Dalam era keterbukaan dan penggunaan IT super canggih saat ini yang semua informasi positif dan negatif dengan mudah dapat tersebar dalam hitungan detik ke seluruh penjuru dunia, dan seluruh kalangan masyarakat, namun masih ada oknum-oknum penyelenggara pemilu yang masih terus bernafsu untuk melakukan kecurangan-kecurangan sungguh-sungguh perilaku yang tak bermoral dan jauh dari logika akal sehat, perilaku seperti itu adalah perilaku yang hanya dirasuki nafsu dan syahwat berkuasa tanpa mengindahkan nilai-nilai moral, akhlaq, dan jauh dari budaya bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, nilai agama, adat istiadat dan perilaku yang Jujur dan Adil.
Kecurangan Pemilu yang dilakukan secara massif, terstruktur, terorganisir dan brutal ini jelas telah menjatuhkan martabat bangsa di mata dunia internasional. Boleh saja pihak Penyelengara Pemilu, Pemerintah yang saat ini berperan sebagai Pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana menyatakan bahwa kalau ada penyimpangan, kecurangan silahkan lapor...silahkan lapor...selahkan lapor, mau lapor kemana , toh semua instansi penegak hukum dan pengawas Pemilu sudah dikendalikan orang-orang yang semuanya berpihak bahkan secara terang-terangan sudah berperan sebagai Tim Sukses salah satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden, oleh karenanya mayoritas rakyat menganggap hal tersebut hanya apologi untuk menutupi kebohongan dan kecurangan demi kecurangan yang terus berlangsung. Tanpa ada laporan masyarakatpun seyogianya aparat penegak hukum dan Penyelenggara Pemilu secara hukum wajib menindak seluruh penyimpangan dan kecurangan-kecurangan tersebut. Bahkan praktek-praktek kecurangan yang dilakukan pihak Tim Sukses, simpatisan Paslon Capres/Cawapres yang sudah massif dan terstrukur tersebut sebenarnya sudah pada taraf yang diluar batas toleransi yang seharusnya secara hukum dapat diberikan sanksi dan tindakan tegas berupa pendiskwalifikasian sebagai Peserta Pilpres.
Ironisnya lagi berbagai indikasi praktek kecurangan nyata-nyata juga ditemukan dalam proses input data yang dilakukan oleh KPU seperti penginputan data secara salah yang merugikan Paslon Capres/Cawapres no.02 dengan modus pengimputan data yang tidak sesuai antara angka perolehan suara yang tercantum dalam formulir C1 dengan angka yang diinput ke dalam Data Tabulasi KPU, sementara itu untuk Paslon 01 terindikasi telah terjadi penambahan/penggelembungan jumlah suara dari jumlah yang tercantum dalam Formulir C1. Praktek-praktek seperti ini jelas merupakan suatu perbuatan kejahatan yang harus segera mendapat hukuman yang berat bagi para oknum Penyelenggara serta Paslon Capres/Cawapres yang mendapat keuntungan dari praktek-praktek curang tersebut seharusnya mendapat sanksi yang tegas berupa tindakan diskwalifikasi sebagai Peserta Pemilu. Akan tetapi yang terjadi adalah pihak penyelenggara secara enteng dan sepele alias acuh dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya sebatas kesalahan manusia (human error). Sikap Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu tersebut jelas telah menghianati Kedaulatan Rakyat yang dijamin Konstitusi UUD 1945, tetapi dengan seenaknya Pihak Penyelenggara berkolaborasi dengan oknum-oknum aparatur keamanan, ASN, Pejabat Negara, Kepala Daerah, bahkan para Pakar dari berbagai Perguruan Tinggi yang semuanya diarahkan untuk secara akuur membenarkan bahwa proses Pemilu yang berjalan saat ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini benar-benar sangat melukai hati mayoritas Rakyat Indonesia yang sejak awal sudah menolak segala praktek-praktek kecurangan dalam Proses Pelaksanaan Pemilu khususnya Pilpres 2019.
Melihat situasi yang berkembang di lapangan mengenai indikasi praktek-praktek kecurangan Pemilu secara massif, terorganisir, terstruktur dan brutal seharusnya menjadi perhatian semua kita sesama anak bangsa, untuk tetap tidak pernah menyerah , akan tetapi harus bersikap tegas untuk melawan segala kecurangan serta untuk mempertahankan agar semua pihak terutama Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu benar-benar berlaku Juur dan Adil dalam pelaksanaan seluruh proses Pemilu khususnya Pilpres, sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan Masyarakat luas terhadap hasil Pemilu Pilpres yang dapat menimbulkan perpecahan dan kegaduhan sesama anak bangsa; untuk itu pihak Penyelenggara dalam hal ini seluruh Oknum-Oknum Komisioner KPU dan Bawaslu mulai dari Pusat sampai ke daerah, dan para petugas di tingkat KPPS, PPK, termasuk pihak Keamanan TNI/Polri, sekali lagi harus benar-banar memperhatikan potensi timbulnya perpecahan tersebut, jangan hanya karena ingin menghamba kepada pihak-pihak tertentu dan hanya karena ulah sekelompok pihak-pihak yang ingin mendapat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, ternyata anda mengorbankan kepentingan dan keutuhan bangsa yang jauh lebih utama diselamatkan.
Seyogianya seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu dan Pihak Keamanan peka terhadap kondisi riel aspirasi Mayoritas Rakyat yang menuntut dan berharap terwujudnya Pilpres yang benar-benar Jujur dan Adil, sehingga melahirkan Pemimpin Bangsa yaitu Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar dihasilkan dari Pemilu yang Jujur dan Adil bukan berasal dari hasil Pemilu yang dipenuhi praktek-praktek kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal.
