Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta dana tambahan sebesar Rp535,9 miliar untuk pelaksanaan Pilkada 2020 pada 9 Desember mendatang di 270 daerah. Dana tambahan berkenaan dengan pilkada yang dihelat di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Dana tambahan itu, kata Arief, bakal dipakai membeli alat pelindung diri (APD) untuk para petugas penyelenggara pemilu. Di antaranya berupa masker, baju pelindung diri, sarung tangan, pelindung wajah, tong air, sabun cuci tangan, tisu hingga cairan disinfektan. Selain itu tambahan anggaran tersebut juga akan digunakan untuk membeli masker bagi para pemilih sebanyak 105 juta orang sebesar Rp 263,4 miliar. Kemudian, pembelian alat kesehatan bagi petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih sebesar Rp 259,2 miliar. Menanggapi hal ini, peneliti Indekstat Indonesia Wasis Wiseso Pamungkas, S.Pt mengungkapkan bahwa jika dana permohonan tersebut dikabulkan oleh pemerintah pusat, maka akan menjadikan pilkada serentak ini menjadi pilkada yang memakan banyak biaya namun tak membawa perubahan yang signifikan bagi proses pembangunan daerah ke depannya. “penerapan hidup new normal yang terkesan dipaksakan sekali ini juga berimbas pada meningkatnya anggaran pilkada serentak yang dibutuhkan. Pasalnya pemerintah juga harus menjamin proses pelaksanaan pilkada tersebut tidak menyebabkan terjadinya lonjakan kasus covid-19 di berbagai daerah yang melaksanakan pilkada.” terang wasis kepada kantor berita politik RMOLSumut, Sabtu (30/5). Selain itu, Wasis juga menyoroti banyaknya kepada daerah yang berpeluang maju sebagai calon petahana pada pilkada serentak desember mendatang. Ia menilai bahwa, sebagai calon petahana para kepala daerah incumbent memiliki kesempatan yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan calon penantang lainnya. Hal ini disebabkan karena calon petahana tersebut memiliki kesempatan yang jauh lebih luas untuk bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat, meskipun dilakukan dalam cover kunjungan kerja dan sebagainya. “Tidak bisa dipungkiri, bahwa kepala daerah yang akan maju sebagai calon petahana memiliki ruang gerak yang lebih bebas dari penantangnya. Sosialisasi dirinya sebagai calon petahana juga dapat disisipkan dalam program-program penanganan covid-19 ini. Sementara di sisi lain calon penantang petahana memiliki keterbatasan ruang gerak, akibat harus menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Dilarang berkerumun, mengumpulkan masa, atau bahkan himbauan untuk tidak keluar rumah.” ujarnya. Wasis memprediksi bahwa komposisi kepala-kepala daerah hasil pilkada tahun 2020 ini tidak akan banyak berubah dari periode sebelumnya. Hal tersebut juga menyebabkan berbagai kebijakan dan proses penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak akan banyak berubah. Lebih lanjut, Wasis mengatakan bahwa hal itu sedikit banyak juga akan mempengaruhi konstelasi politik secara nasional di tahun 2024 mendatang.[R]
Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta dana tambahan sebesar Rp535,9 miliar untuk pelaksanaan Pilkada 2020 pada 9 Desember mendatang di 270 daerah. Dana tambahan berkenaan dengan pilkada yang dihelat di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Dana tambahan itu, kata Arief, bakal dipakai membeli alat pelindung diri (APD) untuk para petugas penyelenggara pemilu. Di antaranya berupa masker, baju pelindung diri, sarung tangan, pelindung wajah, tong air, sabun cuci tangan, tisu hingga cairan disinfektan. Selain itu tambahan anggaran tersebut juga akan digunakan untuk membeli masker bagi para pemilih sebanyak 105 juta orang sebesar Rp 263,4 miliar. Kemudian, pembelian alat kesehatan bagi petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih sebesar Rp 259,2 miliar. Menanggapi hal ini, peneliti Indekstat Indonesia Wasis Wiseso Pamungkas, S.Pt mengungkapkan bahwa jika dana permohonan tersebut dikabulkan oleh pemerintah pusat, maka akan menjadikan pilkada serentak ini menjadi pilkada yang memakan banyak biaya namun tak membawa perubahan yang signifikan bagi proses pembangunan daerah ke depannya. “penerapan hidup new normal yang terkesan dipaksakan sekali ini juga berimbas pada meningkatnya anggaran pilkada serentak yang dibutuhkan. Pasalnya pemerintah juga harus menjamin proses pelaksanaan pilkada tersebut tidak menyebabkan terjadinya lonjakan kasus covid-19 di berbagai daerah yang melaksanakan pilkada.” terang wasis kepada kantor berita politik RMOLSumut, Sabtu (30/5). Selain itu, Wasis juga menyoroti banyaknya kepada daerah yang berpeluang maju sebagai calon petahana pada pilkada serentak desember mendatang. Ia menilai bahwa, sebagai calon petahana para kepala daerah incumbent memiliki kesempatan yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan calon penantang lainnya. Hal ini disebabkan karena calon petahana tersebut memiliki kesempatan yang jauh lebih luas untuk bersosialisasi secara langsung dengan masyarakat, meskipun dilakukan dalam cover kunjungan kerja dan sebagainya. “Tidak bisa dipungkiri, bahwa kepala daerah yang akan maju sebagai calon petahana memiliki ruang gerak yang lebih bebas dari penantangnya. Sosialisasi dirinya sebagai calon petahana juga dapat disisipkan dalam program-program penanganan covid-19 ini. Sementara di sisi lain calon penantang petahana memiliki keterbatasan ruang gerak, akibat harus menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Dilarang berkerumun, mengumpulkan masa, atau bahkan himbauan untuk tidak keluar rumah.” ujarnya. Wasis memprediksi bahwa komposisi kepala-kepala daerah hasil pilkada tahun 2020 ini tidak akan banyak berubah dari periode sebelumnya. Hal tersebut juga menyebabkan berbagai kebijakan dan proses penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak akan banyak berubah. Lebih lanjut, Wasis mengatakan bahwa hal itu sedikit banyak juga akan mempengaruhi konstelasi politik secara nasional di tahun 2024 mendatang.© Copyright 2024, All Rights Reserved