Lain lagi dugaan praktek penyimpangan dan kecurangan pada saat pencoblosan (pemungutan suara) pada hari Rabu 17 April 2019 dan hari-hari berikutnya; dari berbagai berita media sosial memviralkan berbagai praktek kecurangan tersebut seperti sejumlah kertas suara Pilpres yang telah tercoblos untuk Paslon No.01 dan itu sangat meluas di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh tanah air. Beredarnya formuir C1 yang isi rekapnya tidak sesuai dengan hasil perhitungan sebenarnya di TPS-TPS, Penyimpanan Kotak Suara di gudang-gudang yang tidak terjamin keamanan dan banyak terindikasi telah dibongkan gembok dan tanpa segel sehingga isi kotak suara disinyalir telah diganti dan ini semua diduga sebagai praktek-praktek kecurangan yang dirancang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang semuanya itu hanya menguntungkan Paslon No.01. Dugaan praktek kecurangan secara kasat mata ternyata terus berlanjut sampai kepada perhitungan rekap asional secara berjenjang yang dilakukan dalam Situng KPU.
Berbagai dalil apologis yang disampaikan para Komisioner KPU atas dugaan Praktek kecurangan dan Manipulasi data hasil Pemilu Pilpres tersebut hanya ditanggapi ringan oleh mereka-mereka Komisioner KPU sebagai kesalahan administratif dan kesalahan input data, sungguh sangat menyepelekan persoalan, padahal persoalan yang mereka lakukan menyangkut hak-hak kedaulatan Rakyat yang dijamin konstitusi dan pertaruhan masa depan dan eksistensi Bangsa dan Negara Republik Indonesia tercinta ini. Akan tetapi para Komisioner KPU secara pongah, arogan menganggap hal tersebut sebagai hal ringan saja, dan bersikap sangat mengabaikan aspirasi dan keluhan yang disampaikan berbagai pihak, sehingga Rakyat banyak jelas-jelas menjadi sudah tidak mempercayai lagi kinerja, kejujuran dan integritas serta profesionalitas mereka seabagai Penyelenggara Pemilu dalam mengemban tugas dan amanah yang seharusnya mereka laksanakan secara baik dan benar serta penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran.
Buah hasil kinerja ugal-ugalan, yang patut diduga jauh dari Kejujuran, Objektivitas, Netralitas, Integritas dan Profesionalisme dari KPU dan seluruh jajarannya inilah yang membuat kehidupan Perpolitikan, kehidupan Sosial Kemasyarakatan bahkan keutuhan Bangsa ini menjadi terguncang, terancam oleh potensi perpecahan dan dipertaruhkan. Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme konstitusi yang ada, maka permasalahan dugaan kecurangan dan berbagai praktek penyimpangan proses penyelenggaraan Pemilu Pilpres 2019, yang dianggap berbagai kalangan sebagai Pemilu terburuk dalam sejarah pemilu sejak berdirinya Negara Republik Indonesia ini, harus diselesaikan melalu lembaga resmi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
Terlepas dari pro kontra, percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan dapat menghasilkan Putusan yang benar-benar berkeadilan, jujur dan objektif dalam mengadili sengketa Pilpres 2019, maka tentunya ini menjadi ujian tersendiri bagi MK dan Keutuhan Bangsa dan Negara ini. Kenegarawanan, Kejujuran, Keadilan, Integritas, Tanggung Jawab Moral, Tanggung Jawab Hukum dan Tanggung Jawab Dunia Akhirat Kepada Allah SWT maupun Profesionalisme seluruh (Sembilan) Hakim Mahkamah Konstitusi akan dipertaruhkan dalam memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Pilpres Tahun 2019.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satu buah Reformasi dan Amandemen UUD 1945, adalah lahirnya Lembaga Tinggi Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), yang secara khusus diatur dalam Pasal 24 C Uundang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai pengejawantahan isi Pasal 24C UUD 1945 tersebut maka secara khusus keberadaan MK diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan beberapa pasal perubahannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Secara umum kewenangan MK, meliputi beberapa hal yaitu : 1. Menguji (Uji Materil) suatu Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar 1945; 2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang diberikan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Memutus Pembubaran Partai Politik; 4. Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu segala sengketa, konflik atau dugaan kecurangan dalam pemilu, bisa diajukan ke MK untuk kemudian diputuskan solusinya; 5. Memberi putusan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden; MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR RI mengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Merujuk pada kewenangan konstitusional yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK), maka ada beberapa fungsi yang melekat pada keberadaan MK yaitu. a. Pengawal Konstitusi (the guardian of the constitutions); b. Penafsir Final Konstitusi (the final interpretor of the constitutions); c. Pelindung Hak Asasi Manusia (the protector of human rights); d. Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara (the protector of citizens constitusional rights); e. Pelindung Demokrasi (the protector of democracy).
