Pihak Keksaan Tinggi Aceh mengumumkan nama Hj Kursaidah dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus penyalahgunaan hutan produksi di Areal 200, Desa Pante Cempa, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.
Pengumuman yang disampaikan oleh Plh Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Ali Rasab Lubis ini menarik perhatian sebab dalam riwayat kasusnya, beberapa nama bermunculan terkait proses ganti rugi yang dinilai tidak sah sesuai aturan hukum. Salah satu dari sekian nama yang muncul adalah Kabir Bedi sosok yang kini menjabat Dirut Perumda Tirtanadi.
Berdasarkan penelusuran redaksi dalam berkas putusan PN Kuala Simpang nomor 30/Pid.B/2012/PN.KSP disebutkan bahwa kasus penguasaan lahan seluas kurang lebih 58,33 hektar yang masuk dalam kawasan Hutan Produksi tersebut berawal dari aksi Hj Kursaidah dan beberapa keluarganya melakukan ganti rugi lahan seluas 100 hektar kepada seseorang bernama Oscar Wirabuana yang ternyata juga tidak memiliki alas hak atas lahan tersebut.
Ganti rugi ini terjadi antara Oscar Wirabuana dengan pihak keluarga dari Hj Kursaidah. Ada pembayaran ganti rugi dan pelepasan hak tanah dari Oscar Wirabuana kepada beberapa keluarga Kursaidah yakni 20 ha dengan nilai Rp 20 juta kepada Zamir Alfi; ganti rugi dan pelepasan hak tanah Fayaz Achman seluas 20 ha senilai Rp 20 juta; ganti rugi dan pelepasan hak tanah seluas 14 ha senilai Rp 14 juta kepada Kabir Bedi; ganti rugi dan pelepasan hak tanah seluas 14 ha kepada Sagir Alva; ganti rugi dan pelepasan hak tanah seluas 20 ha senilai Rp 20 juta kepada Hj Kursaidah, dan ganti rugi dan pelepasan hak atas tanah seluas 14 ha senilai Rp 14 juta kepada Katrin Sunita. Disebutkan proses ini terjadi pada 4 September 2006.
Ganti rugi lahan kembali terjadi antara masyarakat kepada keluarga Hj Kursaidah pada 12 Februari 2007. Dalam proses ini kembali nama Kabir Bedi muncul dimana terjadi ganti rugi dan pelepasan hak atas tanah dari Hasan kepada Kabir Bedi seluas 22,73 ha seharga Rp 22 juta.
Dalam putusannya pada Senin 8 Oktober 2012, hakim PN Kuala Simpang menyatakan Hj Kursaidah terbukti bersalah dengan menduduki dan menggunakan kawasan Hutan Produksi di Areal 200, Desa Pante Cempa, Kecamatan Bandar Pusaka, Aceh Tamiang dari tahun 2006 hingga 2011 silam. Kursaidah menggunakan hutan tersebut untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan sentang. Tapi dia tidak memiliki izin pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan RI.
Atas perbuatannya Kursaidah dikenakan Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) a Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pada 15 Oktober 2012 Pengadilan Negeri Kuala Simpang memvonis terdakwa selama enam bulan penjara, denda Rp10 juta. Apabila tidak membayar denda maka akan dikenakan kurungan penjara selama dua bulan.
Karena tidak terima atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Tamiang dan penasehat terdakwa melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh pada 2 April 2013. Akhirnya Pengadilan Tinggi Banda Aceh menguatkan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kuala Simpang No. 30/Pid.B/2012/ PN-Ksp tanggal 15 Oktober 2012.
Kemudian terdakwa mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh tersebut pada 13 Mei 2013. Selanjutnya pada 15 Oktober 2014, dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung (MA) pada hari Rabu tanggal 15 Oktober 2014, Surya Jaya sebagai Ketua Majelis dan Hakim anggota Suhadi dan Margono menolak upaya kasasi tersebut.
Sejauh ini, Kabir Bedi yang dikonfirmasi terkait kemunculan namanya pada risalah kasus Hj Kursaidah belum memberikan jawaban.
© Copyright 2024, All Rights Reserved