Kursi panas sepertinya layak disematkan pada jabatan Kapolsek Percut Sei Tuan yang berada di jajaran Polrestabes Medan. Bagaimana tidak panas, dalam kurun setahun terakhir, pergantian pucuk pimpinan polsek yang bermarkas di Jalan Letda Sudjono tersebut berakhir dengan mutasi. Dalam istilah populernya di masyarakat mungkin sering disebut dengan pencopotan.
Mengacu pada Peraturan Kapolri nomor 16 Tahun 2012 tentang Mutasi Anggota Polri maka ada tiga jenis mutasi yaitu mutasi promosi, setara dan demosi.
Yang pertama mutasi promosi tentu saja pencopotan karena naik jabatan dimana sang Kapolsek harus meninggalkan jabatannya demi peningkatan karir jabatan. Yang kedua, mutasi setara dimana sang pejabat Kapolsek dipindahtugaskan pada jenjang jabatan yang setara atau pada level yang sama. Dan ketiga mutasi demosi yaitu pemindahan anggota dari satu jabatan ke jabatan lain yang tingkatannya lebih rendah serta dapat juga diberhentikan dari jabatannya.
Saya kira, mengacu tiga jenis mutasi tersebut, maka jenis mutasi yang ketiga merupakan yang terjadi pada jabatan Kapolsek Percut Sei Tuan dalam kurun sekitar 1 tahun terakhir.
Dimulai dari pencopotan Kompol Otniel Siahaan pada Juli 2020 yang disebut sebagai buntut kasus penganiayaan terhadap seorang saksi bernama Sarpan dalam penyelidikan kasus pembunuhan. Kompol Otniel digantikan AKP AKP Ricky Paripurna Atmaja yang kemudian dicopot pada Februari 2021 karena penyelenggaraan turnamen 'Live Final Fun Futsal Cup' yang memicu kerumunan di masa pandemi di Gedung Serba Guna yang merupakan wilayah hukum mereka. Otniel digantikan AKP Janpiter Napitupulu yang terbaru disebut dicopot karena menetapkan status tersangka terhadap Litiwari Gea, pedagang pasar tradisional yang menjadi korban penganiayaan preman.
Saya kira, Polri dibawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah sangat gamblang mendeklarasikan kebijakan baru lewat konsep PRESISI (prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan). Konsep yang jika dipahami dan dijalankan dengan benar saya kira akan membuat setiap kinerja polri akan selalu mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif dan problem solving.
Tapi begitulah, mungkin masih butuh waktu panjang agar konsep PRESISI yang konon membuat paparan Jenderal Listyo Sigit mendapat riuh tepuk tangan di Komisi III DPR RI itu, benar-benar terwujud secara sempurna, secara khusus di Polsek Percut Sei Tuan.
Tapi menarik secara langsung hirarki dari Kapolri ke Kapolsek Percut Sei Tuan rasanya terlalu jauh. Karena ada pimpinan kewilayahan yang menempati kursi pimpinan diantara jabatan tersebut seperti Kapolda dan Kapolres.
Pada Peraturan Polri nomor 2 tahun 2021 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor sudah dijelaskan secara gamblang mengenai tugas Kapolres. Pada bagian ketiga tentang Unsur Pimpinan di pasal 7; ditegaskan bahwa Kapolres bertugas
a. memimpin, membina, mengawasi, dan mengendalikan satuan organisasi dan unsur pelaksana kewilayahan dalam jajarannya.
b. memberikan saran pertimbangan kepada Kapolda yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya.
Mungkin tidak adil menyebut Kapolrestabes Medan gagal menjalankan poin a, sebab Polsek Percut Sei Tuan hanya 1 diantara puluhan Polsek di jajarannya. Namun jika konsep PRESISI ingin sempurna, tentu tak boleh ada celah.
Meminjam kata bijak dari Pepatah Jepang "Karena satu paku terlepas maka tapal kuda lepas, karena tapal kuda lepas kuda tidak bisa berlari, karena kuda tidak bisa berlari maka pesan tidak terkirim, dan karena pesan tidak terkirim maka kalah dalam perang."
Tabik..!!***
© Copyright 2024, All Rights Reserved