Mengacu kepada tugas dan kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, maka dalam mengadili perkara, seperti perkara Pilpres Tahun 2019 yang dimohonkan/diajukan oleh Pihak Capres/Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno melalui kuasa hukumnya, tentunya posisi MK tidak boleh berperan hanya sebatas memeriksa dan memutus apakah selisih perhitungan perolehan suara antara Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 01 yang dimengankan berdasarkan pengumuman KPU dengan Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 02 akan ada pengaruh yang signifikan apabila diproses di MK, kalau hal itu yang dilakukan MK, maka jelas MK telah membonsai dirinya, membonsai tugas dan kewenangan konstitusionalnya yang wajib dilakukan oleh Hakim-Hakim MK sebagai pemegang dan pelaksana amanah yang harus menjalankan tugas dan kewajibanya berdasarkan amanah konstitusi dan Undang-undang sehingga putusan yang dilahirkan dalam perkara Permohonan Sengketa Pilpres bukan suatu putusan yang formalistik, akan tetapi MK harus memeriksa dan mengadili perkara tersebut secara komprehensif tentang adanya dugaan praktek kecurangan yang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif, bahkan indikasi kejahatan demokrasi yang secara kasat mata terlihat dalam seluruh tahapan proses Pemilu Pilpres Tahun 2019. Oleh karena itu MK tidak boleh hanya memutus perkara secara sumir yang hanya menyangkut kuantitas jumlah selisih angka perolehan suara antara Paslon No.01 dan Paslon No.02 yang diputuskan dan diumumkan KPU.
Mahkamah Konstitsi (MK) dalam memeriksa dan mengadili perkara Pilpres yang diajukan Paslon Presiden dan Wakil Presiden No. 02 sebagai Pemohon dan KPU sebagai Termohon secara konstitusional harus mampu dan berkomitmen untuk memeriksa secara komprehensif seluruh dugaan penyimpangan, kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilu dan Paslon No.01 beserta Tim Suksesnya maupun koalisi Partai Politik Pendukung sebagai Peserta Pemilu Pilpres.
Dengan pemeriksaan secara konfrehensif dan menjadikan semua alat bukti sebagai dasarpertimbangan pengambilan keputusan, maka Putusan Mahkamah Konstitusi akan lebih memenuhi rasa keadilan, kejujuran dan kebenaran secara hakiki, bukan hanya sekedar putusan yang formalistik, yang justru hanya menjadi peradilan yang akan menjustifikasi Keputusan dan Pengumuman KPU yang nyata-nyata patut diduga penuh dengan praktek-praktek kecurangan. Mudah-mudahan yang Mulia Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi benar-benar dapat menjalankan tugas mulia tersebut yang harus dipertanggungjawabkan kepada Bangsa dan Negara, Kepada Rakyat Indonesia , Kepada Dunia Internasional dan Kepada Allah SWT.*** Penulis merupakan guru besar FH USU dan Dekan FH UNHAR" itemprop="description"/>
Lain lagi dugaan praktek penyimpangan dan kecurangan pada saat pencoblosan (pemungutan suara) pada hari Rabu 17 April 2019 dan hari-hari berikutnya; dari berbagai berita media sosial memviralkan berbagai praktek kecurangan tersebut seperti sejumlah kertas suara Pilpres yang telah tercoblos untuk Paslon No.01 dan itu sangat meluas di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh tanah air. Beredarnya formuir C1 yang isi rekapnya tidak sesuai dengan hasil perhitungan sebenarnya di TPS-TPS, Penyimpanan Kotak Suara di gudang-gudang yang tidak terjamin keamanan dan banyak terindikasi telah dibongkan gembok dan tanpa segel sehingga isi kotak suara disinyalir telah diganti dan ini semua diduga sebagai praktek-praktek kecurangan yang dirancang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang semuanya itu hanya menguntungkan Paslon No.01. Dugaan praktek kecurangan secara kasat mata ternyata terus berlanjut sampai kepada perhitungan rekap asional secara berjenjang yang dilakukan dalam Situng KPU.
Berbagai dalil apologis yang disampaikan para Komisioner KPU atas dugaan Praktek kecurangan dan Manipulasi data hasil Pemilu Pilpres tersebut hanya ditanggapi ringan oleh mereka-mereka Komisioner KPU sebagai kesalahan administratif dan kesalahan input data, sungguh sangat menyepelekan persoalan, padahal persoalan yang mereka lakukan menyangkut hak-hak kedaulatan Rakyat yang dijamin konstitusi dan pertaruhan masa depan dan eksistensi Bangsa dan Negara Republik Indonesia tercinta ini. Akan tetapi para Komisioner KPU secara pongah, arogan menganggap hal tersebut sebagai hal ringan saja, dan bersikap sangat mengabaikan aspirasi dan keluhan yang disampaikan berbagai pihak, sehingga Rakyat banyak jelas-jelas menjadi sudah tidak mempercayai lagi kinerja, kejujuran dan integritas serta profesionalitas mereka seabagai Penyelenggara Pemilu dalam mengemban tugas dan amanah yang seharusnya mereka laksanakan secara baik dan benar serta penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran.
Buah hasil kinerja ugal-ugalan, yang patut diduga jauh dari Kejujuran, Objektivitas, Netralitas, Integritas dan Profesionalisme dari KPU dan seluruh jajarannya inilah yang membuat kehidupan Perpolitikan, kehidupan Sosial Kemasyarakatan bahkan keutuhan Bangsa ini menjadi terguncang, terancam oleh potensi perpecahan dan dipertaruhkan. Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme konstitusi yang ada, maka permasalahan dugaan kecurangan dan berbagai praktek penyimpangan proses penyelenggaraan Pemilu Pilpres 2019, yang dianggap berbagai kalangan sebagai Pemilu terburuk dalam sejarah pemilu sejak berdirinya Negara Republik Indonesia ini, harus diselesaikan melalu lembaga resmi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
Terlepas dari pro kontra, percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan dapat menghasilkan Putusan yang benar-benar berkeadilan, jujur dan objektif dalam mengadili sengketa Pilpres 2019, maka tentunya ini menjadi ujian tersendiri bagi MK dan Keutuhan Bangsa dan Negara ini. Kenegarawanan, Kejujuran, Keadilan, Integritas, Tanggung Jawab Moral, Tanggung Jawab Hukum dan Tanggung Jawab Dunia Akhirat Kepada Allah SWT maupun Profesionalisme seluruh (Sembilan) Hakim Mahkamah Konstitusi akan dipertaruhkan dalam memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Pilpres Tahun 2019.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satu buah Reformasi dan Amandemen UUD 1945, adalah lahirnya Lembaga Tinggi Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), yang secara khusus diatur dalam Pasal 24 C Uundang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai pengejawantahan isi Pasal 24C UUD 1945 tersebut maka secara khusus keberadaan MK diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan beberapa pasal perubahannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Secara umum kewenangan MK, meliputi beberapa hal yaitu : 1. Menguji (Uji Materil) suatu Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar 1945; 2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang diberikan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Memutus Pembubaran Partai Politik; 4. Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu segala sengketa, konflik atau dugaan kecurangan dalam pemilu, bisa diajukan ke MK untuk kemudian diputuskan solusinya; 5. Memberi putusan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden; MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR RI mengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Merujuk pada kewenangan konstitusional yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK), maka ada beberapa fungsi yang melekat pada keberadaan MK yaitu. a. Pengawal Konstitusi (the guardian of the constitutions); b. Penafsir Final Konstitusi (the final interpretor of the constitutions); c. Pelindung Hak Asasi Manusia (the protector of human rights); d. Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara (the protector of citizens constitusional rights); e. Pelindung Demokrasi (the protector of democracy).
Mengacu kepada tugas dan kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, maka dalam mengadili perkara, seperti perkara Pilpres Tahun 2019 yang dimohonkan/diajukan oleh Pihak Capres/Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno melalui kuasa hukumnya, tentunya posisi MK tidak boleh berperan hanya sebatas memeriksa dan memutus apakah selisih perhitungan perolehan suara antara Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 01 yang dimengankan berdasarkan pengumuman KPU dengan Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 02 akan ada pengaruh yang signifikan apabila diproses di MK, kalau hal itu yang dilakukan MK, maka jelas MK telah membonsai dirinya, membonsai tugas dan kewenangan konstitusionalnya yang wajib dilakukan oleh Hakim-Hakim MK sebagai pemegang dan pelaksana amanah yang harus menjalankan tugas dan kewajibanya berdasarkan amanah konstitusi dan Undang-undang sehingga putusan yang dilahirkan dalam perkara Permohonan Sengketa Pilpres bukan suatu putusan yang formalistik, akan tetapi MK harus memeriksa dan mengadili perkara tersebut secara komprehensif tentang adanya dugaan praktek kecurangan yang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif, bahkan indikasi kejahatan demokrasi yang secara kasat mata terlihat dalam seluruh tahapan proses Pemilu Pilpres Tahun 2019. Oleh karena itu MK tidak boleh hanya memutus perkara secara sumir yang hanya menyangkut kuantitas jumlah selisih angka perolehan suara antara Paslon No.01 dan Paslon No.02 yang diputuskan dan diumumkan KPU.
Mahkamah Konstitsi (MK) dalam memeriksa dan mengadili perkara Pilpres yang diajukan Paslon Presiden dan Wakil Presiden No. 02 sebagai Pemohon dan KPU sebagai Termohon secara konstitusional harus mampu dan berkomitmen untuk memeriksa secara komprehensif seluruh dugaan penyimpangan, kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilu dan Paslon No.01 beserta Tim Suksesnya maupun koalisi Partai Politik Pendukung sebagai Peserta Pemilu Pilpres.
Dengan pemeriksaan secara konfrehensif dan menjadikan semua alat bukti sebagai dasarpertimbangan pengambilan keputusan, maka Putusan Mahkamah Konstitusi akan lebih memenuhi rasa keadilan, kejujuran dan kebenaran secara hakiki, bukan hanya sekedar putusan yang formalistik, yang justru hanya menjadi peradilan yang akan menjustifikasi Keputusan dan Pengumuman KPU yang nyata-nyata patut diduga penuh dengan praktek-praktek kecurangan. Mudah-mudahan yang Mulia Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi benar-benar dapat menjalankan tugas mulia tersebut yang harus dipertanggungjawabkan kepada Bangsa dan Negara, Kepada Rakyat Indonesia , Kepada Dunia Internasional dan Kepada Allah SWT.*** Penulis merupakan guru besar FH USU dan Dekan FH UNHAR"/>
Lain lagi dugaan praktek penyimpangan dan kecurangan pada saat pencoblosan (pemungutan suara) pada hari Rabu 17 April 2019 dan hari-hari berikutnya; dari berbagai berita media sosial memviralkan berbagai praktek kecurangan tersebut seperti sejumlah kertas suara Pilpres yang telah tercoblos untuk Paslon No.01 dan itu sangat meluas di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh tanah air. Beredarnya formuir C1 yang isi rekapnya tidak sesuai dengan hasil perhitungan sebenarnya di TPS-TPS, Penyimpanan Kotak Suara di gudang-gudang yang tidak terjamin keamanan dan banyak terindikasi telah dibongkan gembok dan tanpa segel sehingga isi kotak suara disinyalir telah diganti dan ini semua diduga sebagai praktek-praktek kecurangan yang dirancang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang semuanya itu hanya menguntungkan Paslon No.01. Dugaan praktek kecurangan secara kasat mata ternyata terus berlanjut sampai kepada perhitungan rekap asional secara berjenjang yang dilakukan dalam Situng KPU.
