Pada prinsipnya, tanggungÂjawab menghadirkan terdakwa di persidangan ada di tangan Jaksa KPK. Oleh karena itu, kepulangan terdakwa ke rumahnya harus diikuti oleh pengawalan dari KPK. Ada tim yang bertugas mengawal, dari KPK dan tentunya kepolisian.
Suami Merry Purba meninggal dunia di Medan, Jumat (15/2) siang. Insiden itu bikin terdakwa syok. Sejak dapat kabar duka tersebut, terdakwa tak henti-hentinya menangis. Dia seperÂtinya menyesali perbuatan yang membuatnya terpaksa berstatus sebagai penghuni tahanan KPK
KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Merry Purba bersama 3 pihak lainnya. Mereka adalah panitera pengganti PN Medan Helpandi, pengusaha Hadi Setiawan, dan Tamin Sukardi.
Tamin adalah terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap hakim terkait vonis terhadap dirinya. Sementara Hadi adaÂlah orang kepercayaan Tamin. Tamin diduga menyuap hakim dan panitera PN Medan terkait vonis perkara korupsi penggelapan tanah bekas PTPN II. Pada perkara itu, Tamin duduk sebagai terdakwa dan sudah divonis bersalah enam tahun penÂjara. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 132 miliar.
Kasus ini terungkap dari OTT yang dilakukan KPK pada 28 Agustus 2018. Pada OTT terseÂbut, KPK menangkap empat hakim termasuk Merry. Tiga hakim lainnya adalah Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, dan hakim Sontan Merauke Sinaga.
Merry didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1,56 miliar dari Tamin melalui Helpandi, panitÂera pengganti PN Medan. Uang itu diberikan Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan.
Dalam sidang kasus ini akhir pekan lalu, saksi Staf Admistrasi PT Erni Putra Terari, Sudarni Samosir sempat meminta jaksa mengirim surat panggilan ke alamat kantor. Sambil menangis, Sudarmi mengaku stres lantaran harus menjawab pertanyaan anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
\"Terus terang aja ya pak, denÂgan persoalan ini saya stres juga. Saya tujuh kali pulang pergi Jakarta dipanggil KPK. Saya cerita sama anak bahwa ini urusankantor, tapi saat saya terima amplop dari KPK dia tanya, kokmama disurati KPK. KPK ini kan yang nangkap-nangkap di TV itu,\" kata Sudarni saat bersaksi untuk terdakwa Merry Purba.
Dalam perkara ini, dirinya hanya mengikuti perintah Tamin untuk menemui Helpandi. Dia tidak menyangka, perbuatan itu bikin dia berurusan dengan KPK. Dia berharap, kelak KPK menggunakan alamat kantornya untuk keperluan korespondensi alias jika ingin memanggilnya sebagai saksi persidangan.
\"Stres saya pak, saya hanya orang yang disuruh tapi kok sampai sejauh ini. Pak tolonglah kalau ada panggilan jangan kirim ke rumah. Kalau bisa ke kantor,\" pintanya.
Melihat tangisan ibu dua anak ini, ketua majelis hakim mencoba menenangkan sekaligus meminta jaksa untuk mengakomodir permintaanya. Tapi, jaksa mengatakan bahwa alamat yang dimiliki KPK hanya alamat rumah Sudarni. \"Maaf yang mulia karena alamat yang kami punya cuma itu. Mungkin nanti kita bisa minta alaÂmat kantornya dan akan dikirim ke sana,\" kata jaksa.
" itemprop="description"/>
Pada prinsipnya, tanggungÂjawab menghadirkan terdakwa di persidangan ada di tangan Jaksa KPK. Oleh karena itu, kepulangan terdakwa ke rumahnya harus diikuti oleh pengawalan dari KPK. Ada tim yang bertugas mengawal, dari KPK dan tentunya kepolisian.
Suami Merry Purba meninggal dunia di Medan, Jumat (15/2) siang. Insiden itu bikin terdakwa syok. Sejak dapat kabar duka tersebut, terdakwa tak henti-hentinya menangis. Dia seperÂtinya menyesali perbuatan yang membuatnya terpaksa berstatus sebagai penghuni tahanan KPK
KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Merry Purba bersama 3 pihak lainnya. Mereka adalah panitera pengganti PN Medan Helpandi, pengusaha Hadi Setiawan, dan Tamin Sukardi.
Tamin adalah terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap hakim terkait vonis terhadap dirinya. Sementara Hadi adaÂlah orang kepercayaan Tamin. Tamin diduga menyuap hakim dan panitera PN Medan terkait vonis perkara korupsi penggelapan tanah bekas PTPN II. Pada perkara itu, Tamin duduk sebagai terdakwa dan sudah divonis bersalah enam tahun penÂjara. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 132 miliar.
Kasus ini terungkap dari OTT yang dilakukan KPK pada 28 Agustus 2018. Pada OTT terseÂbut, KPK menangkap empat hakim termasuk Merry. Tiga hakim lainnya adalah Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, dan hakim Sontan Merauke Sinaga.
Merry didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1,56 miliar dari Tamin melalui Helpandi, panitÂera pengganti PN Medan. Uang itu diberikan Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan.
Dalam sidang kasus ini akhir pekan lalu, saksi Staf Admistrasi PT Erni Putra Terari, Sudarni Samosir sempat meminta jaksa mengirim surat panggilan ke alamat kantor. Sambil menangis, Sudarmi mengaku stres lantaran harus menjawab pertanyaan anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
\"Terus terang aja ya pak, denÂgan persoalan ini saya stres juga. Saya tujuh kali pulang pergi Jakarta dipanggil KPK. Saya cerita sama anak bahwa ini urusankantor, tapi saat saya terima amplop dari KPK dia tanya, kokmama disurati KPK. KPK ini kan yang nangkap-nangkap di TV itu,\" kata Sudarni saat bersaksi untuk terdakwa Merry Purba.
