Oleh karena itu sekali lagi kita meminta kepada KPU dan Bawaslu dengan sangat harap, demi keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara ini agar dalam memutuskan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mana yang benar- benar sebagai pemenang Pilpres dan berhak untuk memegang tampuk Pemerintahan dan Kekuasaan di Republik tercinta ini benar-benar mendasarkan kepada kejujuran, keadilan, netralitas dan sumpah jabatan, serta nilai-nilai moral, nilai agama dengan penuh rasa tanggung jawab dunia akhirat kelak.
Semua apapun yang anda lakukan tidak ada yang luput dari pantauan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Ingatlah firman Allah yang artinya, \"Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula\" (Q.S. Az-Zalzalah: ayat 7 dan ayat 8).
Proses Pemilu Pilpres dan Pileg yang berjalan dengan penuh dinamika dan indikasi praktek-praktek kecurangan bahkan sudah pada taraf Kejahatan Demokrasi telah menjadikan momentum Pemilu dan Pengejawantahan Kedaulatan Rakyat tersebut terhanyut pada pusaran arus deras yang menimbulkan tingginya kadar ketidakpercayaan yang meluas dari Rakyat tentang kredibilitas, profesionalisme dan kejururan dari seluruh jajaran Penyelenggara terutama KPU dan Bawaslu.
Serta indikasi praktek menyimpangan berupa ketidaknetralan sejumlah oknum Pimpinan Jajaran Aparatur Pemerintahan, seperti TNI/Polri, ASN, Kepala Daerah, Kepala Desa/Lurah beserta Perangkatnya sampai Kepling/Kepala Dusun yang tidak sedikit dari mereka terindikasi telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari fungsi dan tugas mereka, dengan melakukan berbagai tindakan dan upaya kecurangan yang secara kasat mata hanya menguntungkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01.
Fakta-fakta praktek kecurangan di lapangan yang beredar luas di media sosial (medsos), jelas tidak mungkin diklaim semua sebagai berita hoax, oleh karena itu sangat tidak adil dan terlalu tendensius bila ada pakar, tokoh yang menyatakan bahwa praktek kecuragan Pemilu yang ada saat ini hanya sebatas kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan berbagai argumentasi apologis lainnya.
Proses pelaksanaan kedaulatan rakyat harus dan wajib dilaksanakan sesuai Konstitusi UUD 1945 dan aturan hukum yang menjadi dasar penjabarannya yaitu UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan berbagai peraturan pelaksnaannya. Bila segala proses pelaksanaan yang dilakukan menyimpang dari Konstitusi dan UU Pemilu serta peraturan pelaksanaannya maka hal itu dapat dikwalifisir sebagai perbuatan kejahatan yang para pelakunya harus diseret ke proses hukum untuk diadili.
Sedangkan bagi Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang terbukti ikut terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai praktek kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal tersebut dapat dikenakan sanksi hukum berupa tindakan diskuakifikasi (pembatalan sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presisen) oleh Penyelenggara Pemilu. Namun pertanyaan Publik yang timbul adalah apakah dalam kondisi saat ini Penegakan Hukum masih dapat diharapkan dilaksanakan terutama apabila para pelaku ini adalah terindikasi pihak-pihak yang jelas-jelas ingin menghalalkan segala cara untuk memenangkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu?
Pemimpin Harus dan Wajib Dilahirkan Dari Seluruh Proses Demokrasi Yang Benar, Jujur dan Adil
Pertanyaan mendasar adalah mengapa suatu kepemimpinan itu harus dilahirkan atau didirikan dari proses yang benar, jujur dan adil. Tentunya pertanyaan tersebut harus dimaknai dan dianalisis dari berbagai sisi. Dari sudut Konstitusi maka Posisioning Pemimpin dalam konteks Indonesia saat ini Presiden dan Wakil Presiden†tentunya bukan hanya dimaknai sebagai Pemimpin atau Manager yang akan mengelola suatu korporasi, suatu organisasi.
Akan tetapi Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan yang harus dan wajib menjalankan Konstitusi UUD 1945 dan selururuh aturan hukum yang sah dan berlaku guna melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Sementara itu \"Pemimpin Presiden\" mempunyai posisioning yang terhormat dan dibadikan sebagai representase bangsa sehingga secara hakiki mempunyai tanggung jawab yang besar dan di satu sisi mempunyai hak untuk mendapat dukungan dari rakyat yang dipimpinnya.
Syarat untuk mendapatkan dukungan rakyat kuat (legitimasi sosial ) tersebut tentunya Presiden yang dilahirkan adalah, figur Presiden yang merupakan hasil proses demokrasi Pemilu yang dilaksanakan secara benar, jujur dan adil, sehingga mandat yang dia pegang benar-benar merupakan resultante riel dari keinginan, aspirasi dan pilihan dari mayoritas rakyat Indonesia.
Bila hal itu yang terjadi maka Pemerintahan yang dipimpin seorang Presiden yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat akan dapat berjalan efektif membawa bangsa dan negara ini menuju kemajuan guna mencapai cita-cita bangsa yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya bila \"Pemimpin Presiden\" dilahirkan dari suatu proses demokrasi pemilu yang penuh penyimpangan, kecurangan yang nyata-nyata sudah pada taraf kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif, dan brutal tentunya akan lahir kepemimpinan yang unligitimate dan kemungkinan besar akan mendapat penolakan yang meluas dari mayoritas rakyat.