Berbagai dalil apologis yang disampaikan para Komisioner KPU atas dugaan Praktek kecurangan dan Manipulasi data hasil Pemilu Pilpres tersebut hanya ditanggapi ringan oleh mereka-mereka Komisioner KPU sebagai kesalahan administratif dan kesalahan input data, sungguh sangat menyepelekan persoalan, padahal persoalan yang mereka lakukan menyangkut hak-hak kedaulatan Rakyat yang dijamin konstitusi dan pertaruhan masa depan dan eksistensi Bangsa dan Negara Republik Indonesia tercinta ini. Akan tetapi para Komisioner KPU secara pongah, arogan menganggap hal tersebut sebagai hal ringan saja, dan bersikap sangat mengabaikan aspirasi dan keluhan yang disampaikan berbagai pihak, sehingga Rakyat banyak jelas-jelas menjadi sudah tidak mempercayai lagi kinerja, kejujuran dan integritas serta profesionalitas mereka seabagai Penyelenggara Pemilu dalam mengemban tugas dan amanah yang seharusnya mereka laksanakan secara baik dan benar serta penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran.
Buah hasil kinerja ugal-ugalan, yang patut diduga jauh dari Kejujuran, Objektivitas, Netralitas, Integritas dan Profesionalisme dari KPU dan seluruh jajarannya inilah yang membuat kehidupan Perpolitikan, kehidupan Sosial Kemasyarakatan bahkan keutuhan Bangsa ini menjadi terguncang, terancam oleh potensi perpecahan dan dipertaruhkan. Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme konstitusi yang ada, maka permasalahan dugaan kecurangan dan berbagai praktek penyimpangan proses penyelenggaraan Pemilu Pilpres 2019, yang dianggap berbagai kalangan sebagai Pemilu terburuk dalam sejarah pemilu sejak berdirinya Negara Republik Indonesia ini, harus diselesaikan melalu lembaga resmi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
Terlepas dari pro kontra, percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan dapat menghasilkan Putusan yang benar-benar berkeadilan, jujur dan objektif dalam mengadili sengketa Pilpres 2019, maka tentunya ini menjadi ujian tersendiri bagi MK dan Keutuhan Bangsa dan Negara ini. Kenegarawanan, Kejujuran, Keadilan, Integritas, Tanggung Jawab Moral, Tanggung Jawab Hukum dan Tanggung Jawab Dunia Akhirat Kepada Allah SWT maupun Profesionalisme seluruh (Sembilan) Hakim Mahkamah Konstitusi akan dipertaruhkan dalam memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Pilpres Tahun 2019.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satu buah Reformasi dan Amandemen UUD 1945, adalah lahirnya Lembaga Tinggi Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), yang secara khusus diatur dalam Pasal 24 C Uundang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai pengejawantahan isi Pasal 24C UUD 1945 tersebut maka secara khusus keberadaan MK diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan beberapa pasal perubahannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Secara umum kewenangan MK, meliputi beberapa hal yaitu : 1. Menguji (Uji Materil) suatu Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar 1945; 2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang diberikan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Memutus Pembubaran Partai Politik; 4. Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu segala sengketa, konflik atau dugaan kecurangan dalam pemilu, bisa diajukan ke MK untuk kemudian diputuskan solusinya; 5. Memberi putusan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden; MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR RI mengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Merujuk pada kewenangan konstitusional yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK), maka ada beberapa fungsi yang melekat pada keberadaan MK yaitu. a. Pengawal Konstitusi (the guardian of the constitutions); b. Penafsir Final Konstitusi (the final interpretor of the constitutions); c. Pelindung Hak Asasi Manusia (the protector of human rights); d. Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara (the protector of citizens constitusional rights); e. Pelindung Demokrasi (the protector of democracy).
