Kinerja ekonomi di kuartal ketiga untuk nasional diperkirakan masih kembali mencatatkan kinerja yang negatif. Dan besar kemungkinan Indonesia akan masuk dalam jurang resesi menyusul negara lain yang sudah terlebih dahulu mengalami resesi. Sejauh ini upaya yang dilakukan pemerintah masih mengandalkan bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin mengatakan, yang menjadi masalah selanjutnya adalah belanja pemerintah yang habis untuk belanja masyarakat itu hanya sekitar 16% dari PDB. "Artinya memang sektor lainnya harus digerakkan, salah satunya sektor swasta. Dengan tren perkembangan ekonomi global yang juga mengalami perlambatan. Maka konsumsi domestik yang diharapkan jadi motor pertumbuhan menjadi satu-satunya andalan," katanya, Rabu (12/8). Jika melihat perkembangan kinerja ekonomi nasional di kuartal ini dibandingkan kuartal kedua. Memang terlihat ada pemulihan. Tetapi kinerjanya masih lebih lambat dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu. Kalau melihat tren perkembangan CAD yang diperkirakan akan tetap positif di tahun 2020, dan angkanya masih dibawah kisaran 2% dari PDB. Namun menurutnya, data tersebut dengan jelas menyajikan bahwa ekspor yang mengalami penurunan belakangan ini juga diikuti dengan penurunan impor yang lebih besar. Sehingga CAD nya memang terjaga. "Tetapi dengan jelas menunjukan bahwa aktifitas ekonomi mengalami perlambatan. Nah ini masalah mendasar yang membuat saya yakin kalau di kuartal ketiga ini pertumbuhan ekonomi masih akan negatif," ungkapnya. Potensi pertumbuhan ekonomi negative mungkin akan berkisar antara 0 hingga -1.35 dikuartal ketiga ini. Meksipun tetap berpeluang akan saya ubah ekspektasinya dalam waktu dekat. Indikator yang paling mencolok terkait dengan kinerja ekonomi adalah realisasi deflasi yang kian menunjukan bahwa belanja masyarakat belum membaik. Untuk wilayah Sumut, yang dikuartal kedua kemarin mengalami pertumbuhan negative 2.3%. Sebenarnya juga tengah mengalami masalah yang juga tak kalah jauh berbeda dengan nasional. Hanya saja peluang Sumut untuk tumbuh positif di kuartal ketiga sangat terbuka. Saya memperkirakan Sumut akan mampu tumbuh positif dikuartal ketiga dalam rentang pertumbuhan 0.8% hingga 1.2%. "Walaupun ekspektasi saya tersebut masih terlalu dini. Dan masih besar kemungkinan akan saya revisi nantinya. Dikarenakan masih ada waktu 1.5 bulan lagi untuk dilakukan kajian terkait dengan perkembangan ekonomi Sumut kedepan. Namun, jika melihat indikator yang ada saat ini, saya menilai akan ada potensi SUMUT mampu keluar dari resesi," sambungnya. Hanya saja yang menjadi pertanyaan besar selanjutnya menurut Gunawan yakni sektor konstruksi di Sumut belakangan terpuruk cukup dalam. Konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah masih mendominasi. Sektor wisata terpuruk, investasi turun, sektor manufaktur juga mengalami perlambatan. Dan yang tak kalah pelik adalah Sumut juga mengalami rentetan panjang deflasi yang mengindikasikan daya beli juga tengah bermasalah. Kalau melihat data, hampir semua kontribusi pertumbuhan ekonomi Sumut dari sisi penawaran mengalami pertumbuhan negatif. Jadi PR buat pemerintah daerah untuk sekedar bertahan dari kemungkinan tekanan ekonomi agar tidak tumbuh negatif saja sudah demikian berat. "Artinya saya pesimis dengan kemampuan pemerintah daerah dalam menstimulan pertumbuhan ekonomi. Dan kerangka kebijakan untuk keluar dari tekanan ekonomi masih banyak dimotori kebijakan pusat. Jadi sebaiknya kita persiapkan diri kita untuk kemungkinan skenario yang terburuk yang bisa saja terjadi. Yakni kita berhadapan dengan resesi," pungkasnya.[R]
