Kondisi Rusia dan Ukraina yang masih bertikai pasca kunjungan Presiden Joko Widodo bertemu kedua kepala negara tersebut tidak lantas dapat diindikasikan sebagai sebuah kegagalan dalam upaya menyelesaikan konflik yang terjadi.
Sebab, sejatinya Presiden Joko Widodo telah melaksanakan tugasnya dengan baik dengan menyampaikan pesan dari kedua kepala negara untuk menempuh jalur dialog atas permasalah diantara mereka.
Demikian disampaikan dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta Teguh Santosa.
“Tanggung jawab Indonesia yang tercermin dari kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia hanya satu, yaitu menyampaikan pesan perdamaian ke seluruh dunia. Tidak hanya ke Ukraina dan Rusia, tapi juga ke seluruh negara yang mungkin mengambil untung dari pertikaian antara Ukraina dan Rusia,” katanya, Senin (4/7/2022).
Mantan Ketua Bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah itu mengatakan, konflik terakhir antara Ukraina dan Rusia yang berlangsung sejak akhir Februari lalu memiliki akar yang cukup panjang. Tentu masing-masing pihak memiliki alasan dan menganggap diri mereka sebagai yang paling benar.
Keinginan Ukraina bergabung dengan NATO dan mengundang NATO ke wilayahnya sering disebut sebagai sebab utama yang membuat Rusia gerah.
Bagi Rusia, itu adalah provokasi yang nyata. Sehingga, sebelum Ukraina menjadi anggota NATO dan sebelum NATO membangun pangkalan militer di Ukraina, Rusia merasa perlu melancarkan operasi militer khusus untuk meredam keinginan Ukraina itu.
Namun di sisi lain, tambah mantan Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu, Ukraina juga merasa punya alasan kuat untuk meningkatkan kapasitas militer, termasuk dengan mengundang NATO ke wilayahnya. Karena faktanya di tahun 2014 wilayah Krimea milik Ukraina telah diinvasi dan diklaim Rusia hingga kini.
“Substansi dari kunjungan Jokowi adalah menyampaikan pesan perdamaian yang menjadi salah satu cita-cita kemerdekaan Indonesia seperti diamanatkan di dalam UUD 1945,” ujar Teguh Santosa.
Dia juga mengatakan, sikap netral Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB sudah cukup tegas. Indonesia percaya, bahwa itikad baik dan jalan dialog untuk mencapai perdamaian adalah modal penting yang harus dimiliki kedua negara untuk mengakhiri konflik.
Teguh mengatakan, serangan Rusia ke Ukraina tidak dapat dibenarkan dan sangat berpotensi menciptakan preseden buruk dalam praktik hubungan antarnegara.
“Kita konsisten mengecam aksi militer yang dilakukan satu negara terhadap negara lain,” demikian Teguh Santosa yang tengah mentelesaikan pendidikan doktoral hubungan internasional di Universitas Padjadjaran dan pernah dua kali diundang berbicara di Komisi IV PBB yang membidangi isu politik khusus dan dekolonisasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved