Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) teruas berupaya mencegah orangutan tertular covid-19. Hal ini mereka lakukan mengingat kesamaan DNA orangutan dengan manusia sebanyak 97% memunculkan asumsi bahwa orangutan berpotensi tertular. Langkah antisipasi di semua stasiun kerja SOCP dilakukan dengan melakukan penutupan sementara dan pengurangan aktifitas manusia termasuk di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP di Sibolangit (SOCP Sibolangit). Kepala Division Konservasi Ex-Situ SOCP Citrakasih Nente mengatakan, sebelum merebaknya Covid-19, sanitasi dan pola higienis memang merupakan hal yang sudah rutin dilakukan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi untuk menjaga kesehatan semua orangutan dan staf. Tetapi sejak adanya wabah Covid-19, protokol ini semakin diperketat dan arah cakupannya diperluas dengan penyemprotan disinfektan untuk benda-benda yang yang sering disentuh. Termasuk mengingatkan perilaku higenis kepada semua staf yang ada di areal karantina dan rehabilitasi lainnya. "Protokol ini akan ditinjau ulang secara berkala untuk melakukan penyesuaian-penyesuian dengan perkembangan pandemi Covid 19," ujar Citra Kasih Nente di Medan, Senin (20/7/2020). Dikatakan Citra, hal paling berbeda yang mereka lakukan adalah mengurangi kontak langsung antara orangutan dengan perawat satwa termasuk mengurangi kegiatan Forest School bagi orangutan. Forest school merupakan aktivitas yang dilakukan hampir setiap hari selama 2-3 jam dimana para perawat orangutan membawa beberapa orangutan secara bergantian ke area sekolah hutan untuk melatih mereka belajar menguasai pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup mandiri di hutan. Pengetahuan dan keahlian tersebut seperti memanjat, berkompetisi, mengenali pakan hutan, mengenali predator, berpindah pohon, membuat sarang di atas pohon, dan sebagainya. Hal ini merupakan proses penting bagi orangutan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi SOCP agar orangutan tersebut bisa memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di hutan saat nanti akan dilepasliarkan. Beberapa orangutan tersebut termasuk orangutan yang masih bayi dan masih perlu perawat satwa sampai mereka memiliki kepercayaan diri untuk menjelajah Forest School secara mandiri. "Proses ini sedikit banyak membuat adanya kontak antara orangutan dan para perawat mereka, sehingga dengan berbagai pertimbangan maka selama pandemi Covid 19 aktifitas ini terpaksa dikurangi. Sebagai alternatif dari berkurangnye kegiatan Forest School maka orangutan diberikan pengayaan (enrichment) di dalam kandang sehingga mereka masih bisa belajar meskipun di dalam kandang sekaligus mengurangi kebosanan," kata Citra. Selain meningkatkan sanitasi dan higienis , langkah lainnya adalah dengan mempersiapkan area blok kandang khusus untuk semua orangutan yang baru yang masuk ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP dalam masa Covid 19 terhitung sejak Maret 2020 dan membangun fasilitas kandang baru sebagai tempat isolasi jika nantinya ada orangutan yang diduga atau positif Covid 19. Selain itu, semua orangutan yang baru masuk ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP Sibolangit akan menjalani proses karantina selama 14 hari, yang disebut dengan karantina Covid-19 dan kondisinya akan dipantau oleh tim dokter hewan. Setelah dinyatakan aman dan tidak ada gejala yang mengarah ke Covid-19 maka orangutan tersebut akan menjalani karantina lanjutan selama 3 bulan, sebagaimana yang sudah menjadi prosedur SOCP sebelumnya untuk memastikan orangutan tersebut sehat sebelum bisa bergabung dengan orangutan lainnya. Di luar upaya-upaya tersebut, SOCP menurut Citra melakukan “prinsip tindakan pencegahan” (precautionary principle) dengan menghentikan sementara pelepasliaran orangutan bekas peliharaan (ex-captive) ke habitat alaminya. Hal ini sejalan dengan kebijakan dari Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup (KLHK) RI & International Union for Conservation and Nature (IUCN) untuk meminimalkan risiko membawa Covid 19 ini ke populasi liar baik orangutan maupun satwa liar liannya yang rentan