Pemerintahan tersebut akan sulit berjalan secara efektif meskipun dijalankan dengan menggunakan sistem pemerintahan tangan besi. Kondisi ini akan mengancam kelangsungan dan keutuhan Bangsa ini.
Tentunya kita semua sesama anak bangsa yang benar-benar komit mencintai keutuhan dan kedamaian serta persatuan Bangsa ini tidak menginginkan kepemimpinan yang unlegitimate tersebut terlahir dari suatu proses demokrasi yaitu Pemilu Presiden yang diwarnai berbagai bentuk kecurangan yang terjadi secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal serta manipulasi hasil pilihan suara rakyat yang sebenarnya dengan berbagai macam modus rekayasa.
Saat ini lanjutan rangkaian proses Pemilu Pilpres dan Pileg 2019 sedang berlangsung memasuki tahap perhitungan suara secara berjenjang dari TPS-TPS ke Kecamatan, dan akan berlanjut ke tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi sampai dengan tingkat tabulasi suara secara nasional oleh KPU Pusat.
Dalam tahapan ini semua juga telah banyak indikasi terjadinya penyimpangan dan praktek kecurangan dengan berbagai bentuk yang semuanya itu dengan mudah dan cepat tersiar diberbaga pemberitaan terutama media sosial menjelajah ke seluruh masyarakat baik Nasional maupun Internasional.
Kondisi ini menimbulkan munculnya berbagai keperihatinan yang mendalam dari berbagai kalangan yang masih komit dengan perlunya tetap ditegakkan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil dalam semua tahapan proses pemilu tertama untuk Pilpres yang semuanya telah menelan dana/ uang rakyat yang sangat besar sekitar Rp 25 triliun bahkan ratusan korban jiwa para petugas KPPS yang gugur dalam menjalankan tugasnya akibat berbagai sebab.
Tentunya perhelatan demokrasi Pemilu Pilpres dan Pileg Serentak 2019 yang oleh berbagai kalangan dinilai sebagai Pemilu yang terjelek dalam sejarah Pemilu di Indonesia sejak Era Reformasi jelas harus menjadi introspeksi penting bagi jajaran Komisioner KPU Pusat sampai ke Daerah, bila anda masih tetap membiarkan atau ikut langsung atau tidak langsung melakukan praktek-praktek kecurangan tersebut maka segeralah insyaf dan bertobat, karena semua apapun yang anda-anda kerjakan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah SWT yang artinya, \"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksialah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan\". (QS. Yasin: 65).
Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan memberi yang terbaik kepada Bangsa dan Negeri tercinta ini. Amiin ya Robbal’alamiin.***
Penulis adalah Besar Fakultas Hukum USU/Ketua Umum KAHMI Medan." itemprop="description"/>
Oleh karena itu sekali lagi kita meminta kepada KPU dan Bawaslu dengan sangat harap, demi keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara ini agar dalam memutuskan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mana yang benar- benar sebagai pemenang Pilpres dan berhak untuk memegang tampuk Pemerintahan dan Kekuasaan di Republik tercinta ini benar-benar mendasarkan kepada kejujuran, keadilan, netralitas dan sumpah jabatan, serta nilai-nilai moral, nilai agama dengan penuh rasa tanggung jawab dunia akhirat kelak.
Semua apapun yang anda lakukan tidak ada yang luput dari pantauan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Ingatlah firman Allah yang artinya, \"Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula\" (Q.S. Az-Zalzalah: ayat 7 dan ayat 8).
Proses Pemilu Pilpres dan Pileg yang berjalan dengan penuh dinamika dan indikasi praktek-praktek kecurangan bahkan sudah pada taraf Kejahatan Demokrasi telah menjadikan momentum Pemilu dan Pengejawantahan Kedaulatan Rakyat tersebut terhanyut pada pusaran arus deras yang menimbulkan tingginya kadar ketidakpercayaan yang meluas dari Rakyat tentang kredibilitas, profesionalisme dan kejururan dari seluruh jajaran Penyelenggara terutama KPU dan Bawaslu.
Serta indikasi praktek menyimpangan berupa ketidaknetralan sejumlah oknum Pimpinan Jajaran Aparatur Pemerintahan, seperti TNI/Polri, ASN, Kepala Daerah, Kepala Desa/Lurah beserta Perangkatnya sampai Kepling/Kepala Dusun yang tidak sedikit dari mereka terindikasi telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari fungsi dan tugas mereka, dengan melakukan berbagai tindakan dan upaya kecurangan yang secara kasat mata hanya menguntungkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01.
Fakta-fakta praktek kecurangan di lapangan yang beredar luas di media sosial (medsos), jelas tidak mungkin diklaim semua sebagai berita hoax, oleh karena itu sangat tidak adil dan terlalu tendensius bila ada pakar, tokoh yang menyatakan bahwa praktek kecuragan Pemilu yang ada saat ini hanya sebatas kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan berbagai argumentasi apologis lainnya.
Proses pelaksanaan kedaulatan rakyat harus dan wajib dilaksanakan sesuai Konstitusi UUD 1945 dan aturan hukum yang menjadi dasar penjabarannya yaitu UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan berbagai peraturan pelaksnaannya. Bila segala proses pelaksanaan yang dilakukan menyimpang dari Konstitusi dan UU Pemilu serta peraturan pelaksanaannya maka hal itu dapat dikwalifisir sebagai perbuatan kejahatan yang para pelakunya harus diseret ke proses hukum untuk diadili.
