Ketua Tim Task Force FAPP, Petrus Selestinus dalam keterangannya mengatakan, pemerintah dalam hal ini Menteri Agama Fachrul Razi, tidak boleh tunduk terhadap ormas intoleran di sana yang melakukan penandatangan surat pernyataan penolakan pelaksanaan ibadah Natal.
Melainkan harus memproses hukum para pimpinan ormas yang melakukan aksi penandatanganan tersebut.
Karena menurut Petrus, aksi itu telah melanggar ketentuan UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU 16/2017 tentang Ormas.
\"Karena tindakan pelarangan itu selain bukan wewenang ormas, juga sudah meniadakan hak-hak warga umat Kristiani untuk merayakan ibadah Natal selama bertahun-tahun sebagai kejahatan berlanjut,\" ujar Petrus, Selasa (24/12).
Petrus sendiri mengaku mendapatkan informasi terkait adanya surat larangan penyelenggaraan ibadah Hari Raya Natal di Nagari Sikabau, Dharmasraya melalui media sosial.
Surat itu memperlihatkan kesepakatan yang dibuat oleh sejumlah ormas untuk melarang perayaan Natal di daerah tersebut.
Bagi Petrus, Kemenag dan Polri sudah seharusnya menindaklanjuti persoalan ini. Sebab, menurut UU 40/2008 dan UU 16/2017, pemerintah tidak boleh mentolerir sikap intoleran yang terjadi di masyarakat kalangan minoritas.
\"Jangan berlaga pilon dan bersikap seakan-akan menjadi jubirnya ormas intoleran di Sumatera Barat, dengan dalil bahwa pelarangan ibadah Natal bagi umat Kristiani di Sumatera Barat sudah ada surat kesepakatan atau perjanjiannnya,\" ucap Petrus.
\"Kalau seperti itu artinya, aparat pemerintah tunduk kepada perilaku intoleran ormas di balik kesepakatan yang melarang umat Kristiani melaksanakan Ibadah Natal,\" tutup dia menambahkan.[R]
" itemprop="description"/>Ketua Tim Task Force FAPP, Petrus Selestinus dalam keterangannya mengatakan, pemerintah dalam hal ini Menteri Agama Fachrul Razi, tidak boleh tunduk terhadap ormas intoleran di sana yang melakukan penandatangan surat pernyataan penolakan pelaksanaan ibadah Natal.
Melainkan harus memproses hukum para pimpinan ormas yang melakukan aksi penandatanganan tersebut.
Karena menurut Petrus, aksi itu telah melanggar ketentuan UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU 16/2017 tentang Ormas.
\"Karena tindakan pelarangan itu selain bukan wewenang ormas, juga sudah meniadakan hak-hak warga umat Kristiani untuk merayakan ibadah Natal selama bertahun-tahun sebagai kejahatan berlanjut,\" ujar Petrus, Selasa (24/12).
Petrus sendiri mengaku mendapatkan informasi terkait adanya surat larangan penyelenggaraan ibadah Hari Raya Natal di Nagari Sikabau, Dharmasraya melalui media sosial.
Surat itu memperlihatkan kesepakatan yang dibuat oleh sejumlah ormas untuk melarang perayaan Natal di daerah tersebut.
Bagi Petrus, Kemenag dan Polri sudah seharusnya menindaklanjuti persoalan ini. Sebab, menurut UU 40/2008 dan UU 16/2017, pemerintah tidak boleh mentolerir sikap intoleran yang terjadi di masyarakat kalangan minoritas.
\"Jangan berlaga pilon dan bersikap seakan-akan menjadi jubirnya ormas intoleran di Sumatera Barat, dengan dalil bahwa pelarangan ibadah Natal bagi umat Kristiani di Sumatera Barat sudah ada surat kesepakatan atau perjanjiannnya,\" ucap Petrus.
\"Kalau seperti itu artinya, aparat pemerintah tunduk kepada perilaku intoleran ormas di balik kesepakatan yang melarang umat Kristiani melaksanakan Ibadah Natal,\" tutup dia menambahkan.[R]
"/>Ketua Tim Task Force FAPP, Petrus Selestinus dalam keterangannya mengatakan, pemerintah dalam hal ini Menteri Agama Fachrul Razi, tidak boleh tunduk terhadap ormas intoleran di sana yang melakukan penandatangan surat pernyataan penolakan pelaksanaan ibadah Natal.
Melainkan harus memproses hukum para pimpinan ormas yang melakukan aksi penandatanganan tersebut.
Karena menurut Petrus, aksi itu telah melanggar ketentuan UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU 16/2017 tentang Ormas.
\"Karena tindakan pelarangan itu selain bukan wewenang ormas, juga sudah meniadakan hak-hak warga umat Kristiani untuk merayakan ibadah Natal selama bertahun-tahun sebagai kejahatan berlanjut,\" ujar Petrus, Selasa (24/12).
Petrus sendiri mengaku mendapatkan informasi terkait adanya surat larangan penyelenggaraan ibadah Hari Raya Natal di Nagari Sikabau, Dharmasraya melalui media sosial.
Surat itu memperlihatkan kesepakatan yang dibuat oleh sejumlah ormas untuk melarang perayaan Natal di daerah tersebut.
Bagi Petrus, Kemenag dan Polri sudah seharusnya menindaklanjuti persoalan ini. Sebab, menurut UU 40/2008 dan UU 16/2017, pemerintah tidak boleh mentolerir sikap intoleran yang terjadi di masyarakat kalangan minoritas.
\"Jangan berlaga pilon dan bersikap seakan-akan menjadi jubirnya ormas intoleran di Sumatera Barat, dengan dalil bahwa pelarangan ibadah Natal bagi umat Kristiani di Sumatera Barat sudah ada surat kesepakatan atau perjanjiannnya,\" ucap Petrus.
\"Kalau seperti itu artinya, aparat pemerintah tunduk kepada perilaku intoleran ormas di balik kesepakatan yang melarang umat Kristiani melaksanakan Ibadah Natal,\" tutup dia menambahkan.[R]
"/>