Merujuk kepada perkembangan situasi dan kondisi resistensi masyarakat terhadap praktek-praktek kecurangan yang berlangsung secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal khususnya dalam Pemilu Pilpres, telah membawa ancaman yang serius terhadap keutuhan dan persatuan bangsa ini. Ketidak setujuan seluruh pendukung salah satu Paslon Capres/Cawapres dalam hal ini Paslon 02 atas bukti â€\" bukti kecurangan Pemilu Pilpres tanggal 17 April 2019 jelas berpotensi untuk menimbulkam perpecahan dan benturan diantara sesama anak bangsa yang satu sama lain akan mengklaim bahwa Paslon Merekalah yang mendapat suara terbanyak dan berhak menduduki kursi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Melihat tingginya potensi konplik yang secara empirik dapat menimbulkan konplik sosial yang meluas diantara sesama anak bangsa, yang juga akan melibatkan aparat keamanan TNI/Polri dan berbagai pihak dan elemen bangsa, maka sudah seharusnya Pihak Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu segera menghentikan dan menindak semua praktek- praktek kecurangan dalam Pemilu Pilprse 2019 yang saat ini masuk pada tahap proses perhitungan suara menuju jadwal Pengumuman Resmi Pemenang hasil Pemilu terutama hasi Pilpres yang sangat dinantikan seluruh Rakyat Indonesia dimanapun berada, bahkan sangat dinantikan dunia Internasional. Semoga seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawsalu serta pihak keamanan segera introspeksi diri untuk kembali bersikap Jujur, Adil ,Netral dan Objektif, demi kebaikan bagi bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini.*** Penulis merupakan Guru Besar FH USU/Ketua Umum KAHMI Medan" itemprop="description"/>
Dalam era keterbukaan dan penggunaan IT super canggih saat ini yang semua informasi positif dan negatif dengan mudah dapat tersebar dalam hitungan detik ke seluruh penjuru dunia, dan seluruh kalangan masyarakat, namun masih ada oknum-oknum penyelenggara pemilu yang masih terus bernafsu untuk melakukan kecurangan-kecurangan sungguh-sungguh perilaku yang tak bermoral dan jauh dari logika akal sehat, perilaku seperti itu adalah perilaku yang hanya dirasuki nafsu dan syahwat berkuasa tanpa mengindahkan nilai-nilai moral, akhlaq, dan jauh dari budaya bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, nilai agama, adat istiadat dan perilaku yang Jujur dan Adil.
Kecurangan Pemilu yang dilakukan secara massif, terstruktur, terorganisir dan brutal ini jelas telah menjatuhkan martabat bangsa di mata dunia internasional. Boleh saja pihak Penyelengara Pemilu, Pemerintah yang saat ini berperan sebagai Pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana menyatakan bahwa kalau ada penyimpangan, kecurangan silahkan lapor...silahkan lapor...selahkan lapor, mau lapor kemana , toh semua instansi penegak hukum dan pengawas Pemilu sudah dikendalikan orang-orang yang semuanya berpihak bahkan secara terang-terangan sudah berperan sebagai Tim Sukses salah satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden, oleh karenanya mayoritas rakyat menganggap hal tersebut hanya apologi untuk menutupi kebohongan dan kecurangan demi kecurangan yang terus berlangsung. Tanpa ada laporan masyarakatpun seyogianya aparat penegak hukum dan Penyelenggara Pemilu secara hukum wajib menindak seluruh penyimpangan dan kecurangan-kecurangan tersebut. Bahkan praktek-praktek kecurangan yang dilakukan pihak Tim Sukses, simpatisan Paslon Capres/Cawapres yang sudah massif dan terstrukur tersebut sebenarnya sudah pada taraf yang diluar batas toleransi yang seharusnya secara hukum dapat diberikan sanksi dan tindakan tegas berupa pendiskwalifikasian sebagai Peserta Pilpres.
Ironisnya lagi berbagai indikasi praktek kecurangan nyata-nyata juga ditemukan dalam proses input data yang dilakukan oleh KPU seperti penginputan data secara salah yang merugikan Paslon Capres/Cawapres no.02 dengan modus pengimputan data yang tidak sesuai antara angka perolehan suara yang tercantum dalam formulir C1 dengan angka yang diinput ke dalam Data Tabulasi KPU, sementara itu untuk Paslon 01 terindikasi telah terjadi penambahan/penggelembungan jumlah suara dari jumlah yang tercantum dalam Formulir C1. Praktek-praktek seperti ini jelas merupakan suatu perbuatan kejahatan yang harus segera mendapat hukuman yang berat bagi para oknum Penyelenggara serta Paslon Capres/Cawapres yang mendapat keuntungan dari praktek-praktek curang tersebut seharusnya mendapat sanksi yang tegas berupa tindakan diskwalifikasi sebagai Peserta Pemilu. Akan tetapi yang terjadi adalah pihak penyelenggara secara enteng dan sepele alias acuh dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya sebatas kesalahan manusia (human error). Sikap Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu tersebut jelas telah menghianati Kedaulatan Rakyat yang dijamin Konstitusi UUD 1945, tetapi dengan seenaknya Pihak Penyelenggara berkolaborasi dengan oknum-oknum aparatur keamanan, ASN, Pejabat Negara, Kepala Daerah, bahkan para Pakar dari berbagai Perguruan Tinggi yang semuanya diarahkan untuk secara akuur membenarkan bahwa proses Pemilu yang berjalan saat ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini benar-benar sangat melukai hati mayoritas Rakyat Indonesia yang sejak awal sudah menolak segala praktek-praktek kecurangan dalam Proses Pelaksanaan Pemilu khususnya Pilpres 2019.