Sedangkan bagi Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang terbukti ikut terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai praktek kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal tersebut dapat dikenakan sanksi hukum berupa tindakan diskuakifikasi (pembatalan sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presisen) oleh Penyelenggara Pemilu. Namun pertanyaan Publik yang timbul adalah apakah dalam kondisi saat ini Penegakan Hukum masih dapat diharapkan dilaksanakan terutama apabila para pelaku ini adalah terindikasi pihak-pihak yang jelas-jelas ingin menghalalkan segala cara untuk memenangkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu?
Pemimpin Harus dan Wajib Dilahirkan Dari Seluruh Proses Demokrasi Yang Benar, Jujur dan Adil
Pertanyaan mendasar adalah mengapa suatu kepemimpinan itu harus dilahirkan atau didirikan dari proses yang benar, jujur dan adil. Tentunya pertanyaan tersebut harus dimaknai dan dianalisis dari berbagai sisi. Dari sudut Konstitusi maka Posisioning Pemimpin dalam konteks Indonesia saat ini Presiden dan Wakil Presiden†tentunya bukan hanya dimaknai sebagai Pemimpin atau Manager yang akan mengelola suatu korporasi, suatu organisasi.
Akan tetapi Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan yang harus dan wajib menjalankan Konstitusi UUD 1945 dan selururuh aturan hukum yang sah dan berlaku guna melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Sementara itu \"Pemimpin Presiden\" mempunyai posisioning yang terhormat dan dibadikan sebagai representase bangsa sehingga secara hakiki mempunyai tanggung jawab yang besar dan di satu sisi mempunyai hak untuk mendapat dukungan dari rakyat yang dipimpinnya.
Syarat untuk mendapatkan dukungan rakyat kuat (legitimasi sosial ) tersebut tentunya Presiden yang dilahirkan adalah, figur Presiden yang merupakan hasil proses demokrasi Pemilu yang dilaksanakan secara benar, jujur dan adil, sehingga mandat yang dia pegang benar-benar merupakan resultante riel dari keinginan, aspirasi dan pilihan dari mayoritas rakyat Indonesia.
Bila hal itu yang terjadi maka Pemerintahan yang dipimpin seorang Presiden yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat akan dapat berjalan efektif membawa bangsa dan negara ini menuju kemajuan guna mencapai cita-cita bangsa yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya bila \"Pemimpin Presiden\" dilahirkan dari suatu proses demokrasi pemilu yang penuh penyimpangan, kecurangan yang nyata-nyata sudah pada taraf kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif, dan brutal tentunya akan lahir kepemimpinan yang unligitimate dan kemungkinan besar akan mendapat penolakan yang meluas dari mayoritas rakyat.
Pemerintahan tersebut akan sulit berjalan secara efektif meskipun dijalankan dengan menggunakan sistem pemerintahan tangan besi. Kondisi ini akan mengancam kelangsungan dan keutuhan Bangsa ini.
Tentunya kita semua sesama anak bangsa yang benar-benar komit mencintai keutuhan dan kedamaian serta persatuan Bangsa ini tidak menginginkan kepemimpinan yang unlegitimate tersebut terlahir dari suatu proses demokrasi yaitu Pemilu Presiden yang diwarnai berbagai bentuk kecurangan yang terjadi secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal serta manipulasi hasil pilihan suara rakyat yang sebenarnya dengan berbagai macam modus rekayasa.
Saat ini lanjutan rangkaian proses Pemilu Pilpres dan Pileg 2019 sedang berlangsung memasuki tahap perhitungan suara secara berjenjang dari TPS-TPS ke Kecamatan, dan akan berlanjut ke tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi sampai dengan tingkat tabulasi suara secara nasional oleh KPU Pusat.
Dalam tahapan ini semua juga telah banyak indikasi terjadinya penyimpangan dan praktek kecurangan dengan berbagai bentuk yang semuanya itu dengan mudah dan cepat tersiar diberbaga pemberitaan terutama media sosial menjelajah ke seluruh masyarakat baik Nasional maupun Internasional.
Kondisi ini menimbulkan munculnya berbagai keperihatinan yang mendalam dari berbagai kalangan yang masih komit dengan perlunya tetap ditegakkan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil dalam semua tahapan proses pemilu tertama untuk Pilpres yang semuanya telah menelan dana/ uang rakyat yang sangat besar sekitar Rp 25 triliun bahkan ratusan korban jiwa para petugas KPPS yang gugur dalam menjalankan tugasnya akibat berbagai sebab.
Tentunya perhelatan demokrasi Pemilu Pilpres dan Pileg Serentak 2019 yang oleh berbagai kalangan dinilai sebagai Pemilu yang terjelek dalam sejarah Pemilu di Indonesia sejak Era Reformasi jelas harus menjadi introspeksi penting bagi jajaran Komisioner KPU Pusat sampai ke Daerah, bila anda masih tetap membiarkan atau ikut langsung atau tidak langsung melakukan praktek-praktek kecurangan tersebut maka segeralah insyaf dan bertobat, karena semua apapun yang anda-anda kerjakan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah SWT yang artinya, \"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksialah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan\". (QS. Yasin: 65).
Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan memberi yang terbaik kepada Bangsa dan Negeri tercinta ini. Amiin ya Robbal’alamiin.***
Penulis adalah Besar Fakultas Hukum USU/Ketua Umum KAHMI Medan."/>
Oleh karena itu sekali lagi kita meminta kepada KPU dan Bawaslu dengan sangat harap, demi keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara ini agar dalam memutuskan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mana yang benar- benar sebagai pemenang Pilpres dan berhak untuk memegang tampuk Pemerintahan dan Kekuasaan di Republik tercinta ini benar-benar mendasarkan kepada kejujuran, keadilan, netralitas dan sumpah jabatan, serta nilai-nilai moral, nilai agama dengan penuh rasa tanggung jawab dunia akhirat kelak.
Semua apapun yang anda lakukan tidak ada yang luput dari pantauan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Ingatlah firman Allah yang artinya, \"Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula\" (Q.S. Az-Zalzalah: ayat 7 dan ayat 8).
Proses Pemilu Pilpres dan Pileg yang berjalan dengan penuh dinamika dan indikasi praktek-praktek kecurangan bahkan sudah pada taraf Kejahatan Demokrasi telah menjadikan momentum Pemilu dan Pengejawantahan Kedaulatan Rakyat tersebut terhanyut pada pusaran arus deras yang menimbulkan tingginya kadar ketidakpercayaan yang meluas dari Rakyat tentang kredibilitas, profesionalisme dan kejururan dari seluruh jajaran Penyelenggara terutama KPU dan Bawaslu.
Serta indikasi praktek menyimpangan berupa ketidaknetralan sejumlah oknum Pimpinan Jajaran Aparatur Pemerintahan, seperti TNI/Polri, ASN, Kepala Daerah, Kepala Desa/Lurah beserta Perangkatnya sampai Kepling/Kepala Dusun yang tidak sedikit dari mereka terindikasi telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari fungsi dan tugas mereka, dengan melakukan berbagai tindakan dan upaya kecurangan yang secara kasat mata hanya menguntungkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01.
Fakta-fakta praktek kecurangan di lapangan yang beredar luas di media sosial (medsos), jelas tidak mungkin diklaim semua sebagai berita hoax, oleh karena itu sangat tidak adil dan terlalu tendensius bila ada pakar, tokoh yang menyatakan bahwa praktek kecuragan Pemilu yang ada saat ini hanya sebatas kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan berbagai argumentasi apologis lainnya.
Proses pelaksanaan kedaulatan rakyat harus dan wajib dilaksanakan sesuai Konstitusi UUD 1945 dan aturan hukum yang menjadi dasar penjabarannya yaitu UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan berbagai peraturan pelaksnaannya. Bila segala proses pelaksanaan yang dilakukan menyimpang dari Konstitusi dan UU Pemilu serta peraturan pelaksanaannya maka hal itu dapat dikwalifisir sebagai perbuatan kejahatan yang para pelakunya harus diseret ke proses hukum untuk diadili.
Sedangkan bagi Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang terbukti ikut terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai praktek kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal tersebut dapat dikenakan sanksi hukum berupa tindakan diskuakifikasi (pembatalan sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presisen) oleh Penyelenggara Pemilu. Namun pertanyaan Publik yang timbul adalah apakah dalam kondisi saat ini Penegakan Hukum masih dapat diharapkan dilaksanakan terutama apabila para pelaku ini adalah terindikasi pihak-pihak yang jelas-jelas ingin menghalalkan segala cara untuk memenangkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu?
Pemimpin Harus dan Wajib Dilahirkan Dari Seluruh Proses Demokrasi Yang Benar, Jujur dan Adil
Pertanyaan mendasar adalah mengapa suatu kepemimpinan itu harus dilahirkan atau didirikan dari proses yang benar, jujur dan adil. Tentunya pertanyaan tersebut harus dimaknai dan dianalisis dari berbagai sisi. Dari sudut Konstitusi maka Posisioning Pemimpin dalam konteks Indonesia saat ini Presiden dan Wakil Presiden†tentunya bukan hanya dimaknai sebagai Pemimpin atau Manager yang akan mengelola suatu korporasi, suatu organisasi.
Akan tetapi Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan yang harus dan wajib menjalankan Konstitusi UUD 1945 dan selururuh aturan hukum yang sah dan berlaku guna melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Sementara itu \"Pemimpin Presiden\" mempunyai posisioning yang terhormat dan dibadikan sebagai representase bangsa sehingga secara hakiki mempunyai tanggung jawab yang besar dan di satu sisi mempunyai hak untuk mendapat dukungan dari rakyat yang dipimpinnya.
Syarat untuk mendapatkan dukungan rakyat kuat (legitimasi sosial ) tersebut tentunya Presiden yang dilahirkan adalah, figur Presiden yang merupakan hasil proses demokrasi Pemilu yang dilaksanakan secara benar, jujur dan adil, sehingga mandat yang dia pegang benar-benar merupakan resultante riel dari keinginan, aspirasi dan pilihan dari mayoritas rakyat Indonesia.
Bila hal itu yang terjadi maka Pemerintahan yang dipimpin seorang Presiden yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat akan dapat berjalan efektif membawa bangsa dan negara ini menuju kemajuan guna mencapai cita-cita bangsa yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya bila \"Pemimpin Presiden\" dilahirkan dari suatu proses demokrasi pemilu yang penuh penyimpangan, kecurangan yang nyata-nyata sudah pada taraf kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif, dan brutal tentunya akan lahir kepemimpinan yang unligitimate dan kemungkinan besar akan mendapat penolakan yang meluas dari mayoritas rakyat.
Pemerintahan tersebut akan sulit berjalan secara efektif meskipun dijalankan dengan menggunakan sistem pemerintahan tangan besi. Kondisi ini akan mengancam kelangsungan dan keutuhan Bangsa ini.
Tentunya kita semua sesama anak bangsa yang benar-benar komit mencintai keutuhan dan kedamaian serta persatuan Bangsa ini tidak menginginkan kepemimpinan yang unlegitimate tersebut terlahir dari suatu proses demokrasi yaitu Pemilu Presiden yang diwarnai berbagai bentuk kecurangan yang terjadi secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal serta manipulasi hasil pilihan suara rakyat yang sebenarnya dengan berbagai macam modus rekayasa.
Saat ini lanjutan rangkaian proses Pemilu Pilpres dan Pileg 2019 sedang berlangsung memasuki tahap perhitungan suara secara berjenjang dari TPS-TPS ke Kecamatan, dan akan berlanjut ke tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi sampai dengan tingkat tabulasi suara secara nasional oleh KPU Pusat.
Dalam tahapan ini semua juga telah banyak indikasi terjadinya penyimpangan dan praktek kecurangan dengan berbagai bentuk yang semuanya itu dengan mudah dan cepat tersiar diberbaga pemberitaan terutama media sosial menjelajah ke seluruh masyarakat baik Nasional maupun Internasional.
Kondisi ini menimbulkan munculnya berbagai keperihatinan yang mendalam dari berbagai kalangan yang masih komit dengan perlunya tetap ditegakkan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil dalam semua tahapan proses pemilu tertama untuk Pilpres yang semuanya telah menelan dana/ uang rakyat yang sangat besar sekitar Rp 25 triliun bahkan ratusan korban jiwa para petugas KPPS yang gugur dalam menjalankan tugasnya akibat berbagai sebab.
Tentunya perhelatan demokrasi Pemilu Pilpres dan Pileg Serentak 2019 yang oleh berbagai kalangan dinilai sebagai Pemilu yang terjelek dalam sejarah Pemilu di Indonesia sejak Era Reformasi jelas harus menjadi introspeksi penting bagi jajaran Komisioner KPU Pusat sampai ke Daerah, bila anda masih tetap membiarkan atau ikut langsung atau tidak langsung melakukan praktek-praktek kecurangan tersebut maka segeralah insyaf dan bertobat, karena semua apapun yang anda-anda kerjakan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah SWT yang artinya, \"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksialah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan\". (QS. Yasin: 65).
Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan memberi yang terbaik kepada Bangsa dan Negeri tercinta ini. Amiin ya Robbal’alamiin.***
Penulis adalah Besar Fakultas Hukum USU/Ketua Umum KAHMI Medan."/>
PESTA Demokrasi Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif telah kita laksanakan puncaknya berupa pemungutan suara pada Rabu 17 April 2019, meskipun ada sejumlah TPS di berbagai daerah yang harus melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dimana peristiwa itu merupakan momentum sejarah yang menentukan nasib bangsa ini secara periodik dalam kurun waktu 5 (lima ) tahun ke depan, akan tetapi dampaknya sebenarnya sangat menentukan nasib bangsa dan negara ini puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.
Sebab bila Penyelenggara Pemilu khususnya KPU salah memutuskan hasil akhir Pemilu khususnya Pilpres 2019, maka mayoritas rakyat melakukan penolakan terhadap hasilnya putusan yang diambil karena tidak sesuai dengan fakta dukungan suara rakyat yang mereka berikan lewat pemungutan suara tanggal 17 April 2019 yang lalu maka potensi terjadinya penolakan yang luas bahkan potensial menimbulkan gerakan "People Power" agaknya susah dihindari.
Oleh karena itu sekali lagi kita meminta kepada KPU dan Bawaslu dengan sangat harap, demi keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara ini agar dalam memutuskan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mana yang benar- benar sebagai pemenang Pilpres dan berhak untuk memegang tampuk Pemerintahan dan Kekuasaan di Republik tercinta ini benar-benar mendasarkan kepada kejujuran, keadilan, netralitas dan sumpah jabatan, serta nilai-nilai moral, nilai agama dengan penuh rasa tanggung jawab dunia akhirat kelak.
Semua apapun yang anda lakukan tidak ada yang luput dari pantauan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Ingatlah firman Allah yang artinya, "Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula" (Q.S. Az-Zalzalah: ayat 7 dan ayat 8).
Proses Pemilu Pilpres dan Pileg yang berjalan dengan penuh dinamika dan indikasi praktek-praktek kecurangan bahkan sudah pada taraf Kejahatan Demokrasi telah menjadikan momentum Pemilu dan Pengejawantahan Kedaulatan Rakyat tersebut terhanyut pada pusaran arus deras yang menimbulkan tingginya kadar ketidakpercayaan yang meluas dari Rakyat tentang kredibilitas, profesionalisme dan kejururan dari seluruh jajaran Penyelenggara terutama KPU dan Bawaslu.
