Bukan hanya dalam penerapan sanksi yang diputuskan oleh KY, pada beberapa kebijakan lain yang berhubungan langsung dengan kinerja juga masih belum bersifat otoritatif. Misalnya dalam pemilihan hakim agung. KY menurutnya hanya sebatas mengusulkan saja ke DPR, sedangkan dilaksanakan atau tidak hal tersebut menjadi kewenangan DPR. Dalam hal lain berkaitan dengan pengawasan perilaku hakim, misalnya penyadapan. Hingga saat ini KY masih dianggap bukan lembaga yang berwenang meskipun bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukannya.
\"Hal-hal seperti ini yang perlu sebenarnya menjadi perhatian mengingat hal itu berkaitan langsung dengan tugas pengawasan yang kita jalankan,\" ujarnya.
Didalam buku \'Memperkuat Komisi Yudisial, dalam menjaga integritas Wakil Tuhan\', hal-hal ini ditulis oleh Farid Wajdi sebagai upaya untuk memahamkan kepada masyarakat terkait kondisi KY saat ini. Hal ini menjadi jawaban atas banyaknya masyarakat yang mengadukan dugaan-dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim kepada mereka selama ini.
\"Kami ingin masyarakat paham batasan kewenangan kami,\" ungkapnya.
Pada sisi lain juga, buku ini diharapkan mendorong masyarakat untuk memberikan dukungan dalam rangka penguatan KY. Dorongan ini perlu disampaikan kepada DPR yang saat ini sedang menggodok beberapa aturan yang berhubungan langsung dengan kewenangan KY seperti dorongan untuk sesegera mungkin mengesahkan RUU Jabatan Hakim yang salah satu substansinya mengatur putusan KY yang bersifat eksekutorial.
\"Ini merujuk pada aturan yang mengatur Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dimana putusan mereka bersifat eksekutorial,\" jelasnya.
\"Saat ini juga sedang diusulkan kepada DPR untuk melakukan revisi UU KY no 18 tahun 2011, karena jika merujuk pada putusan-putusan mahkamah konstitusi (MK) sangat banyak konsekwensi yang muncul namun belum terakomodir dalam uu tersebut,\" demikian Farid Wajdi.[R]
" itemprop="description"/>Bukan hanya dalam penerapan sanksi yang diputuskan oleh KY, pada beberapa kebijakan lain yang berhubungan langsung dengan kinerja juga masih belum bersifat otoritatif. Misalnya dalam pemilihan hakim agung. KY menurutnya hanya sebatas mengusulkan saja ke DPR, sedangkan dilaksanakan atau tidak hal tersebut menjadi kewenangan DPR. Dalam hal lain berkaitan dengan pengawasan perilaku hakim, misalnya penyadapan. Hingga saat ini KY masih dianggap bukan lembaga yang berwenang meskipun bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukannya.
\"Hal-hal seperti ini yang perlu sebenarnya menjadi perhatian mengingat hal itu berkaitan langsung dengan tugas pengawasan yang kita jalankan,\" ujarnya.
Didalam buku \'Memperkuat Komisi Yudisial, dalam menjaga integritas Wakil Tuhan\', hal-hal ini ditulis oleh Farid Wajdi sebagai upaya untuk memahamkan kepada masyarakat terkait kondisi KY saat ini. Hal ini menjadi jawaban atas banyaknya masyarakat yang mengadukan dugaan-dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim kepada mereka selama ini.
\"Kami ingin masyarakat paham batasan kewenangan kami,\" ungkapnya.
Pada sisi lain juga, buku ini diharapkan mendorong masyarakat untuk memberikan dukungan dalam rangka penguatan KY. Dorongan ini perlu disampaikan kepada DPR yang saat ini sedang menggodok beberapa aturan yang berhubungan langsung dengan kewenangan KY seperti dorongan untuk sesegera mungkin mengesahkan RUU Jabatan Hakim yang salah satu substansinya mengatur putusan KY yang bersifat eksekutorial.
\"Ini merujuk pada aturan yang mengatur Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dimana putusan mereka bersifat eksekutorial,\" jelasnya.
\"Saat ini juga sedang diusulkan kepada DPR untuk melakukan revisi UU KY no 18 tahun 2011, karena jika merujuk pada putusan-putusan mahkamah konstitusi (MK) sangat banyak konsekwensi yang muncul namun belum terakomodir dalam uu tersebut,\" demikian Farid Wajdi.[R]
"/>Bukan hanya dalam penerapan sanksi yang diputuskan oleh KY, pada beberapa kebijakan lain yang berhubungan langsung dengan kinerja juga masih belum bersifat otoritatif. Misalnya dalam pemilihan hakim agung. KY menurutnya hanya sebatas mengusulkan saja ke DPR, sedangkan dilaksanakan atau tidak hal tersebut menjadi kewenangan DPR. Dalam hal lain berkaitan dengan pengawasan perilaku hakim, misalnya penyadapan. Hingga saat ini KY masih dianggap bukan lembaga yang berwenang meskipun bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukannya.
\"Hal-hal seperti ini yang perlu sebenarnya menjadi perhatian mengingat hal itu berkaitan langsung dengan tugas pengawasan yang kita jalankan,\" ujarnya.
Didalam buku \'Memperkuat Komisi Yudisial, dalam menjaga integritas Wakil Tuhan\', hal-hal ini ditulis oleh Farid Wajdi sebagai upaya untuk memahamkan kepada masyarakat terkait kondisi KY saat ini. Hal ini menjadi jawaban atas banyaknya masyarakat yang mengadukan dugaan-dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim kepada mereka selama ini.
\"Kami ingin masyarakat paham batasan kewenangan kami,\" ungkapnya.
Pada sisi lain juga, buku ini diharapkan mendorong masyarakat untuk memberikan dukungan dalam rangka penguatan KY. Dorongan ini perlu disampaikan kepada DPR yang saat ini sedang menggodok beberapa aturan yang berhubungan langsung dengan kewenangan KY seperti dorongan untuk sesegera mungkin mengesahkan RUU Jabatan Hakim yang salah satu substansinya mengatur putusan KY yang bersifat eksekutorial.
\"Ini merujuk pada aturan yang mengatur Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dimana putusan mereka bersifat eksekutorial,\" jelasnya.
\"Saat ini juga sedang diusulkan kepada DPR untuk melakukan revisi UU KY no 18 tahun 2011, karena jika merujuk pada putusan-putusan mahkamah konstitusi (MK) sangat banyak konsekwensi yang muncul namun belum terakomodir dalam uu tersebut,\" demikian Farid Wajdi.[R]
"/>