Melihat situasi yang berkembang di lapangan mengenai indikasi praktek-praktek kecurangan Pemilu secara massif, terorganisir, terstruktur dan brutal seharusnya menjadi perhatian semua kita sesama anak bangsa, untuk tetap tidak pernah menyerah , akan tetapi harus bersikap tegas untuk melawan segala kecurangan serta untuk mempertahankan agar semua pihak terutama Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu benar-benar berlaku Juur dan Adil dalam pelaksanaan seluruh proses Pemilu khususnya Pilpres, sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan Masyarakat luas terhadap hasil Pemilu Pilpres yang dapat menimbulkan perpecahan dan kegaduhan sesama anak bangsa; untuk itu pihak Penyelenggara dalam hal ini seluruh Oknum-Oknum Komisioner KPU dan Bawaslu mulai dari Pusat sampai ke daerah, dan para petugas di tingkat KPPS, PPK, termasuk pihak Keamanan TNI/Polri, sekali lagi harus benar-banar memperhatikan potensi timbulnya perpecahan tersebut, jangan hanya karena ingin menghamba kepada pihak-pihak tertentu dan hanya karena ulah sekelompok pihak-pihak yang ingin mendapat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, ternyata anda mengorbankan kepentingan dan keutuhan bangsa yang jauh lebih utama diselamatkan.
Seyogianya seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu dan Pihak Keamanan peka terhadap kondisi riel aspirasi Mayoritas Rakyat yang menuntut dan berharap terwujudnya Pilpres yang benar-benar Jujur dan Adil, sehingga melahirkan Pemimpin Bangsa yaitu Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar dihasilkan dari Pemilu yang Jujur dan Adil bukan berasal dari hasil Pemilu yang dipenuhi praktek-praktek kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal.
Merujuk kepada perkembangan situasi dan kondisi resistensi masyarakat terhadap praktek-praktek kecurangan yang berlangsung secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal khususnya dalam Pemilu Pilpres, telah membawa ancaman yang serius terhadap keutuhan dan persatuan bangsa ini. Ketidak setujuan seluruh pendukung salah satu Paslon Capres/Cawapres dalam hal ini Paslon 02 atas bukti â€\" bukti kecurangan Pemilu Pilpres tanggal 17 April 2019 jelas berpotensi untuk menimbulkam perpecahan dan benturan diantara sesama anak bangsa yang satu sama lain akan mengklaim bahwa Paslon Merekalah yang mendapat suara terbanyak dan berhak menduduki kursi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Melihat tingginya potensi konplik yang secara empirik dapat menimbulkan konplik sosial yang meluas diantara sesama anak bangsa, yang juga akan melibatkan aparat keamanan TNI/Polri dan berbagai pihak dan elemen bangsa, maka sudah seharusnya Pihak Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu segera menghentikan dan menindak semua praktek- praktek kecurangan dalam Pemilu Pilprse 2019 yang saat ini masuk pada tahap proses perhitungan suara menuju jadwal Pengumuman Resmi Pemenang hasil Pemilu terutama hasi Pilpres yang sangat dinantikan seluruh Rakyat Indonesia dimanapun berada, bahkan sangat dinantikan dunia Internasional. Semoga seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawsalu serta pihak keamanan segera introspeksi diri untuk kembali bersikap Jujur, Adil ,Netral dan Objektif, demi kebaikan bagi bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini.*** Penulis merupakan Guru Besar FH USU/Ketua Umum KAHMI Medan"/>
Dalam era keterbukaan dan penggunaan IT super canggih saat ini yang semua informasi positif dan negatif dengan mudah dapat tersebar dalam hitungan detik ke seluruh penjuru dunia, dan seluruh kalangan masyarakat, namun masih ada oknum-oknum penyelenggara pemilu yang masih terus bernafsu untuk melakukan kecurangan-kecurangan sungguh-sungguh perilaku yang tak bermoral dan jauh dari logika akal sehat, perilaku seperti itu adalah perilaku yang hanya dirasuki nafsu dan syahwat berkuasa tanpa mengindahkan nilai-nilai moral, akhlaq, dan jauh dari budaya bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, nilai agama, adat istiadat dan perilaku yang Jujur dan Adil.
Kecurangan Pemilu yang dilakukan secara massif, terstruktur, terorganisir dan brutal ini jelas telah menjatuhkan martabat bangsa di mata dunia internasional. Boleh saja pihak Penyelengara Pemilu, Pemerintah yang saat ini berperan sebagai Pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana menyatakan bahwa kalau ada penyimpangan, kecurangan silahkan lapor...silahkan lapor...selahkan lapor, mau lapor kemana , toh semua instansi penegak hukum dan pengawas Pemilu sudah dikendalikan orang-orang yang semuanya berpihak bahkan secara terang-terangan sudah berperan sebagai Tim Sukses salah satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden, oleh karenanya mayoritas rakyat menganggap hal tersebut hanya apologi untuk menutupi kebohongan dan kecurangan demi kecurangan yang terus berlangsung. Tanpa ada laporan masyarakatpun seyogianya aparat penegak hukum dan Penyelenggara Pemilu secara hukum wajib menindak seluruh penyimpangan dan kecurangan-kecurangan tersebut. Bahkan praktek-praktek kecurangan yang dilakukan pihak Tim Sukses, simpatisan Paslon Capres/Cawapres yang sudah massif dan terstrukur tersebut sebenarnya sudah pada taraf yang diluar batas toleransi yang seharusnya secara hukum dapat diberikan sanksi dan tindakan tegas berupa pendiskwalifikasian sebagai Peserta Pilpres.
Ironisnya lagi berbagai indikasi praktek kecurangan nyata-nyata juga ditemukan dalam proses input data yang dilakukan oleh KPU seperti penginputan data secara salah yang merugikan Paslon Capres/Cawapres no.02 dengan modus pengimputan data yang tidak sesuai antara angka perolehan suara yang tercantum dalam formulir C1 dengan angka yang diinput ke dalam Data Tabulasi KPU, sementara itu untuk Paslon 01 terindikasi telah terjadi penambahan/penggelembungan jumlah suara dari jumlah yang tercantum dalam Formulir C1. Praktek-praktek seperti ini jelas merupakan suatu perbuatan kejahatan yang harus segera mendapat hukuman yang berat bagi para oknum Penyelenggara serta Paslon Capres/Cawapres yang mendapat keuntungan dari praktek-praktek curang tersebut seharusnya mendapat sanksi yang tegas berupa tindakan diskwalifikasi sebagai Peserta Pemilu. Akan tetapi yang terjadi adalah pihak penyelenggara secara enteng dan sepele alias acuh dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya sebatas kesalahan manusia (human error). Sikap Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu tersebut jelas telah menghianati Kedaulatan Rakyat yang dijamin Konstitusi UUD 1945, tetapi dengan seenaknya Pihak Penyelenggara berkolaborasi dengan oknum-oknum aparatur keamanan, ASN, Pejabat Negara, Kepala Daerah, bahkan para Pakar dari berbagai Perguruan Tinggi yang semuanya diarahkan untuk secara akuur membenarkan bahwa proses Pemilu yang berjalan saat ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini benar-benar sangat melukai hati mayoritas Rakyat Indonesia yang sejak awal sudah menolak segala praktek-praktek kecurangan dalam Proses Pelaksanaan Pemilu khususnya Pilpres 2019.