Serta indikasi praktek menyimpangan berupa ketidaknetralan sejumlah oknum Pimpinan Jajaran Aparatur Pemerintahan, seperti TNI/Polri, ASN, Kepala Daerah, Kepala Desa/Lurah beserta Perangkatnya sampai Kepling/Kepala Dusun yang tidak sedikit dari mereka terindikasi telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari fungsi dan tugas mereka, dengan melakukan berbagai tindakan dan upaya kecurangan yang secara kasat mata hanya menguntungkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01.
Fakta-fakta praktek kecurangan di lapangan yang beredar luas di media sosial (medsos), jelas tidak mungkin diklaim semua sebagai berita hoax, oleh karena itu sangat tidak adil dan terlalu tendensius bila ada pakar, tokoh yang menyatakan bahwa praktek kecuragan Pemilu yang ada saat ini hanya sebatas kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan berbagai argumentasi apologis lainnya.
Proses pelaksanaan kedaulatan rakyat harus dan wajib dilaksanakan sesuai Konstitusi UUD 1945 dan aturan hukum yang menjadi dasar penjabarannya yaitu UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan berbagai peraturan pelaksnaannya. Bila segala proses pelaksanaan yang dilakukan menyimpang dari Konstitusi dan UU Pemilu serta peraturan pelaksanaannya maka hal itu dapat dikwalifisir sebagai perbuatan kejahatan yang para pelakunya harus diseret ke proses hukum untuk diadili.
Sedangkan bagi Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang terbukti ikut terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai praktek kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal tersebut dapat dikenakan sanksi hukum berupa tindakan diskuakifikasi (pembatalan sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presisen) oleh Penyelenggara Pemilu. Namun pertanyaan Publik yang timbul adalah apakah dalam kondisi saat ini Penegakan Hukum masih dapat diharapkan dilaksanakan terutama apabila para pelaku ini adalah terindikasi pihak-pihak yang jelas-jelas ingin menghalalkan segala cara untuk memenangkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu?
Pemimpin Harus dan Wajib Dilahirkan Dari Seluruh Proses Demokrasi Yang Benar, Jujur dan Adil
Pertanyaan mendasar adalah mengapa suatu kepemimpinan itu harus dilahirkan atau didirikan dari proses yang benar, jujur dan adil. Tentunya pertanyaan tersebut harus dimaknai dan dianalisis dari berbagai sisi. Dari sudut Konstitusi maka Posisioning Pemimpin dalam konteks Indonesia saat ini Presiden dan Wakil Presiden†tentunya bukan hanya dimaknai sebagai Pemimpin atau Manager yang akan mengelola suatu korporasi, suatu organisasi.
Akan tetapi Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan yang harus dan wajib menjalankan Konstitusi UUD 1945 dan selururuh aturan hukum yang sah dan berlaku guna melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Sementara itu "Pemimpin Presiden" mempunyai posisioning yang terhormat dan dibadikan sebagai representase bangsa sehingga secara hakiki mempunyai tanggung jawab yang besar dan di satu sisi mempunyai hak untuk mendapat dukungan dari rakyat yang dipimpinnya.
Syarat untuk mendapatkan dukungan rakyat kuat (legitimasi sosial ) tersebut tentunya Presiden yang dilahirkan adalah, figur Presiden yang merupakan hasil proses demokrasi Pemilu yang dilaksanakan secara benar, jujur dan adil, sehingga mandat yang dia pegang benar-benar merupakan resultante riel dari keinginan, aspirasi dan pilihan dari mayoritas rakyat Indonesia.
Bila hal itu yang terjadi maka Pemerintahan yang dipimpin seorang Presiden yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat akan dapat berjalan efektif membawa bangsa dan negara ini menuju kemajuan guna mencapai cita-cita bangsa yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya bila "Pemimpin Presiden" dilahirkan dari suatu proses demokrasi pemilu yang penuh penyimpangan, kecurangan yang nyata-nyata sudah pada taraf kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif, dan brutal tentunya akan lahir kepemimpinan yang unligitimate dan kemungkinan besar akan mendapat penolakan yang meluas dari mayoritas rakyat.
Pemerintahan tersebut akan sulit berjalan secara efektif meskipun dijalankan dengan menggunakan sistem pemerintahan tangan besi. Kondisi ini akan mengancam kelangsungan dan keutuhan Bangsa ini.
Tentunya kita semua sesama anak bangsa yang benar-benar komit mencintai keutuhan dan kedamaian serta persatuan Bangsa ini tidak menginginkan kepemimpinan yang unlegitimate tersebut terlahir dari suatu proses demokrasi yaitu Pemilu Presiden yang diwarnai berbagai bentuk kecurangan yang terjadi secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal serta manipulasi hasil pilihan suara rakyat yang sebenarnya dengan berbagai macam modus rekayasa.
Saat ini lanjutan rangkaian proses Pemilu Pilpres dan Pileg 2019 sedang berlangsung memasuki tahap perhitungan suara secara berjenjang dari TPS-TPS ke Kecamatan, dan akan berlanjut ke tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi sampai dengan tingkat tabulasi suara secara nasional oleh KPU Pusat.
Dalam tahapan ini semua juga telah banyak indikasi terjadinya penyimpangan dan praktek kecurangan dengan berbagai bentuk yang semuanya itu dengan mudah dan cepat tersiar diberbaga pemberitaan terutama media sosial menjelajah ke seluruh masyarakat baik Nasional maupun Internasional.