terhadap Covid 19. "Terhentinya pelepasliaran orangutan menyebabkan jumlah orangutan yang dirawat dan direhabilitasi di Pusat Karantina & Rehabilitasi Orangutan SOCP Sibolangit meningkat," ucapnya. Dihubungi terpisah, Dokter Hewan Senior YEL-SOCP Yenny Saraswati menyatakan bahwa selama adanya Covid-19 ini, tim dokter dan perawat lebih waspada dalam beraktifitas harian dan tentunya kelengkapan APD merupakan satu perangkat utama yang harus digunakan agar tidak menyebarkan virus ini ke orangutan yang ditangani mengingat manusia merupakan sumber penularan saat ini. "Dengan jumlah orangutan yang jauh lebih banyak dari biasanya dan juga bayi orangutan yang memerlukan perawatan 24 jam, membuat kebutuhan APD semakin meningkat," ungkapnya. Yenny menuturkan, merawat orangutan di masa pandemi dengan kewajiban mengenakan APD memberi tantangan tersendiri, apalagi bagi mereka yang bekerja di alam tropis. "Ini menjadi tantangan kami yah, karena selain kami menghadapi orangutan, kami juga harus menghadapi diri kami sendiri, karena bekerja dengan APD lengkap itu cukup berat," sebut Yenny yang sudah lebih 10 tahun menangani orangutan Sumatra bersama SOCP. untuk membantu menutupi biaya tambahan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan selama Covid-19, SOCP melakukan kampanye crowdfunding melalui: https://www.justgiving.com/campaign/protectorangutans. SOCP sangat senang karena kampanye penggalangan dana ini masih bisa diperpanjang sampai 26 Juli 2020, itu artinya kesempatan bagi siapa pun yang masih ingin memberikan dukungan melalui kampanye crowdfunding tersebut masih terbuka. Selain mendapatkan perhatian dari salah satu Actor Hollywood yang juga merupakan Penggiat Lingkungan Hidup Internasional Leonardo DiCaprio. Selama ini SOCP juga mendapatkan dukungan dan perhatian dari Nadya Hutagalung, salah satu Super Model Asia berdarah Batak yang juga bergabung dengan organisasi PBB, United Nations Enviromental sebagai Goodwill Ambassador yang juga sudah beberapa kali mengunjungi Pusat Karantina dan Rehabilitasi SOCP.[R]
Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) teruas berupaya mencegah orangutan tertular covid-19. Hal ini mereka lakukan mengingat kesamaan DNA orangutan dengan manusia sebanyak 97% memunculkan asumsi bahwa orangutan berpotensi tertular. Langkah antisipasi di semua stasiun kerja SOCP dilakukan dengan melakukan penutupan sementara dan pengurangan aktifitas manusia termasuk di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP di Sibolangit (SOCP Sibolangit). Kepala Division Konservasi Ex-Situ SOCP Citrakasih Nente mengatakan, sebelum merebaknya Covid-19, sanitasi dan pola higienis memang merupakan hal yang sudah rutin dilakukan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi untuk menjaga kesehatan semua orangutan dan staf. Tetapi sejak adanya wabah Covid-19, protokol ini semakin diperketat dan arah cakupannya diperluas dengan penyemprotan disinfektan untuk benda-benda yang yang sering disentuh. Termasuk mengingatkan perilaku higenis kepada semua staf yang ada di areal karantina dan rehabilitasi lainnya. "Protokol ini akan ditinjau ulang secara berkala untuk melakukan penyesuaian-penyesuian dengan perkembangan pandemi Covid 19," ujar Citra Kasih Nente di Medan, Senin (20/7/2020). Dikatakan Citra, hal paling berbeda yang mereka lakukan adalah mengurangi kontak langsung antara orangutan dengan perawat satwa termasuk mengurangi kegiatan Forest School bagi orangutan. Forest school merupakan aktivitas yang dilakukan hampir setiap hari selama 2-3 jam dimana para perawat orangutan membawa beberapa orangutan secara bergantian ke area sekolah hutan untuk melatih mereka belajar menguasai pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup mandiri di hutan. Pengetahuan dan keahlian tersebut seperti memanjat, berkompetisi, mengenali pakan hutan, mengenali predator, berpindah pohon, membuat sarang di atas pohon, dan sebagainya. Hal ini merupakan proses penting bagi orangutan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi SOCP agar orangutan tersebut bisa memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di hutan saat