Kinerja ekonomi di kuartal ketiga untuk nasional diperkirakan masih kembali mencatatkan kinerja yang negatif. Dan besar kemungkinan Indonesia akan masuk dalam jurang resesi menyusul negara lain yang sudah terlebih dahulu mengalami resesi. Sejauh ini upaya yang dilakukan pemerintah masih mengandalkan bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin mengatakan, yang menjadi masalah selanjutnya adalah belanja pemerintah yang habis untuk belanja masyarakat itu hanya sekitar 16% dari PDB. "Artinya memang sektor lainnya harus digerakkan, salah satunya sektor swasta. Dengan tren perkembangan ekonomi global yang juga mengalami perlambatan. Maka konsumsi domestik yang diharapkan jadi motor pertumbuhan menjadi satu-satunya andalan," katanya, Rabu (12/8). Jika melihat perkembangan kinerja ekonomi nasional di kuartal ini dibandingkan kuartal kedua. Memang terlihat ada pemulihan. Tetapi kinerjanya masih lebih lambat dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu. Kalau melihat tren perkembangan CAD yang diperkirakan akan tetap positif di tahun 2020, dan angkanya masih dibawah kisaran 2% dari PDB. Namun menurutnya, data tersebut dengan jelas menyajikan bahwa ekspor yang mengalami penurunan belakangan ini juga diikuti dengan penurunan impor yang lebih besar. Sehingga CAD nya memang terjaga. "Tetapi dengan jelas menunjukan bahwa aktifitas ekonomi mengalami perlambatan. Nah ini masalah mendasar yang membuat saya yakin kalau di kuartal ketiga ini pertumbuhan ekonomi masih akan negatif," ungkapnya. Potensi pertumbuhan ekonomi negative mungkin akan berkisar antara 0 hingga -1.35 dikuartal ketiga ini. Meksipun tetap berpeluang akan saya ubah ekspektasinya dalam waktu dekat. Indikator yang paling mencolok terkait dengan kinerja ekonomi adalah realisasi deflasi yang kian menunjukan bahwa belanja masyarakat belum membaik. Untuk wilayah Sumut, yang dikuartal kedua kemarin mengalami pertumbuhan negative 2.3%. Sebenarnya juga tengah mengalami masalah yang juga tak kalah jauh berbeda dengan nasional. Hanya saja peluang Sumut untuk tumbuh positif di kuartal ketiga sangat terbuka. Saya memperkirakan Sumut akan mampu tumbuh positif dikuartal ketiga dalam rentang pertumbuhan 0.8% hingga 1.2%. "Walaupun ekspektasi saya tersebut masih terlalu dini. Dan masih besar kemungkinan akan saya revisi nantinya. Dikarenakan masih ada waktu 1.5 bulan lagi untuk dilakukan kajian terkait dengan perkembangan ekonomi Sumut kedepan. Namun, jika melihat indikator yang ada saat ini, saya menilai akan ada potensi SUMUT mampu keluar dari resesi," sambungnya. Hanya saja yang menjadi pertanyaan besar selanjutnya menurut Gunawan yakni sektor konstruksi di Sumut belakangan terpuruk cukup dalam. Konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah masih mendominasi. Sektor wisata terpuruk, investasi turun, sektor manufaktur juga mengalami perlambatan. Dan yang tak kalah pelik adalah Sumut juga mengalami rentetan panjang deflasi yang mengindikasikan daya beli juga tengah bermasalah. Kalau melihat data, hampir semua kontribusi pertumbuhan ekonomi Sumut dari sisi penawaran mengalami pertumbuhan negatif. Jadi PR buat pemerintah daerah untuk sekedar bertahan dari kemungkinan tekanan ekonomi agar tidak tumbuh negatif saja sudah demikian berat. "Artinya saya pesimis dengan kemampuan pemerintah daerah dalam menstimulan pertumbuhan ekonomi. Dan kerangka kebijakan untuk keluar dari tekanan ekonomi masih banyak dimotori kebijakan pusat. Jadi sebaiknya kita persiapkan diri kita untuk kemungkinan skenario yang terburuk yang bisa saja terjadi. Yakni kita berhadapan dengan resesi," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved