Saling tuding dugaan penggelembungan suara antara dua caleg dari Partai Golkar untuk tingkat DPR RI dari dapil Sumut II berujung sanksi etik terhadap komisioner KPU Sumut dan komisioner KPU Nias Barat. Ceritanya kasus yang berawal dari saling tuding penggelembungan suara tersebut dicoba diselesaikan oleh KPU Sumut dengan meminta agar KPU Nias Barat melakukan penghitungan ulang dengan membuka kotak suara.
Namun sialnya, hal ini justru dianggap sebagai bentuk keberpihakan oleh salah satu caleg yakni Rambe Kamarul Zaman dan diadukan hingga ke DKPP. Menurutnya aksi yang dilakukan oleh KPU Sumut dan jajarannya tersebut merupakan bentuk keberpihakan kepada lawannya Lamhot Sinaga yang hanya melaporkan dugaan penggelembungan tanpa disertai bukti. Terlebih pengaduan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh KPU Sumut dengan mengeluarkan surat resmi nomor: 368/PL.02.4-SD/12/Prov/V/2019 yang berisikan perintah untuk melakukan pemeriksaan/kroscek data hasil rekapitulasi tingkat Kecamatan (formulir DA1-DPR dan formulir DAA1-DPR) dengan formulir C1-DPR Hologram atau formulir C1-DPR Plano di 3 (tiga) Kecamatan yaitu Lahomi, Lolofitu Moi, Mandrehe.
Dalam perjalanannya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyimpulkan hal tersebut sebagai sebuah pelanggaran etik dan menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU Sumut Yulhasni dan komisioner lainnya. Yulhasni dijatuhkan sanksi dicopot dari jabatannya sebagai Ketua KPU Sumut, Benget Manahan Silitonga dicopot dari jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis. 5 Komisioner lainnya Herdensi Adnin, Syafrial Syah, Mulia Banurea, Ira Wirtati dan Batara Manurung diberi sanksi teguran keras.
Bukan hanya mereka, Ketua KPU Nias Barat Famataro Zai juga dicopot dari jabatannya, Nigatinia Gulo dicopot dari jabatannya selaku divisi teknis KPU Nias Barat dan 3 komisioner lainnya yakni Efori Zalukhu, Markus Makna Richard Hia dan Maranata Gulo.
Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting bahkan juga ikut diberikan sanksi teguran keras karena ikut menjadi pihak yang teradu dalam pengaduan.
Ironisnya, DKPP sepertinya tidak melihat hasil dari putusan sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga sempat menggelar sidang atas perkara ini. Dalam sidang , KPU membantah adanya penggelembungan suara kepada Lamhot. Yang ditemukan justru adanya penggelembungan suara untuk Rambe.
"Berdasarkan hasil kroscek di tingkat kecamatan terbukti terdapat penggelembungan untuk pemohon (Rambe). Jadi yang melakukan penggelembungan justru pemohon," kata Kuasa Hukum KPU, Ali Nurdin, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (17/7).
Dalam putusannya DKPP tetap menyebutkan langkah yang ditempuh oleh KPU Sumut dalam menindaklanjuti pengaduan dugaan penggelembungan suara tersebut sebagai langkah yang melanggar kode etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Hal ini diputuskan oleh DKPP dalam sidang yang digelar di Jakarta yang dihadiri oleh 7 (tujuh) anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum, yakni Harjono, selaku Ketua merangkap Anggota; Muhammad, Teguh Prasetyo, Alfitra Salam, Ida Budhiati, Rahmad Bagja dan Hasyim Asy’ari.
© Copyright 2024, All Rights Reserved