Masuknya Danau Toba dalam Unesco Global Geopark (UGG) menjadi bagian yang sangat penting untuk mendongkrak pengembangan industri pariwisata di Kaldera Toba. Pengembangan industri yang menuntut berbagai inovasi tanpa meninggalkan tradisi dan budaya lokal yang ada di sekitar danau tersebut. Hal ini disampaikan Prof Dr Robert Sibarani dalam Webinar "Pembangunan Kawasan Danau Toba Berbasis Budaya Daerah" pada Jumat (11/9). "Tidak melulu mengandalkan soal kondisi Geologi, unsur hayati namun yang juga penting adalah inovasi dalam mengembangkan tradisi dan budaya lokal," katanya. Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang juga Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Sumut ini menjelaskan, salah satu satu pengembangan inovasi yang berkaitan dengan tradisi budaya lokal adalah dengan mengembangkannya dengan memadukan inovasi atau temuan-temuan inovatif dari orang-orang yang berkecimpung dalam dunia budaya. Namun menurutnya hal ini sering menjadi persoalan karena adanya kekhawatiran akan menghilangkan kegiatan asli dari tradisi itu sendiri. "Disini saya perlu menyampaikan bahwa atraksi bisa diciptakan sendiri untuk kebutuhan pertunjukan tanpa merusak atau menghilangkan adat yang ada," ungkapnya. Untuk kebutuhan ini menurut Sibarani, perlu ada beberapa upaya dalam pengelolaan tradisi dan budaya demi kepentingan industri pariwisata di Danau Toba. Hal ini dimaksudnya yakni revitaliasi atau penggalian budaya, pengelolaan dan pewarisan budaya. Kemudian, pelestarian yakni untuk melindungi kebudayaan yang ada dan mengembangkan serta memanfaatkannya dengan dikreasikan lewat penggabungan inovasi untuk menjadi atraksi. "Dan temuan para akademisi serta tokoh-tokoh yang fokus pada penggalian tradisi budaya ini perlu dibuat dalam bentuk landscap tertentu sehingga orang bisa melihatnya secara global misalnya lewat internet. Namun kemudian, jika ingin melihat yang asli mereka harus datang ke Danau Toba," pungkasnya. Ia mencontohkan salah satu tradisi yang dapat dikemas menjadi atraksi yakni tradisi Sihali Aek yang merupkan tradisi lokal dalam pengelolaan pengairan dengan cara bergotong royong di Desa Tipang, Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan. Menurutnya ada beberapa tahapan dalam menjalankan tradisi tersebut mulai dari Patupahon Indahan Siporhis atau menyiapkan nasi yang di khusus, tradisi manganhon indahan siporhis atau tradisi makan nasi khusus tersebut, kemudian tradisi patupahon atau pembuat kuliner berbahan beras, tradisi parrungguan atau musyawarah hingga pelaksanan ritual syukur. "Semua ini adalah kemasan yang bisa dikembangkan menjadi atraksi, dan hingga saat ini belum pernah dilakukan," ujarnya mencontohkan. Webinar ini menghadirkan berbagai pembicara seperti General Manager Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT), Hidayati, akademisi seperti Prof Dr Robert Sibarani, Dr Uli Kozok dari Hawai, Giuseppina Monaco dari Italia, Direktur BPODT Arie Prasetyo dan para pemerhati Danau Toba.[R]
Masuknya Danau Toba dalam Unesco Global Geopark (UGG) menjadi bagian yang sangat penting untuk mendongkrak pengembangan industri pariwisata di Kaldera Toba. Pengembangan industri yang menuntut berbagai inovasi tanpa meninggalkan tradisi dan budaya lokal yang ada di sekitar danau tersebut. Hal ini disampaikan Prof Dr Robert Sibarani dalam Webinar "Pembangunan Kawasan Danau Toba Berbasis Budaya Daerah" pada Jumat (11/9). "Tidak melulu mengandalkan soal kondisi Geologi, unsur hayati namun yang juga penting adalah inovasi dalam mengembangkan tradisi dan budaya lokal," katanya. Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang juga Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Sumut ini menjelaskan, salah satu satu pengembangan inovasi yang berkaitan dengan tradisi budaya lokal adalah dengan mengembangkannya dengan memadukan inovasi atau temuan-temuan inovatif dari orang-orang yang berkecimpung dalam dunia budaya. Namun menurutnya hal ini sering menjadi persoalan karena adanya kekhawatiran akan menghilangkan kegiatan asli dari tradisi itu sendiri. "Disini saya perlu menyampaikan bahwa atraksi bisa diciptakan sendiri untuk kebutuhan pertunjukan tanpa merusak atau menghilangkan adat yang ada," ungkapnya. Untuk kebutuhan ini menurut Sibarani, perlu ada beberapa upaya dalam pengelolaan tradisi dan budaya demi kepentingan industri pariwisata di Danau Toba. Hal ini dimaksudnya yakni revitaliasi atau penggalian budaya, pengelolaan dan pewarisan budaya. Kemudian, pelestarian yakni untuk melindungi kebudayaan yang ada dan mengembangkan serta memanfaatkannya dengan dikreasikan lewat penggabungan inovasi untuk menjadi atraksi. "Dan temuan para akademisi serta tokoh-tokoh yang fokus pada penggalian tradisi budaya ini perlu dibuat dalam bentuk landscap tertentu sehingga orang bisa melihatnya secara global misalnya lewat internet. Namun kemudian, jika ingin melihat yang asli mereka harus datang ke Danau Toba," pungkasnya. Ia mencontohkan salah satu tradisi yang dapat dikemas menjadi atraksi yakni tradisi Sihali Aek yang merupkan tradisi lokal dalam pengelolaan pengairan dengan cara bergotong royong di Desa Tipang, Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan. Menurutnya ada beberapa tahapan dalam menjalankan tradisi tersebut mulai dari Patupahon Indahan Siporhis atau menyiapkan nasi yang di khusus, tradisi manganhon indahan siporhis atau tradisi makan nasi khusus tersebut, kemudian tradisi patupahon atau pembuat kuliner berbahan beras, tradisi parrungguan atau musyawarah hingga pelaksanan ritual syukur. "Semua ini adalah kemasan yang bisa dikembangkan menjadi atraksi, dan hingga saat ini belum pernah dilakukan," ujarnya mencontohkan. Webinar ini menghadirkan berbagai pembicara seperti General Manager Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT), Hidayati, akademisi seperti Prof Dr Robert Sibarani, Dr Uli Kozok dari Hawai, Giuseppina Monaco dari Italia, Direktur BPODT Arie Prasetyo dan para pemerhati Danau Toba.© Copyright 2024, All Rights Reserved