Melihat situasi yang berkembang di lapangan mengenai indikasi praktek-praktek kecurangan Pemilu secara massif, terorganisir, terstruktur dan brutal seharusnya menjadi perhatian semua kita sesama anak bangsa, untuk tetap tidak pernah menyerah , akan tetapi harus bersikap tegas untuk melawan segala kecurangan serta untuk mempertahankan agar semua pihak terutama Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu benar-benar berlaku Juur dan Adil dalam pelaksanaan seluruh proses Pemilu khususnya Pilpres, sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan Masyarakat luas terhadap hasil Pemilu Pilpres yang dapat menimbulkan perpecahan dan kegaduhan sesama anak bangsa; untuk itu pihak Penyelenggara dalam hal ini seluruh Oknum-Oknum Komisioner KPU dan Bawaslu mulai dari Pusat sampai ke daerah, dan para petugas di tingkat KPPS, PPK, termasuk pihak Keamanan TNI/Polri, sekali lagi harus benar-banar memperhatikan potensi timbulnya perpecahan tersebut, jangan hanya karena ingin menghamba kepada pihak-pihak tertentu dan hanya karena ulah sekelompok pihak-pihak yang ingin mendapat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, ternyata anda mengorbankan kepentingan dan keutuhan bangsa yang jauh lebih utama diselamatkan.
Seyogianya seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu dan Pihak Keamanan peka terhadap kondisi riel aspirasi Mayoritas Rakyat yang menuntut dan berharap terwujudnya Pilpres yang benar-benar Jujur dan Adil, sehingga melahirkan Pemimpin Bangsa yaitu Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar dihasilkan dari Pemilu yang Jujur dan Adil bukan berasal dari hasil Pemilu yang dipenuhi praktek-praktek kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal.
Merujuk kepada perkembangan situasi dan kondisi resistensi masyarakat terhadap praktek-praktek kecurangan yang berlangsung secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal khususnya dalam Pemilu Pilpres, telah membawa ancaman yang serius terhadap keutuhan dan persatuan bangsa ini. Ketidak setujuan seluruh pendukung salah satu Paslon Capres/Cawapres dalam hal ini Paslon 02 atas bukti â€\" bukti kecurangan Pemilu Pilpres tanggal 17 April 2019 jelas berpotensi untuk menimbulkam perpecahan dan benturan diantara sesama anak bangsa yang satu sama lain akan mengklaim bahwa Paslon Merekalah yang mendapat suara terbanyak dan berhak menduduki kursi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Melihat tingginya potensi konplik yang secara empirik dapat menimbulkan konplik sosial yang meluas diantara sesama anak bangsa, yang juga akan melibatkan aparat keamanan TNI/Polri dan berbagai pihak dan elemen bangsa, maka sudah seharusnya Pihak Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu segera menghentikan dan menindak semua praktek- praktek kecurangan dalam Pemilu Pilprse 2019 yang saat ini masuk pada tahap proses perhitungan suara menuju jadwal Pengumuman Resmi Pemenang hasil Pemilu terutama hasi Pilpres yang sangat dinantikan seluruh Rakyat Indonesia dimanapun berada, bahkan sangat dinantikan dunia Internasional. Semoga seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawsalu serta pihak keamanan segera introspeksi diri untuk kembali bersikap Jujur, Adil ,Netral dan Objektif, demi kebaikan bagi bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini.*** Penulis merupakan Guru Besar FH USU/Ketua Umum KAHMI Medan"/>
PESTA Demokrasi Pemilu 17 Apri 2019 telah digelar, namun berbagai permasalahan dan persoalan telah muncul dan sangat potensial mengancam keutuhan dan keselamatan bangsa ini. Kondisi ini sangat memperihatinkan dan mengkhawatirkan semua pihak yang seharusnya semua ini tidak perlu terjadi apabila Pihak Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU dan Bawaslu) benar-benar bekerja sesuai amanah Konstitusi UUD 1945 dan menjalankan dan menaati t Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Fenomena ketidak percayaan dan kecurigaan masyarakat meluas terhadap Penyelenggara sejak dari awal proses pelaksanaan Pemilu sudah mulai menggejala, dan praktek-praktek yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu yang banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak seakan diabaikan saja dan hampir tidak pernah mendapat respon yang positif dan memadai untuk perbaikan, padahal masukan dan kritikan itu semuanya disampaikan untuk perbaikan dan antisipasi kemungkinan munculnya berbagai permasalahan dan praktek kecurangan, bahkan sudah pada taraf praktek Kejahatan Demokrasi yang melanda Penyelenggaraan Pemilu hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ironisnya selama ini setiap kritik yang disampaikan berbagai elemen masyarakat terhadap berbagai indikasi penyimpangan yang terjadi dalam setiap tahapa prses Pemilu selalu dipandang sinis oleh Penyelenggara Pemilu dan juga Pemerintah yang berkuasa. Malah anehnya setiap kritik yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat, pakar yang kritis dan peduli kepada keinginan Pemilu yang Luber dan Jurdil dianggap sebagai upaya mendeligitimasi Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU & Bawaslu) dan ditakut-takuti sebagai suatu Kejahatan yang apat dituntut dengan berbagai undang-undang yang sengaja dihembuskan untuk membungkam suara-suara kritis tersebut.
