TIDAK banyak orang yang mau memahami bahwa dirinya adalah produk evolusi alam. Di alam ini, manusia bukan makhluk VIP, dia sama dengan mahluk lain. Manusia satu famili dengan mahluk mamalia lainnya. Jika dicermati, ada kemiripan mencolok dalam sistem pencernaan antara manusia dengan mamalia lainnya, misalnya sapi, domba, memiliki usus yang relatif panjang.
Ditinjau dari jenis makanannya dan sistem pencernaannya, pada dasarnya adalah herbivora (pemakan tumbuh tumbuhan), karena itu membutuhkan usus yang panjang. Seiring berjalannya waktu, jalur evolusi yang ditempuh manusia sejak 4 juta tahun lalu, telah mengantarkan kita ke bentuk seperti yang kita saksikan hari ini.
Sebelum manusia menggunakan api dalam proses pengolahan makanannya, semua makanan manusia keras. Dibutuhkan otot rahang yang besar , kuat dan gigi yang kokoh.
Itu masih belum cukup, harus dibantu dengan sistem pencernaan yang handal. Sejak 500. 000 tahun lalu manusia mulai menggunakan api untuk mengolah makanan, sehingga makanan menjadi lebih lunak. Otot rahang yang besar dan kuat serta gigi geraham yang besar tidak dibutuhkan lagi.
Akibatnya rahang dan gigi manusia menyusut lebih kecil dan ramping.
Sejak abad XIX manusia menggunakan panci/periuk Papin atau panci tekan/presto untuk memasak makanan.
Hasilnya makanan jadi lebih lunak, bahkan tulang hewan dapat dibuat jadi lunak. Sekarang manusia menggunakan mesin blender untuk membuat makanan dan buah buahan jadi hancur menjadi bubur /cairan.
Semua peralatan itu membuat gigi dan sistem pencernaan dimanjakan, tidak perlu kerja keras lagi.
Ternyata semua perubahan cara/teknik pengolahan makanan telah menimbulkan masalah bagi tubuh khususnya pada sistem pencernaan manusia.
Sistem pencernaan manusia masih tetap, tidak berubah, sama dengan mahluk mamalia lainnya, warisan dari jaman batu sejak jutaan tahun lalu, sementara teknik pengolahan, bentuk/sifat makanannya sudah berubah jauh.
Jika dahulu sejak makanan masuk ke mulut , butuh waktu belasan jam untuk dicerna oleh gigi, usus, enzim, diserap sarinya oleh pembuluh darah, lalu menjadi ampas. Kemudian butuh waktu lagi dirombak oleh bakteri pengurai sampai jadi faces (kotoran) sebelum dikeluarkan melalui lubang anus.
Sekarang dalam waktu singkat dan makanan masih di posisi sekitar seperempat atau sepertiga dari panjang usus, sarinya sudah diserap oleh pembuluh darah. Ampasnya segera diuraikan oleh bakteri, sementara posisi anus masih jauh.
Akibatnya faces terbentuk terlalu awal dan terlalu lama berada di usus sebelum mencapai lubang anus. Hal ini sering menimbulkan infeksi dan peradangan pada usus. Jadi , sekarang manusia sudah tidak membutuhkan lagi usus panjang.
Keadaan ini menimbulkan dilema pada manusia. Kita dihadapkan pada dua pilihan yang belum kita putuskan hingga hari ini. Pertama , kita potong usus menjadi lebih pendek, lalu disambung dengan selang/usus sintetis yang steril dan ada lapisan pelindung untuk mencegah kontaminasi oleh bakteri hingga mencapai posisi lubang anus.
Pilihan ke dua adalah kembali pada cara pengolahan makanan seperti cara pada beberapa abad lalu. Mungkin pilihan itu baru ditentukan oleh generasi mendatang. [***]
© Copyright 2024, All Rights Reserved