa pada Minggu, 16 Juni 2019, bertempat di Wisma Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) Medan, Sumatera Utara, menyelenggarakan Pelatihan Paralegal For Nelayan dan Anggota Keluargannya dari tanggal 14 â€\" 16 Juni 2019, dan diakhiri dengan pembentukan komunitas nelayan tradisional dan atau nelayan kecil sebagai mitra jaringan Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa. Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan seri paralegal yang sebelumnya telah dilaksanakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kaliamantan Barat.
Inisiatif Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa bertujuan untuk menggandeng semua elemen masyarakat dalam melakukan upaya perlindungan bagi Nelayan Tradisional dan atau Nelayan Kecil dengan membentuk Komunitas Nelayan Tradisional dan atau nelayan kecil di daerah-daerah pesisir laut.
Keprihatihan serta kepedulian Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa membangun Komunitas Nelayan Tradisional atau Nelayan Kecil dengan semua elemen masyarakat adalah semata-mata demi tercapainya perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan, keadilan sosial bagi nelayan tradisional dan atau nelayan kecil, dan demi tegaknya hukum di wilayah NKRI."/>