Berbagai indikasi yang dianggap potensial memberikan peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan secara curang dari hasil Pemilu terutama untuk Pilpres yang notabene terindikasi menguntungkan bagi pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana yang ditandai dengan munculnya berbagai masalah di lapangan seperti mulai dari proses penentuan jumlah angka DPT yang dianggap ada angka Siluman yang jumlahnya cukup besar dan signifikan, daftar pemilih yang tidak valid, temuan dokumen e-KTP yang tak jelas, kotak suara yang tidak standar, surat suara yang sudah tercoblo untuk Paslon Capres/Cawapres 01 dan berbagai indikasi praktek kecurangan yang sangat massif, terorganisir, terstruktur, bahkan brutal. Kondisi ini semua sangat-sangat memperihatinkan. Anehnya lagi pihak Penyelenggara (KPU & Bawaslu) terkesan sejak awal menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak perlu ditanggapi, bahlkan berbagai issu-issu praktek kecurangan yang sudah beredar luas diberbagai media TV, medsos dan lain-lain selalu diklaim pihak-pihak tertentu sebagai hoax, berita tidak benar yang lagi-lagi diatakut-takuti akan dituntut secara hukum sebagai dugaan penyebaran hoax. Padahal nyatanya itu semua sebagian besar adalah fakta riel di lapangan yang saat ini sudah terkuak secara luas kebenarannya.
Kecurangan Yang Sudah Kategori Kejahatan Demokrasi. Berbagai praktek kecurangan dalam tahap pemungutan suara Pemilu 17 April 2019 seperti indikasi tidak sampainya surat panggilan memilih secara merata kepada masyarakat oleh petugas KPPS sehingga tidak sedikit rakyat yang harus kecewa kehilangan hak suaranya, temuan sejumlah surat suara yang sudah terjoblos untuk salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01; beredarnya rekaman vidio terjadinya praktek curang pencoblosan secara brutal dengan jumlah lembar-lembar surat suara Pilpres yang diduga dilakukan oleh petugas KPPS , Proses perhitungan suara di TPS-TPS yang diwarnai pertengkaran dan kericuhan akibat Petugas KPPS hanya menyebut salah satu Paslon Capres/ Cawapres Petahana, padahal yang tercoblos di kertas adalah Paslon Nomor 02, bahkan ada salah seorang keluarga Pemilih disuatu TPS yang mengaku mereka satu keluarga berjumlah 11 orang yang memberikan hak pilihnya dalam TPS tersebut memilih Paslon Capres/Cawapres No.02, akan tetapi dalam perhitungan suara di TPS yang bersangkutan Paslon Capres/Cawapres No.02 hanya dapat 1 (satu) suara. Ketika keluarga yang merasa dicurangi melakukan protes tentang hasil tersebut, toh petugas KPPS tidak memperdulikannya. Beribu bahkan ratusan ribu bentuk dan modus praktek-praktek kecurangan lainnya dapat dipastikan masih banyak terjadi di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh Indonesia, ini adalah segelintir contoh praktek-praktek kecurangan yang dilakukan secara massif.
Hal yang sangat memperihatinkan lagi adalah indikasi praktek kecurangan, mungkin dalam tanda petik lebih tepat dikategorikan sebagai "Kejahatan Demokrasi" ternyata berlanjut dengan tahap input data suara dari TPS-TPS khusunya untuk hasil Pilpres sungguh sangat diwarnai praktek-praktek yang memalukan dan meperihatinkan serta jauh dari prinsip-prinsip Jujur dan Adil sebagai amanah Konstitusi dan UU Pemilu.
Dalam era keterbukaan dan penggunaan IT super canggih saat ini yang semua informasi positif dan negatif dengan mudah dapat tersebar dalam hitungan detik ke seluruh penjuru dunia, dan seluruh kalangan masyarakat, namun masih ada oknum-oknum penyelenggara pemilu yang masih terus bernafsu untuk melakukan kecurangan-kecurangan sungguh-sungguh perilaku yang tak bermoral dan jauh dari logika akal sehat, perilaku seperti itu adalah perilaku yang hanya dirasuki nafsu dan syahwat berkuasa tanpa mengindahkan nilai-nilai moral, akhlaq, dan jauh dari budaya bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, nilai agama, adat istiadat dan perilaku yang Jujur dan Adil.
Kecurangan Pemilu yang dilakukan secara massif, terstruktur, terorganisir dan brutal ini jelas telah menjatuhkan martabat bangsa di mata dunia internasional. Boleh saja pihak Penyelengara Pemilu, Pemerintah yang saat ini berperan sebagai Pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana menyatakan bahwa kalau ada penyimpangan, kecurangan silahkan lapor...silahkan lapor...selahkan lapor, mau lapor kemana , toh semua instansi penegak hukum dan pengawas Pemilu sudah dikendalikan orang-orang yang semuanya berpihak bahkan secara terang-terangan sudah berperan sebagai Tim Sukses salah satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden, oleh karenanya mayoritas rakyat menganggap hal tersebut hanya apologi untuk menutupi kebohongan dan kecurangan demi kecurangan yang terus berlangsung. Tanpa ada laporan masyarakatpun seyogianya aparat penegak hukum dan Penyelenggara Pemilu secara hukum wajib menindak seluruh penyimpangan dan kecurangan-kecurangan tersebut. Bahkan praktek-praktek kecurangan yang dilakukan pihak Tim Sukses, simpatisan Paslon Capres/Cawapres yang sudah massif dan terstrukur tersebut sebenarnya sudah pada taraf yang diluar batas toleransi yang seharusnya secara hukum dapat diberikan sanksi dan tindakan tegas berupa pendiskwalifikasian sebagai Peserta Pilpres.
