Dua orang warga yang mengaku bagian dari Masyarakat Adat Sihaporas divonis 1,5 tahun penjara karena mempertahankan lahan adat. Keduanya yakni Jonny Ambarita dan Thomson Ambarita yang merupakan keturunan dari Ompu Mamontang Laut. Protes terhadap putusan yang dikeluarkan oleh PN Simalungun tersebut twrus dilakukan oleh rekan-rekannya. Dengan didampingi tim dari pihak Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), mereka mendesak agar rekan mereka dibebaskan. "Negara harus hadir melihat ketidakadilan ini," kata Ketua Komunitas Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan saat memberikan keterangan pers di Medan, Kamis (6/2). Ia menjelaskan, dua orang rekan mereka tersebut diduga menjadi korban kriminalisasi. Sebab, mereka ditahan setelah terjadinya benteok antara warga dengan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada 16 September 2019 lalu. "Mereka diproses secara hukum namun humas dari pihak PT TPL hingga saat ini belum diperiksa. Ini menunjukkan hukum berpihak kepada korporat. Padahal bentrok itu dipicu sikap arogan mereka terhadap warga yang bercocok tanam diatas lahan nenek moyangnya," ujarnya. Atas kondisi ini mereka menyampaikan beberapa tuntutan lain yakni meminta Pemkab Simalungun dan Pemkab Tapanuli Utara menyetujui area konsesi lahan adat mereka. Mereka juga mendesak pemerintah agar menutup PT TPL.[R]
Dua orang warga yang mengaku bagian dari Masyarakat Adat Sihaporas divonis 1,5 tahun penjara karena mempertahankan lahan adat. Keduanya yakni Jonny Ambarita dan Thomson Ambarita yang merupakan keturunan dari Ompu Mamontang Laut. Protes terhadap putusan yang dikeluarkan oleh PN Simalungun tersebut twrus dilakukan oleh rekan-rekannya. Dengan didampingi tim dari pihak Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), mereka mendesak agar rekan mereka dibebaskan. "Negara harus hadir melihat ketidakadilan ini," kata Ketua Komunitas Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan saat memberikan keterangan pers di Medan, Kamis (6/2). Ia menjelaskan, dua orang rekan mereka tersebut diduga menjadi korban kriminalisasi. Sebab, mereka ditahan setelah terjadinya benteok antara warga dengan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada 16 September 2019 lalu. "Mereka diproses secara hukum namun humas dari pihak PT TPL hingga saat ini belum diperiksa. Ini menunjukkan hukum berpihak kepada korporat. Padahal bentrok itu dipicu sikap arogan mereka terhadap warga yang bercocok tanam diatas lahan nenek moyangnya," ujarnya. Atas kondisi ini mereka menyampaikan beberapa tuntutan lain yakni meminta Pemkab Simalungun dan Pemkab Tapanuli Utara menyetujui area konsesi lahan adat mereka. Mereka juga mendesak pemerintah agar menutup PT TPL.© Copyright 2024, All Rights Reserved