Mengacu kepada tugas dan kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, maka dalam mengadili perkara, seperti perkara Pilpres Tahun 2019 yang dimohonkan/diajukan oleh Pihak Capres/Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno melalui kuasa hukumnya, tentunya posisi MK tidak boleh berperan hanya sebatas memeriksa dan memutus apakah selisih perhitungan perolehan suara antara Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 01 yang dimengankan berdasarkan pengumuman KPU dengan Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 02 akan ada pengaruh yang signifikan apabila diproses di MK, kalau hal itu yang dilakukan MK, maka jelas MK telah membonsai dirinya, membonsai tugas dan kewenangan konstitusionalnya yang wajib dilakukan oleh Hakim-Hakim MK sebagai pemegang dan pelaksana amanah yang harus menjalankan tugas dan kewajibanya berdasarkan amanah konstitusi dan Undang-undang sehingga putusan yang dilahirkan dalam perkara Permohonan Sengketa Pilpres bukan suatu putusan yang formalistik, akan tetapi MK harus memeriksa dan mengadili perkara tersebut secara komprehensif tentang adanya dugaan praktek kecurangan yang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif, bahkan indikasi kejahatan demokrasi yang secara kasat mata terlihat dalam seluruh tahapan proses Pemilu Pilpres Tahun 2019. Oleh karena itu MK tidak boleh hanya memutus perkara secara sumir yang hanya menyangkut kuantitas jumlah selisih angka perolehan suara antara Paslon No.01 dan Paslon No.02 yang diputuskan dan diumumkan KPU.
Mahkamah Konstitsi (MK) dalam memeriksa dan mengadili perkara Pilpres yang diajukan Paslon Presiden dan Wakil Presiden No. 02 sebagai Pemohon dan KPU sebagai Termohon secara konstitusional harus mampu dan berkomitmen untuk memeriksa secara komprehensif seluruh dugaan penyimpangan, kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilu dan Paslon No.01 beserta Tim Suksesnya maupun koalisi Partai Politik Pendukung sebagai Peserta Pemilu Pilpres.
Dengan pemeriksaan secara konfrehensif dan menjadikan semua alat bukti sebagai dasarpertimbangan pengambilan keputusan, maka Putusan Mahkamah Konstitusi akan lebih memenuhi rasa keadilan, kejujuran dan kebenaran secara hakiki, bukan hanya sekedar putusan yang formalistik, yang justru hanya menjadi peradilan yang akan menjustifikasi Keputusan dan Pengumuman KPU yang nyata-nyata patut diduga penuh dengan praktek-praktek kecurangan. Mudah-mudahan yang Mulia Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi benar-benar dapat menjalankan tugas mulia tersebut yang harus dipertanggungjawabkan kepada Bangsa dan Negara, Kepada Rakyat Indonesia , Kepada Dunia Internasional dan Kepada Allah SWT.*** Penulis merupakan guru besar FH USU dan Dekan FH UNHAR"/>
PASCA Putusan dan Pengumuman KPU tentang hasil Pemilu Pilpres 2019 yang diumumkan pada tanggal 21 Mei 2019 malam hari, telah menimbulkan ketidak puasan dan penolakan dari Masyarakat pendukung dan simpatisan Paslon Capres/Cawapres No.02 di seluruh wilayah tanah air, yang sampai diekspresikan melalui aksi damai ribuan massa perwakilan dari berbagai wilayah yang datang ke Ibu Kota Jakarta tanggal 21 " 22 Mei 2019, untuk menyampaikan protes dan penolakan atas putusan dan pengumuman KPU yang dianggap jauh dari hasil riel count perhitungan suara sebenarnya, dimana menurut data riel count yang mereka miliki pemenang Pilpres 17 April 2019 adalah Pasangan Capres/Cawapres Prabowo " Sandi, akan tetapi dalam pengumuman KPU yang dimenangkan adalah Pasangan Capres/Cawapres Jokowi " Ma’ruf Amin. Sontak saja pengumuman KPU tersebut mendapat penolakan dan protes yang meluas, mengingat dari awal seluruh proses tahapan Pemilu, mulai dari persiapan, penyiapan kelengkapan, penentuan DPT, masa kampanye, pelibatan Pejabat, ASN, Pejabat BUMN, oknum Polri, Pelaksanaan Kampanye yang semuanya terindikasi penuh kecurangan yang diduga dilakukan Penyelenggara, Timses, Parpol pendukung yang semuanya diduga hanya untuk memenangkan dan menguntungkan salah satu Paslon dalam hal ini Paslon No.01.
Lain lagi dugaan praktek penyimpangan dan kecurangan pada saat pencoblosan (pemungutan suara) pada hari Rabu 17 April 2019 dan hari-hari berikutnya; dari berbagai berita media sosial memviralkan berbagai praktek kecurangan tersebut seperti sejumlah kertas suara Pilpres yang telah tercoblos untuk Paslon No.01 dan itu sangat meluas di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh tanah air. Beredarnya formuir C1 yang isi rekapnya tidak sesuai dengan hasil perhitungan sebenarnya di TPS-TPS, Penyimpanan Kotak Suara di gudang-gudang yang tidak terjamin keamanan dan banyak terindikasi telah dibongkan gembok dan tanpa segel sehingga isi kotak suara disinyalir telah diganti dan ini semua diduga sebagai praktek-praktek kecurangan yang dirancang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang semuanya itu hanya menguntungkan Paslon No.01. Dugaan praktek kecurangan secara kasat mata ternyata terus berlanjut sampai kepada perhitungan rekap asional secara berjenjang yang dilakukan dalam Situng KPU.