Kondisi ini menimbulkan munculnya berbagai keperihatinan yang mendalam dari berbagai kalangan yang masih komit dengan perlunya tetap ditegakkan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil dalam semua tahapan proses pemilu tertama untuk Pilpres yang semuanya telah menelan dana/ uang rakyat yang sangat besar sekitar Rp 25 triliun bahkan ratusan korban jiwa para petugas KPPS yang gugur dalam menjalankan tugasnya akibat berbagai sebab.
Tentunya perhelatan demokrasi Pemilu Pilpres dan Pileg Serentak 2019 yang oleh berbagai kalangan dinilai sebagai Pemilu yang terjelek dalam sejarah Pemilu di Indonesia sejak Era Reformasi jelas harus menjadi introspeksi penting bagi jajaran Komisioner KPU Pusat sampai ke Daerah, bila anda masih tetap membiarkan atau ikut langsung atau tidak langsung melakukan praktek-praktek kecurangan tersebut maka segeralah insyaf dan bertobat, karena semua apapun yang anda-anda kerjakan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah SWT yang artinya, "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksialah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan". (QS. Yasin: 65).
Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan memberi yang terbaik kepada Bangsa dan Negeri tercinta ini. Amiin ya Robbal’alamiin.***
Penulis adalah Besar Fakultas Hukum USU/Ketua Umum KAHMI Medan.
PESTA Demokrasi Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif telah kita laksanakan puncaknya berupa pemungutan suara pada Rabu 17 April 2019, meskipun ada sejumlah TPS di berbagai daerah yang harus melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dimana peristiwa itu merupakan momentum sejarah yang menentukan nasib bangsa ini secara periodik dalam kurun waktu 5 (lima ) tahun ke depan, akan tetapi dampaknya sebenarnya sangat menentukan nasib bangsa dan negara ini puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.
Sebab bila Penyelenggara Pemilu khususnya KPU salah memutuskan hasil akhir Pemilu khususnya Pilpres 2019, maka mayoritas rakyat melakukan penolakan terhadap hasilnya putusan yang diambil karena tidak sesuai dengan fakta dukungan suara rakyat yang mereka berikan lewat pemungutan suara tanggal 17 April 2019 yang lalu maka potensi terjadinya penolakan yang luas bahkan potensial menimbulkan gerakan "People Power" agaknya susah dihindari.
Oleh karena itu sekali lagi kita meminta kepada KPU dan Bawaslu dengan sangat harap, demi keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara ini agar dalam memutuskan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden mana yang benar- benar sebagai pemenang Pilpres dan berhak untuk memegang tampuk Pemerintahan dan Kekuasaan di Republik tercinta ini benar-benar mendasarkan kepada kejujuran, keadilan, netralitas dan sumpah jabatan, serta nilai-nilai moral, nilai agama dengan penuh rasa tanggung jawab dunia akhirat kelak.
Semua apapun yang anda lakukan tidak ada yang luput dari pantauan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Ingatlah firman Allah yang artinya, "Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula" (Q.S. Az-Zalzalah: ayat 7 dan ayat 8).
Proses Pemilu Pilpres dan Pileg yang berjalan dengan penuh dinamika dan indikasi praktek-praktek kecurangan bahkan sudah pada taraf Kejahatan Demokrasi telah menjadikan momentum Pemilu dan Pengejawantahan Kedaulatan Rakyat tersebut terhanyut pada pusaran arus deras yang menimbulkan tingginya kadar ketidakpercayaan yang meluas dari Rakyat tentang kredibilitas, profesionalisme dan kejururan dari seluruh jajaran Penyelenggara terutama KPU dan Bawaslu.
Serta indikasi praktek menyimpangan berupa ketidaknetralan sejumlah oknum Pimpinan Jajaran Aparatur Pemerintahan, seperti TNI/Polri, ASN, Kepala Daerah, Kepala Desa/Lurah beserta Perangkatnya sampai Kepling/Kepala Dusun yang tidak sedikit dari mereka terindikasi telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari fungsi dan tugas mereka, dengan melakukan berbagai tindakan dan upaya kecurangan yang secara kasat mata hanya menguntungkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01.
Fakta-fakta praktek kecurangan di lapangan yang beredar luas di media sosial (medsos), jelas tidak mungkin diklaim semua sebagai berita hoax, oleh karena itu sangat tidak adil dan terlalu tendensius bila ada pakar, tokoh yang menyatakan bahwa praktek kecuragan Pemilu yang ada saat ini hanya sebatas kesalahan manusia, kesalahan prosedur dan berbagai argumentasi apologis lainnya.
Proses pelaksanaan kedaulatan rakyat harus dan wajib dilaksanakan sesuai Konstitusi UUD 1945 dan aturan hukum yang menjadi dasar penjabarannya yaitu UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan berbagai peraturan pelaksnaannya. Bila segala proses pelaksanaan yang dilakukan menyimpang dari Konstitusi dan UU Pemilu serta peraturan pelaksanaannya maka hal itu dapat dikwalifisir sebagai perbuatan kejahatan yang para pelakunya harus diseret ke proses hukum untuk diadili.