Ironisnya lagi berbagai indikasi praktek kecurangan nyata-nyata juga ditemukan dalam proses input data yang dilakukan oleh KPU seperti penginputan data secara salah yang merugikan Paslon Capres/Cawapres no.02 dengan modus pengimputan data yang tidak sesuai antara angka perolehan suara yang tercantum dalam formulir C1 dengan angka yang diinput ke dalam Data Tabulasi KPU, sementara itu untuk Paslon 01 terindikasi telah terjadi penambahan/penggelembungan jumlah suara dari jumlah yang tercantum dalam Formulir C1. Praktek-praktek seperti ini jelas merupakan suatu perbuatan kejahatan yang harus segera mendapat hukuman yang berat bagi para oknum Penyelenggara serta Paslon Capres/Cawapres yang mendapat keuntungan dari praktek-praktek curang tersebut seharusnya mendapat sanksi yang tegas berupa tindakan diskwalifikasi sebagai Peserta Pemilu. Akan tetapi yang terjadi adalah pihak penyelenggara secara enteng dan sepele alias acuh dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya sebatas kesalahan manusia (human error). Sikap Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu tersebut jelas telah menghianati Kedaulatan Rakyat yang dijamin Konstitusi UUD 1945, tetapi dengan seenaknya Pihak Penyelenggara berkolaborasi dengan oknum-oknum aparatur keamanan, ASN, Pejabat Negara, Kepala Daerah, bahkan para Pakar dari berbagai Perguruan Tinggi yang semuanya diarahkan untuk secara akuur membenarkan bahwa proses Pemilu yang berjalan saat ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini benar-benar sangat melukai hati mayoritas Rakyat Indonesia yang sejak awal sudah menolak segala praktek-praktek kecurangan dalam Proses Pelaksanaan Pemilu khususnya Pilpres 2019.
Melihat situasi yang berkembang di lapangan mengenai indikasi praktek-praktek kecurangan Pemilu secara massif, terorganisir, terstruktur dan brutal seharusnya menjadi perhatian semua kita sesama anak bangsa, untuk tetap tidak pernah menyerah , akan tetapi harus bersikap tegas untuk melawan segala kecurangan serta untuk mempertahankan agar semua pihak terutama Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu benar-benar berlaku Juur dan Adil dalam pelaksanaan seluruh proses Pemilu khususnya Pilpres, sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan Masyarakat luas terhadap hasil Pemilu Pilpres yang dapat menimbulkan perpecahan dan kegaduhan sesama anak bangsa; untuk itu pihak Penyelenggara dalam hal ini seluruh Oknum-Oknum Komisioner KPU dan Bawaslu mulai dari Pusat sampai ke daerah, dan para petugas di tingkat KPPS, PPK, termasuk pihak Keamanan TNI/Polri, sekali lagi harus benar-banar memperhatikan potensi timbulnya perpecahan tersebut, jangan hanya karena ingin menghamba kepada pihak-pihak tertentu dan hanya karena ulah sekelompok pihak-pihak yang ingin mendapat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, ternyata anda mengorbankan kepentingan dan keutuhan bangsa yang jauh lebih utama diselamatkan.
Seyogianya seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu dan Pihak Keamanan peka terhadap kondisi riel aspirasi Mayoritas Rakyat yang menuntut dan berharap terwujudnya Pilpres yang benar-benar Jujur dan Adil, sehingga melahirkan Pemimpin Bangsa yaitu Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar dihasilkan dari Pemilu yang Jujur dan Adil bukan berasal dari hasil Pemilu yang dipenuhi praktek-praktek kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal.
Merujuk kepada perkembangan situasi dan kondisi resistensi masyarakat terhadap praktek-praktek kecurangan yang berlangsung secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal khususnya dalam Pemilu Pilpres, telah membawa ancaman yang serius terhadap keutuhan dan persatuan bangsa ini. Ketidak setujuan seluruh pendukung salah satu Paslon Capres/Cawapres dalam hal ini Paslon 02 atas bukti â€" bukti kecurangan Pemilu Pilpres tanggal 17 April 2019 jelas berpotensi untuk menimbulkam perpecahan dan benturan diantara sesama anak bangsa yang satu sama lain akan mengklaim bahwa Paslon Merekalah yang mendapat suara terbanyak dan berhak menduduki kursi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Melihat tingginya potensi konplik yang secara empirik dapat menimbulkan konplik sosial yang meluas diantara sesama anak bangsa, yang juga akan melibatkan aparat keamanan TNI/Polri dan berbagai pihak dan elemen bangsa, maka sudah seharusnya Pihak Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu segera menghentikan dan menindak semua praktek- praktek kecurangan dalam Pemilu Pilprse 2019 yang saat ini masuk pada tahap proses perhitungan suara menuju jadwal Pengumuman Resmi Pemenang hasil Pemilu terutama hasi Pilpres yang sangat dinantikan seluruh Rakyat Indonesia dimanapun berada, bahkan sangat dinantikan dunia Internasional. Semoga seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawsalu serta pihak keamanan segera introspeksi diri untuk kembali bersikap Jujur, Adil ,Netral dan Objektif, demi kebaikan bagi bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini.*** Penulis merupakan Guru Besar FH USU/Ketua Umum KAHMI Medan
PESTA Demokrasi Pemilu 17 Apri 2019 telah digelar, namun berbagai permasalahan dan persoalan telah muncul dan sangat potensial mengancam keutuhan dan keselamatan bangsa ini. Kondisi ini sangat memperihatinkan dan mengkhawatirkan semua pihak yang seharusnya semua ini tidak perlu terjadi apabila Pihak Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU dan Bawaslu) benar-benar bekerja sesuai amanah Konstitusi UUD 1945 dan menjalankan dan menaati t Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Fenomena ketidak percayaan dan kecurigaan masyarakat meluas terhadap Penyelenggara sejak dari awal proses pelaksanaan Pemilu sudah mulai menggejala, dan praktek-praktek yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu yang banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak seakan diabaikan saja dan hampir tidak pernah mendapat respon yang positif dan memadai untuk perbaikan, padahal masukan dan kritikan itu semuanya disampaikan untuk perbaikan dan antisipasi kemungkinan munculnya berbagai permasalahan dan praktek kecurangan, bahkan sudah pada taraf praktek Kejahatan Demokrasi yang melanda Penyelenggaraan Pemilu hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ironisnya selama ini setiap kritik yang disampaikan berbagai elemen masyarakat terhadap berbagai indikasi penyimpangan yang terjadi dalam setiap tahapa prses Pemilu selalu dipandang sinis oleh Penyelenggara Pemilu dan juga Pemerintah yang berkuasa. Malah anehnya setiap kritik yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat, pakar yang kritis dan peduli kepada keinginan Pemilu yang Luber dan Jurdil dianggap sebagai upaya mendeligitimasi Penyelenggara Pemilu (Jajaran KPU & Bawaslu) dan ditakut-takuti sebagai suatu Kejahatan yang apat dituntut dengan berbagai undang-undang yang sengaja dihembuskan untuk membungkam suara-suara kritis tersebut.