Berbagai dalil apologis yang disampaikan para Komisioner KPU atas dugaan Praktek kecurangan dan Manipulasi data hasil Pemilu Pilpres tersebut hanya ditanggapi ringan oleh mereka-mereka Komisioner KPU sebagai kesalahan administratif dan kesalahan input data, sungguh sangat menyepelekan persoalan, padahal persoalan yang mereka lakukan menyangkut hak-hak kedaulatan Rakyat yang dijamin konstitusi dan pertaruhan masa depan dan eksistensi Bangsa dan Negara Republik Indonesia tercinta ini. Akan tetapi para Komisioner KPU secara pongah, arogan menganggap hal tersebut sebagai hal ringan saja, dan bersikap sangat mengabaikan aspirasi dan keluhan yang disampaikan berbagai pihak, sehingga Rakyat banyak jelas-jelas menjadi sudah tidak mempercayai lagi kinerja, kejujuran dan integritas serta profesionalitas mereka seabagai Penyelenggara Pemilu dalam mengemban tugas dan amanah yang seharusnya mereka laksanakan secara baik dan benar serta penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran.
Buah hasil kinerja ugal-ugalan, yang patut diduga jauh dari Kejujuran, Objektivitas, Netralitas, Integritas dan Profesionalisme dari KPU dan seluruh jajarannya inilah yang membuat kehidupan Perpolitikan, kehidupan Sosial Kemasyarakatan bahkan keutuhan Bangsa ini menjadi terguncang, terancam oleh potensi perpecahan dan dipertaruhkan. Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme konstitusi yang ada, maka permasalahan dugaan kecurangan dan berbagai praktek penyimpangan proses penyelenggaraan Pemilu Pilpres 2019, yang dianggap berbagai kalangan sebagai Pemilu terburuk dalam sejarah pemilu sejak berdirinya Negara Republik Indonesia ini, harus diselesaikan melalu lembaga resmi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
Terlepas dari pro kontra, percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan dapat menghasilkan Putusan yang benar-benar berkeadilan, jujur dan objektif dalam mengadili sengketa Pilpres 2019, maka tentunya ini menjadi ujian tersendiri bagi MK dan Keutuhan Bangsa dan Negara ini. Kenegarawanan, Kejujuran, Keadilan, Integritas, Tanggung Jawab Moral, Tanggung Jawab Hukum dan Tanggung Jawab Dunia Akhirat Kepada Allah SWT maupun Profesionalisme seluruh (Sembilan) Hakim Mahkamah Konstitusi akan dipertaruhkan dalam memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Pilpres Tahun 2019.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satu buah Reformasi dan Amandemen UUD 1945, adalah lahirnya Lembaga Tinggi Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), yang secara khusus diatur dalam Pasal 24 C Uundang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai pengejawantahan isi Pasal 24C UUD 1945 tersebut maka secara khusus keberadaan MK diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan beberapa pasal perubahannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Secara umum kewenangan MK, meliputi beberapa hal yaitu : 1. Menguji (Uji Materil) suatu Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar 1945; 2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang diberikan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Memutus Pembubaran Partai Politik; 4. Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu segala sengketa, konflik atau dugaan kecurangan dalam pemilu, bisa diajukan ke MK untuk kemudian diputuskan solusinya; 5. Memberi putusan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden; MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR RI mengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Merujuk pada kewenangan konstitusional yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK), maka ada beberapa fungsi yang melekat pada keberadaan MK yaitu. a. Pengawal Konstitusi (the guardian of the constitutions); b. Penafsir Final Konstitusi (the final interpretor of the constitutions); c. Pelindung Hak Asasi Manusia (the protector of human rights); d. Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara (the protector of citizens constitusional rights); e. Pelindung Demokrasi (the protector of democracy).
Mengacu kepada tugas dan kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, maka dalam mengadili perkara, seperti perkara Pilpres Tahun 2019 yang dimohonkan/diajukan oleh Pihak Capres/Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno melalui kuasa hukumnya, tentunya posisi MK tidak boleh berperan hanya sebatas memeriksa dan memutus apakah selisih perhitungan perolehan suara antara Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 01 yang dimengankan berdasarkan pengumuman KPU dengan Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 02 akan ada pengaruh yang signifikan apabila diproses di MK, kalau hal itu yang dilakukan MK, maka jelas MK telah membonsai dirinya, membonsai tugas dan kewenangan konstitusionalnya yang wajib dilakukan oleh Hakim-Hakim MK sebagai pemegang dan pelaksana amanah yang harus menjalankan tugas dan kewajibanya berdasarkan amanah konstitusi dan Undang-undang sehingga putusan yang dilahirkan dalam perkara Permohonan Sengketa Pilpres bukan suatu putusan yang formalistik, akan tetapi MK harus memeriksa dan mengadili perkara tersebut secara komprehensif tentang adanya dugaan praktek kecurangan yang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif, bahkan indikasi kejahatan demokrasi yang secara kasat mata terlihat dalam seluruh tahapan proses Pemilu Pilpres Tahun 2019. Oleh karena itu MK tidak boleh hanya memutus perkara secara sumir yang hanya menyangkut kuantitas jumlah selisih angka perolehan suara antara Paslon No.01 dan Paslon No.02 yang diputuskan dan diumumkan KPU.
Mahkamah Konstitsi (MK) dalam memeriksa dan mengadili perkara Pilpres yang diajukan Paslon Presiden dan Wakil Presiden No. 02 sebagai Pemohon dan KPU sebagai Termohon secara konstitusional harus mampu dan berkomitmen untuk memeriksa secara komprehensif seluruh dugaan penyimpangan, kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilu dan Paslon No.01 beserta Tim Suksesnya maupun koalisi Partai Politik Pendukung sebagai Peserta Pemilu Pilpres.
Dengan pemeriksaan secara konfrehensif dan menjadikan semua alat bukti sebagai dasarpertimbangan pengambilan keputusan, maka Putusan Mahkamah Konstitusi akan lebih memenuhi rasa keadilan, kejujuran dan kebenaran secara hakiki, bukan hanya sekedar putusan yang formalistik, yang justru hanya menjadi peradilan yang akan menjustifikasi Keputusan dan Pengumuman KPU yang nyata-nyata patut diduga penuh dengan praktek-praktek kecurangan. Mudah-mudahan yang Mulia Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi benar-benar dapat menjalankan tugas mulia tersebut yang harus dipertanggungjawabkan kepada Bangsa dan Negara, Kepada Rakyat Indonesia , Kepada Dunia Internasional dan Kepada Allah SWT.*** Penulis merupakan guru besar FH USU dan Dekan FH UNHAR
PASCA Putusan dan Pengumuman KPU tentang hasil Pemilu Pilpres 2019 yang diumumkan pada tanggal 21 Mei 2019 malam hari, telah menimbulkan ketidak puasan dan penolakan dari Masyarakat pendukung dan simpatisan Paslon Capres/Cawapres No.02 di seluruh wilayah tanah air, yang sampai diekspresikan melalui aksi damai ribuan massa perwakilan dari berbagai wilayah yang datang ke Ibu Kota Jakarta tanggal 21 " 22 Mei 2019, untuk menyampaikan protes dan penolakan atas putusan dan pengumuman KPU yang dianggap jauh dari hasil riel count perhitungan suara sebenarnya, dimana menurut data riel count yang mereka miliki pemenang Pilpres 17 April 2019 adalah Pasangan Capres/Cawapres Prabowo " Sandi, akan tetapi dalam pengumuman KPU yang dimenangkan adalah Pasangan Capres/Cawapres Jokowi " Ma’ruf Amin. Sontak saja pengumuman KPU tersebut mendapat penolakan dan protes yang meluas, mengingat dari awal seluruh proses tahapan Pemilu, mulai dari persiapan, penyiapan kelengkapan, penentuan DPT, masa kampanye, pelibatan Pejabat, ASN, Pejabat BUMN, oknum Polri, Pelaksanaan Kampanye yang semuanya terindikasi penuh kecurangan yang diduga dilakukan Penyelenggara, Timses, Parpol pendukung yang semuanya diduga hanya untuk memenangkan dan menguntungkan salah satu Paslon dalam hal ini Paslon No.01.
Lain lagi dugaan praktek penyimpangan dan kecurangan pada saat pencoblosan (pemungutan suara) pada hari Rabu 17 April 2019 dan hari-hari berikutnya; dari berbagai berita media sosial memviralkan berbagai praktek kecurangan tersebut seperti sejumlah kertas suara Pilpres yang telah tercoblos untuk Paslon No.01 dan itu sangat meluas di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh tanah air. Beredarnya formuir C1 yang isi rekapnya tidak sesuai dengan hasil perhitungan sebenarnya di TPS-TPS, Penyimpanan Kotak Suara di gudang-gudang yang tidak terjamin keamanan dan banyak terindikasi telah dibongkan gembok dan tanpa segel sehingga isi kotak suara disinyalir telah diganti dan ini semua diduga sebagai praktek-praktek kecurangan yang dirancang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang semuanya itu hanya menguntungkan Paslon No.01. Dugaan praktek kecurangan secara kasat mata ternyata terus berlanjut sampai kepada perhitungan rekap asional secara berjenjang yang dilakukan dalam Situng KPU.
Berbagai dalil apologis yang disampaikan para Komisioner KPU atas dugaan Praktek kecurangan dan Manipulasi data hasil Pemilu Pilpres tersebut hanya ditanggapi ringan oleh mereka-mereka Komisioner KPU sebagai kesalahan administratif dan kesalahan input data, sungguh sangat menyepelekan persoalan, padahal persoalan yang mereka lakukan menyangkut hak-hak kedaulatan Rakyat yang dijamin konstitusi dan pertaruhan masa depan dan eksistensi Bangsa dan Negara Republik Indonesia tercinta ini. Akan tetapi para Komisioner KPU secara pongah, arogan menganggap hal tersebut sebagai hal ringan saja, dan bersikap sangat mengabaikan aspirasi dan keluhan yang disampaikan berbagai pihak, sehingga Rakyat banyak jelas-jelas menjadi sudah tidak mempercayai lagi kinerja, kejujuran dan integritas serta profesionalitas mereka seabagai Penyelenggara Pemilu dalam mengemban tugas dan amanah yang seharusnya mereka laksanakan secara baik dan benar serta penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran.
Buah hasil kinerja ugal-ugalan, yang patut diduga jauh dari Kejujuran, Objektivitas, Netralitas, Integritas dan Profesionalisme dari KPU dan seluruh jajarannya inilah yang membuat kehidupan Perpolitikan, kehidupan Sosial Kemasyarakatan bahkan keutuhan Bangsa ini menjadi terguncang, terancam oleh potensi perpecahan dan dipertaruhkan. Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme konstitusi yang ada, maka permasalahan dugaan kecurangan dan berbagai praktek penyimpangan proses penyelenggaraan Pemilu Pilpres 2019, yang dianggap berbagai kalangan sebagai Pemilu terburuk dalam sejarah pemilu sejak berdirinya Negara Republik Indonesia ini, harus diselesaikan melalu lembaga resmi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
Terlepas dari pro kontra, percaya atau tidak percaya, yakin atau tidak yakin bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan dapat menghasilkan Putusan yang benar-benar berkeadilan, jujur dan objektif dalam mengadili sengketa Pilpres 2019, maka tentunya ini menjadi ujian tersendiri bagi MK dan Keutuhan Bangsa dan Negara ini. Kenegarawanan, Kejujuran, Keadilan, Integritas, Tanggung Jawab Moral, Tanggung Jawab Hukum dan Tanggung Jawab Dunia Akhirat Kepada Allah SWT maupun Profesionalisme seluruh (Sembilan) Hakim Mahkamah Konstitusi akan dipertaruhkan dalam memeriksa, mengadili dan memutus Perkara Pilpres Tahun 2019.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satu buah Reformasi dan Amandemen UUD 1945, adalah lahirnya Lembaga Tinggi Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), yang secara khusus diatur dalam Pasal 24 C Uundang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai pengejawantahan isi Pasal 24C UUD 1945 tersebut maka secara khusus keberadaan MK diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan beberapa pasal perubahannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Secara umum kewenangan MK, meliputi beberapa hal yaitu : 1. Menguji (Uji Materil) suatu Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar 1945; 2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang diberikan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Memutus Pembubaran Partai Politik; 4. Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu segala sengketa, konflik atau dugaan kecurangan dalam pemilu, bisa diajukan ke MK untuk kemudian diputuskan solusinya; 5. Memberi putusan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden; MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR RI mengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Merujuk pada kewenangan konstitusional yang dimiliki Mahkamah Konstitusi (MK), maka ada beberapa fungsi yang melekat pada keberadaan MK yaitu. a. Pengawal Konstitusi (the guardian of the constitutions); b. Penafsir Final Konstitusi (the final interpretor of the constitutions); c. Pelindung Hak Asasi Manusia (the protector of human rights); d. Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara (the protector of citizens constitusional rights); e. Pelindung Demokrasi (the protector of democracy).
Mengacu kepada tugas dan kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, maka dalam mengadili perkara, seperti perkara Pilpres Tahun 2019 yang dimohonkan/diajukan oleh Pihak Capres/Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno melalui kuasa hukumnya, tentunya posisi MK tidak boleh berperan hanya sebatas memeriksa dan memutus apakah selisih perhitungan perolehan suara antara Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 01 yang dimengankan berdasarkan pengumuman KPU dengan Paslon Presiden/Wakil Presiden Nomor 02 akan ada pengaruh yang signifikan apabila diproses di MK, kalau hal itu yang dilakukan MK, maka jelas MK telah membonsai dirinya, membonsai tugas dan kewenangan konstitusionalnya yang wajib dilakukan oleh Hakim-Hakim MK sebagai pemegang dan pelaksana amanah yang harus menjalankan tugas dan kewajibanya berdasarkan amanah konstitusi dan Undang-undang sehingga putusan yang dilahirkan dalam perkara Permohonan Sengketa Pilpres bukan suatu putusan yang formalistik, akan tetapi MK harus memeriksa dan mengadili perkara tersebut secara komprehensif tentang adanya dugaan praktek kecurangan yang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif, bahkan indikasi kejahatan demokrasi yang secara kasat mata terlihat dalam seluruh tahapan proses Pemilu Pilpres Tahun 2019. Oleh karena itu MK tidak boleh hanya memutus perkara secara sumir yang hanya menyangkut kuantitas jumlah selisih angka perolehan suara antara Paslon No.01 dan Paslon No.02 yang diputuskan dan diumumkan KPU.
Mahkamah Konstitsi (MK) dalam memeriksa dan mengadili perkara Pilpres yang diajukan Paslon Presiden dan Wakil Presiden No. 02 sebagai Pemohon dan KPU sebagai Termohon secara konstitusional harus mampu dan berkomitmen untuk memeriksa secara komprehensif seluruh dugaan penyimpangan, kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilu dan Paslon No.01 beserta Tim Suksesnya maupun koalisi Partai Politik Pendukung sebagai Peserta Pemilu Pilpres.
Dengan pemeriksaan secara konfrehensif dan menjadikan semua alat bukti sebagai dasarpertimbangan pengambilan keputusan, maka Putusan Mahkamah Konstitusi akan lebih memenuhi rasa keadilan, kejujuran dan kebenaran secara hakiki, bukan hanya sekedar putusan yang formalistik, yang justru hanya menjadi peradilan yang akan menjustifikasi Keputusan dan Pengumuman KPU yang nyata-nyata patut diduga penuh dengan praktek-praktek kecurangan. Mudah-mudahan yang Mulia Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi benar-benar dapat menjalankan tugas mulia tersebut yang harus dipertanggungjawabkan kepada Bangsa dan Negara, Kepada Rakyat Indonesia , Kepada Dunia Internasional dan Kepada Allah SWT.*** Penulis merupakan guru besar FH USU dan Dekan FH UNHAR