nanti akan dilepasliarkan. Beberapa orangutan tersebut termasuk orangutan yang masih bayi dan masih perlu perawat satwa sampai mereka memiliki kepercayaan diri untuk menjelajah Forest School secara mandiri. "Proses ini sedikit banyak membuat adanya kontak antara orangutan dan para perawat mereka, sehingga dengan berbagai pertimbangan maka selama pandemi Covid 19 aktifitas ini terpaksa dikurangi. Sebagai alternatif dari berkurangnye kegiatan Forest School maka orangutan diberikan pengayaan (enrichment) di dalam kandang sehingga mereka masih bisa belajar meskipun di dalam kandang sekaligus mengurangi kebosanan," kata Citra. Selain meningkatkan sanitasi dan higienis , langkah lainnya adalah dengan mempersiapkan area blok kandang khusus untuk semua orangutan yang baru yang masuk ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP dalam masa Covid 19 terhitung sejak Maret 2020 dan membangun fasilitas kandang baru sebagai tempat isolasi jika nantinya ada orangutan yang diduga atau positif Covid 19. Selain itu, semua orangutan yang baru masuk ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP Sibolangit akan menjalani proses karantina selama 14 hari, yang disebut dengan karantina Covid-19 dan kondisinya akan dipantau oleh tim dokter hewan. Setelah dinyatakan aman dan tidak ada gejala yang mengarah ke Covid-19 maka orangutan tersebut akan menjalani karantina lanjutan selama 3 bulan, sebagaimana yang sudah menjadi prosedur SOCP sebelumnya untuk memastikan orangutan tersebut sehat sebelum bisa bergabung dengan orangutan lainnya. Di luar upaya-upaya tersebut, SOCP menurut Citra melakukan “prinsip tindakan pencegahan” (precautionary principle) dengan menghentikan sementara pelepasliaran orangutan bekas peliharaan (ex-captive) ke habitat alaminya. Hal ini sejalan dengan kebijakan dari Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup (KLHK) RI & International Union for Conservation and Nature (IUCN) untuk meminimalkan risiko membawa Covid 19 ini ke populasi liar baik orangutan maupun satwa liar liannya yang rentan terhadap Covid 19. "Terhentinya pelepasliaran orangutan menyebabkan jumlah orangutan yang dirawat dan direhabilitasi di Pusat Karantina & Rehabilitasi Orangutan SOCP Sibolangit meningkat," ucapnya. Dihubungi terpisah, Dokter Hewan Senior YEL-SOCP Yenny Saraswati menyatakan bahwa selama adanya Covid-19 ini, tim dokter dan perawat lebih waspada dalam beraktifitas harian dan tentunya kelengkapan APD merupakan satu perangkat utama yang harus digunakan agar tidak menyebarkan virus ini ke orangutan yang ditangani mengingat manusia merupakan sumber penularan saat ini. "Dengan jumlah orangutan yang jauh lebih banyak dari biasanya dan juga bayi orangutan yang memerlukan perawatan 24 jam, membuat kebutuhan APD semakin meningkat," ungkapnya. Yenny menuturkan, merawat orangutan di masa pandemi dengan kewajiban mengenakan APD memberi tantangan tersendiri, apalagi bagi mereka yang bekerja di alam tropis. "Ini menjadi tantangan kami yah, karena selain kami menghadapi orangutan, kami juga harus menghadapi diri kami sendiri, karena bekerja dengan APD lengkap itu cukup berat," sebut Yenny yang sudah lebih 10 tahun menangani orangutan Sumatra bersama SOCP. untuk membantu menutupi biaya tambahan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan selama Covid-19, SOCP melakukan kampanye crowdfunding melalui: https://www.justgiving.com/campaign/protectorangutans. SOCP sangat senang karena kampanye penggalangan dana ini masih bisa diperpanjang sampai 26 Juli 2020, itu artinya kesempatan bagi siapa pun yang masih ingin memberikan dukungan melalui kampanye crowdfunding tersebut masih terbuka. Selain mendapatkan perhatian dari salah satu Actor Hollywood yang juga merupakan Penggiat Lingkungan Hidup Internasional Leonardo DiCaprio. Selama ini SOCP juga mendapatkan dukungan dan perhatian dari Nadya Hutagalung, salah satu Super Model Asia berdarah Batak yang juga bergabung dengan organisasi PBB, United Nations Enviromental sebagai Goodwill Ambassador yang juga sudah beberapa kali mengunjungi Pusat Karantina dan Rehabilitasi SOCP.© Copyright 2024, All Rights Reserved