Berbagai indikasi yang dianggap potensial memberikan peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan secara curang dari hasil Pemilu terutama untuk Pilpres yang notabene terindikasi menguntungkan bagi pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana yang ditandai dengan munculnya berbagai masalah di lapangan seperti mulai dari proses penentuan jumlah angka DPT yang dianggap ada angka Siluman yang jumlahnya cukup besar dan signifikan, daftar pemilih yang tidak valid, temuan dokumen e-KTP yang tak jelas, kotak suara yang tidak standar, surat suara yang sudah tercoblo untuk Paslon Capres/Cawapres 01 dan berbagai indikasi praktek kecurangan yang sangat massif, terorganisir, terstruktur, bahkan brutal. Kondisi ini semua sangat-sangat memperihatinkan. Anehnya lagi pihak Penyelenggara (KPU & Bawaslu) terkesan sejak awal menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak perlu ditanggapi, bahlkan berbagai issu-issu praktek kecurangan yang sudah beredar luas diberbagai media TV, medsos dan lain-lain selalu diklaim pihak-pihak tertentu sebagai hoax, berita tidak benar yang lagi-lagi diatakut-takuti akan dituntut secara hukum sebagai dugaan penyebaran hoax. Padahal nyatanya itu semua sebagian besar adalah fakta riel di lapangan yang saat ini sudah terkuak secara luas kebenarannya.
Kecurangan Yang Sudah Kategori Kejahatan Demokrasi. Berbagai praktek kecurangan dalam tahap pemungutan suara Pemilu 17 April 2019 seperti indikasi tidak sampainya surat panggilan memilih secara merata kepada masyarakat oleh petugas KPPS sehingga tidak sedikit rakyat yang harus kecewa kehilangan hak suaranya, temuan sejumlah surat suara yang sudah terjoblos untuk salah satu Paslon Capres/Cawapres tertentu dalam hal ini Paslon 01; beredarnya rekaman vidio terjadinya praktek curang pencoblosan secara brutal dengan jumlah lembar-lembar surat suara Pilpres yang diduga dilakukan oleh petugas KPPS , Proses perhitungan suara di TPS-TPS yang diwarnai pertengkaran dan kericuhan akibat Petugas KPPS hanya menyebut salah satu Paslon Capres/ Cawapres Petahana, padahal yang tercoblos di kertas adalah Paslon Nomor 02, bahkan ada salah seorang keluarga Pemilih disuatu TPS yang mengaku mereka satu keluarga berjumlah 11 orang yang memberikan hak pilihnya dalam TPS tersebut memilih Paslon Capres/Cawapres No.02, akan tetapi dalam perhitungan suara di TPS yang bersangkutan Paslon Capres/Cawapres No.02 hanya dapat 1 (satu) suara. Ketika keluarga yang merasa dicurangi melakukan protes tentang hasil tersebut, toh petugas KPPS tidak memperdulikannya. Beribu bahkan ratusan ribu bentuk dan modus praktek-praktek kecurangan lainnya dapat dipastikan masih banyak terjadi di berbagai TPS-TPS yang ada di seluruh Indonesia, ini adalah segelintir contoh praktek-praktek kecurangan yang dilakukan secara massif.
Hal yang sangat memperihatinkan lagi adalah indikasi praktek kecurangan, mungkin dalam tanda petik lebih tepat dikategorikan sebagai "Kejahatan Demokrasi" ternyata berlanjut dengan tahap input data suara dari TPS-TPS khusunya untuk hasil Pilpres sungguh sangat diwarnai praktek-praktek yang memalukan dan meperihatinkan serta jauh dari prinsip-prinsip Jujur dan Adil sebagai amanah Konstitusi dan UU Pemilu.
Dalam era keterbukaan dan penggunaan IT super canggih saat ini yang semua informasi positif dan negatif dengan mudah dapat tersebar dalam hitungan detik ke seluruh penjuru dunia, dan seluruh kalangan masyarakat, namun masih ada oknum-oknum penyelenggara pemilu yang masih terus bernafsu untuk melakukan kecurangan-kecurangan sungguh-sungguh perilaku yang tak bermoral dan jauh dari logika akal sehat, perilaku seperti itu adalah perilaku yang hanya dirasuki nafsu dan syahwat berkuasa tanpa mengindahkan nilai-nilai moral, akhlaq, dan jauh dari budaya bangsa yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, nilai agama, adat istiadat dan perilaku yang Jujur dan Adil.
Kecurangan Pemilu yang dilakukan secara massif, terstruktur, terorganisir dan brutal ini jelas telah menjatuhkan martabat bangsa di mata dunia internasional. Boleh saja pihak Penyelengara Pemilu, Pemerintah yang saat ini berperan sebagai Pihak Paslon Capres/Cawapres Petahana menyatakan bahwa kalau ada penyimpangan, kecurangan silahkan lapor...silahkan lapor...selahkan lapor, mau lapor kemana , toh semua instansi penegak hukum dan pengawas Pemilu sudah dikendalikan orang-orang yang semuanya berpihak bahkan secara terang-terangan sudah berperan sebagai Tim Sukses salah satu Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden, oleh karenanya mayoritas rakyat menganggap hal tersebut hanya apologi untuk menutupi kebohongan dan kecurangan demi kecurangan yang terus berlangsung. Tanpa ada laporan masyarakatpun seyogianya aparat penegak hukum dan Penyelenggara Pemilu secara hukum wajib menindak seluruh penyimpangan dan kecurangan-kecurangan tersebut. Bahkan praktek-praktek kecurangan yang dilakukan pihak Tim Sukses, simpatisan Paslon Capres/Cawapres yang sudah massif dan terstrukur tersebut sebenarnya sudah pada taraf yang diluar batas toleransi yang seharusnya secara hukum dapat diberikan sanksi dan tindakan tegas berupa pendiskwalifikasian sebagai Peserta Pilpres.