Sedangkan bagi Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang terbukti ikut terlibat langsung atau tidak langsung dalam berbagai praktek kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal tersebut dapat dikenakan sanksi hukum berupa tindakan diskuakifikasi (pembatalan sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presisen) oleh Penyelenggara Pemilu. Namun pertanyaan Publik yang timbul adalah apakah dalam kondisi saat ini Penegakan Hukum masih dapat diharapkan dilaksanakan terutama apabila para pelaku ini adalah terindikasi pihak-pihak yang jelas-jelas ingin menghalalkan segala cara untuk memenangkan salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu?
Pemimpin Harus dan Wajib Dilahirkan Dari Seluruh Proses Demokrasi Yang Benar, Jujur dan Adil
Pertanyaan mendasar adalah mengapa suatu kepemimpinan itu harus dilahirkan atau didirikan dari proses yang benar, jujur dan adil. Tentunya pertanyaan tersebut harus dimaknai dan dianalisis dari berbagai sisi. Dari sudut Konstitusi maka Posisioning Pemimpin dalam konteks Indonesia saat ini Presiden dan Wakil Presiden†tentunya bukan hanya dimaknai sebagai Pemimpin atau Manager yang akan mengelola suatu korporasi, suatu organisasi.
Akan tetapi Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan yang harus dan wajib menjalankan Konstitusi UUD 1945 dan selururuh aturan hukum yang sah dan berlaku guna melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Sementara itu "Pemimpin Presiden" mempunyai posisioning yang terhormat dan dibadikan sebagai representase bangsa sehingga secara hakiki mempunyai tanggung jawab yang besar dan di satu sisi mempunyai hak untuk mendapat dukungan dari rakyat yang dipimpinnya.
Syarat untuk mendapatkan dukungan rakyat kuat (legitimasi sosial ) tersebut tentunya Presiden yang dilahirkan adalah, figur Presiden yang merupakan hasil proses demokrasi Pemilu yang dilaksanakan secara benar, jujur dan adil, sehingga mandat yang dia pegang benar-benar merupakan resultante riel dari keinginan, aspirasi dan pilihan dari mayoritas rakyat Indonesia.
Bila hal itu yang terjadi maka Pemerintahan yang dipimpin seorang Presiden yang mendapat legitimasi kuat dari rakyat akan dapat berjalan efektif membawa bangsa dan negara ini menuju kemajuan guna mencapai cita-cita bangsa yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebaliknya bila "Pemimpin Presiden" dilahirkan dari suatu proses demokrasi pemilu yang penuh penyimpangan, kecurangan yang nyata-nyata sudah pada taraf kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif, dan brutal tentunya akan lahir kepemimpinan yang unligitimate dan kemungkinan besar akan mendapat penolakan yang meluas dari mayoritas rakyat.
Pemerintahan tersebut akan sulit berjalan secara efektif meskipun dijalankan dengan menggunakan sistem pemerintahan tangan besi. Kondisi ini akan mengancam kelangsungan dan keutuhan Bangsa ini.
Tentunya kita semua sesama anak bangsa yang benar-benar komit mencintai keutuhan dan kedamaian serta persatuan Bangsa ini tidak menginginkan kepemimpinan yang unlegitimate tersebut terlahir dari suatu proses demokrasi yaitu Pemilu Presiden yang diwarnai berbagai bentuk kecurangan yang terjadi secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal serta manipulasi hasil pilihan suara rakyat yang sebenarnya dengan berbagai macam modus rekayasa.
Saat ini lanjutan rangkaian proses Pemilu Pilpres dan Pileg 2019 sedang berlangsung memasuki tahap perhitungan suara secara berjenjang dari TPS-TPS ke Kecamatan, dan akan berlanjut ke tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi sampai dengan tingkat tabulasi suara secara nasional oleh KPU Pusat.
Dalam tahapan ini semua juga telah banyak indikasi terjadinya penyimpangan dan praktek kecurangan dengan berbagai bentuk yang semuanya itu dengan mudah dan cepat tersiar diberbaga pemberitaan terutama media sosial menjelajah ke seluruh masyarakat baik Nasional maupun Internasional.
Kondisi ini menimbulkan munculnya berbagai keperihatinan yang mendalam dari berbagai kalangan yang masih komit dengan perlunya tetap ditegakkan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil dalam semua tahapan proses pemilu tertama untuk Pilpres yang semuanya telah menelan dana/ uang rakyat yang sangat besar sekitar Rp 25 triliun bahkan ratusan korban jiwa para petugas KPPS yang gugur dalam menjalankan tugasnya akibat berbagai sebab.
Tentunya perhelatan demokrasi Pemilu Pilpres dan Pileg Serentak 2019 yang oleh berbagai kalangan dinilai sebagai Pemilu yang terjelek dalam sejarah Pemilu di Indonesia sejak Era Reformasi jelas harus menjadi introspeksi penting bagi jajaran Komisioner KPU Pusat sampai ke Daerah, bila anda masih tetap membiarkan atau ikut langsung atau tidak langsung melakukan praktek-praktek kecurangan tersebut maka segeralah insyaf dan bertobat, karena semua apapun yang anda-anda kerjakan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Firman Allah SWT yang artinya, "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksialah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan". (QS. Yasin: 65).
Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan memberi yang terbaik kepada Bangsa dan Negeri tercinta ini. Amiin ya Robbal’alamiin.***
Penulis adalah Besar Fakultas Hukum USU/Ketua Umum KAHMI Medan.