Ironisnya lagi berbagai indikasi praktek kecurangan nyata-nyata juga ditemukan dalam proses input data yang dilakukan oleh KPU seperti penginputan data secara salah yang merugikan Paslon Capres/Cawapres no.02 dengan modus pengimputan data yang tidak sesuai antara angka perolehan suara yang tercantum dalam formulir C1 dengan angka yang diinput ke dalam Data Tabulasi KPU, sementara itu untuk Paslon 01 terindikasi telah terjadi penambahan/penggelembungan jumlah suara dari jumlah yang tercantum dalam Formulir C1. Praktek-praktek seperti ini jelas merupakan suatu perbuatan kejahatan yang harus segera mendapat hukuman yang berat bagi para oknum Penyelenggara serta Paslon Capres/Cawapres yang mendapat keuntungan dari praktek-praktek curang tersebut seharusnya mendapat sanksi yang tegas berupa tindakan diskwalifikasi sebagai Peserta Pemilu. Akan tetapi yang terjadi adalah pihak penyelenggara secara enteng dan sepele alias acuh dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya sebatas kesalahan manusia (human error). Sikap Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu tersebut jelas telah menghianati Kedaulatan Rakyat yang dijamin Konstitusi UUD 1945, tetapi dengan seenaknya Pihak Penyelenggara berkolaborasi dengan oknum-oknum aparatur keamanan, ASN, Pejabat Negara, Kepala Daerah, bahkan para Pakar dari berbagai Perguruan Tinggi yang semuanya diarahkan untuk secara akuur membenarkan bahwa proses Pemilu yang berjalan saat ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini benar-benar sangat melukai hati mayoritas Rakyat Indonesia yang sejak awal sudah menolak segala praktek-praktek kecurangan dalam Proses Pelaksanaan Pemilu khususnya Pilpres 2019.
Melihat situasi yang berkembang di lapangan mengenai indikasi praktek-praktek kecurangan Pemilu secara massif, terorganisir, terstruktur dan brutal seharusnya menjadi perhatian semua kita sesama anak bangsa, untuk tetap tidak pernah menyerah , akan tetapi harus bersikap tegas untuk melawan segala kecurangan serta untuk mempertahankan agar semua pihak terutama Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu benar-benar berlaku Juur dan Adil dalam pelaksanaan seluruh proses Pemilu khususnya Pilpres, sehingga tidak menimbulkan ketidakpercayaan Masyarakat luas terhadap hasil Pemilu Pilpres yang dapat menimbulkan perpecahan dan kegaduhan sesama anak bangsa; untuk itu pihak Penyelenggara dalam hal ini seluruh Oknum-Oknum Komisioner KPU dan Bawaslu mulai dari Pusat sampai ke daerah, dan para petugas di tingkat KPPS, PPK, termasuk pihak Keamanan TNI/Polri, sekali lagi harus benar-banar memperhatikan potensi timbulnya perpecahan tersebut, jangan hanya karena ingin menghamba kepada pihak-pihak tertentu dan hanya karena ulah sekelompok pihak-pihak yang ingin mendapat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, ternyata anda mengorbankan kepentingan dan keutuhan bangsa yang jauh lebih utama diselamatkan.
Seyogianya seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu dan Pihak Keamanan peka terhadap kondisi riel aspirasi Mayoritas Rakyat yang menuntut dan berharap terwujudnya Pilpres yang benar-benar Jujur dan Adil, sehingga melahirkan Pemimpin Bangsa yaitu Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar dihasilkan dari Pemilu yang Jujur dan Adil bukan berasal dari hasil Pemilu yang dipenuhi praktek-praktek kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal.
Merujuk kepada perkembangan situasi dan kondisi resistensi masyarakat terhadap praktek-praktek kecurangan yang berlangsung secara terencana, terstruktur, sistematis, massif dan brutal khususnya dalam Pemilu Pilpres, telah membawa ancaman yang serius terhadap keutuhan dan persatuan bangsa ini. Ketidak setujuan seluruh pendukung salah satu Paslon Capres/Cawapres dalam hal ini Paslon 02 atas bukti â€" bukti kecurangan Pemilu Pilpres tanggal 17 April 2019 jelas berpotensi untuk menimbulkam perpecahan dan benturan diantara sesama anak bangsa yang satu sama lain akan mengklaim bahwa Paslon Merekalah yang mendapat suara terbanyak dan berhak menduduki kursi jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Melihat tingginya potensi konplik yang secara empirik dapat menimbulkan konplik sosial yang meluas diantara sesama anak bangsa, yang juga akan melibatkan aparat keamanan TNI/Polri dan berbagai pihak dan elemen bangsa, maka sudah seharusnya Pihak Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu segera menghentikan dan menindak semua praktek- praktek kecurangan dalam Pemilu Pilprse 2019 yang saat ini masuk pada tahap proses perhitungan suara menuju jadwal Pengumuman Resmi Pemenang hasil Pemilu terutama hasi Pilpres yang sangat dinantikan seluruh Rakyat Indonesia dimanapun berada, bahkan sangat dinantikan dunia Internasional. Semoga seluruh jajaran Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawsalu serta pihak keamanan segera introspeksi diri untuk kembali bersikap Jujur, Adil ,Netral dan Objektif, demi kebaikan bagi bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini.*** Penulis merupakan Guru Besar FH USU/Ketua Umum KAHMI Medan