Dalam perkara ini, dirinya hanya mengikuti perintah Tamin untuk menemui Helpandi. Dia tidak menyangka, perbuatan itu bikin dia berurusan dengan KPK. Dia berharap, kelak KPK menggunakan alamat kantornya untuk keperluan korespondensi alias jika ingin memanggilnya sebagai saksi persidangan.
\"Stres saya pak, saya hanya orang yang disuruh tapi kok sampai sejauh ini. Pak tolonglah kalau ada panggilan jangan kirim ke rumah. Kalau bisa ke kantor,\" pintanya.
Melihat tangisan ibu dua anak ini, ketua majelis hakim mencoba menenangkan sekaligus meminta jaksa untuk mengakomodir permintaanya. Tapi, jaksa mengatakan bahwa alamat yang dimiliki KPK hanya alamat rumah Sudarni. \"Maaf yang mulia karena alamat yang kami punya cuma itu. Mungkin nanti kita bisa minta alaÂmat kantornya dan akan dikirim ke sana,\" kata jaksa.
"/>
Pada prinsipnya, tanggungÂjawab menghadirkan terdakwa di persidangan ada di tangan Jaksa KPK. Oleh karena itu, kepulangan terdakwa ke rumahnya harus diikuti oleh pengawalan dari KPK. Ada tim yang bertugas mengawal, dari KPK dan tentunya kepolisian.
Suami Merry Purba meninggal dunia di Medan, Jumat (15/2) siang. Insiden itu bikin terdakwa syok. Sejak dapat kabar duka tersebut, terdakwa tak henti-hentinya menangis. Dia seperÂtinya menyesali perbuatan yang membuatnya terpaksa berstatus sebagai penghuni tahanan KPK
KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Merry Purba bersama 3 pihak lainnya. Mereka adalah panitera pengganti PN Medan Helpandi, pengusaha Hadi Setiawan, dan Tamin Sukardi.
Tamin adalah terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap hakim terkait vonis terhadap dirinya. Sementara Hadi adaÂlah orang kepercayaan Tamin. Tamin diduga menyuap hakim dan panitera PN Medan terkait vonis perkara korupsi penggelapan tanah bekas PTPN II. Pada perkara itu, Tamin duduk sebagai terdakwa dan sudah divonis bersalah enam tahun penÂjara. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 132 miliar.
Kasus ini terungkap dari OTT yang dilakukan KPK pada 28 Agustus 2018. Pada OTT terseÂbut, KPK menangkap empat hakim termasuk Merry. Tiga hakim lainnya adalah Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, dan hakim Sontan Merauke Sinaga.
Merry didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1,56 miliar dari Tamin melalui Helpandi, panitÂera pengganti PN Medan. Uang itu diberikan Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan.
Dalam sidang kasus ini akhir pekan lalu, saksi Staf Admistrasi PT Erni Putra Terari, Sudarni Samosir sempat meminta jaksa mengirim surat panggilan ke alamat kantor. Sambil menangis, Sudarmi mengaku stres lantaran harus menjawab pertanyaan anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
\"Terus terang aja ya pak, denÂgan persoalan ini saya stres juga. Saya tujuh kali pulang pergi Jakarta dipanggil KPK. Saya cerita sama anak bahwa ini urusankantor, tapi saat saya terima amplop dari KPK dia tanya, kokmama disurati KPK. KPK ini kan yang nangkap-nangkap di TV itu,\" kata Sudarni saat bersaksi untuk terdakwa Merry Purba.
Dalam perkara ini, dirinya hanya mengikuti perintah Tamin untuk menemui Helpandi. Dia tidak menyangka, perbuatan itu bikin dia berurusan dengan KPK. Dia berharap, kelak KPK menggunakan alamat kantornya untuk keperluan korespondensi alias jika ingin memanggilnya sebagai saksi persidangan.
\"Stres saya pak, saya hanya orang yang disuruh tapi kok sampai sejauh ini. Pak tolonglah kalau ada panggilan jangan kirim ke rumah. Kalau bisa ke kantor,\" pintanya.
Melihat tangisan ibu dua anak ini, ketua majelis hakim mencoba menenangkan sekaligus meminta jaksa untuk mengakomodir permintaanya. Tapi, jaksa mengatakan bahwa alamat yang dimiliki KPK hanya alamat rumah Sudarni. \"Maaf yang mulia karena alamat yang kami punya cuma itu. Mungkin nanti kita bisa minta alaÂmat kantornya dan akan dikirim ke sana,\" kata jaksa.
KPK memberikan izin kepada hakim ad hoc Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba untuk puÂlang ke Medan. Pemberian izin ditujukan menghadiri pemakaÂman suami terdakwa penerima suap jual-beli perkara.
Kepala Biro (Karo) Humas KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya memberikan fasilitas pada Merry Purba untuk mengÂhadiri pemakaman suaminya di Medan. "Surat izin sudah diterima dan disetujui pimpinan. Tinggal diputuskan oleh majelis hakim," ujarnya akhir pekan lalu.
Pada prinsipnya, tanggungÂjawab menghadirkan terdakwa di persidangan ada di tangan Jaksa KPK. Oleh karena itu, kepulangan terdakwa ke rumahnya harus diikuti oleh pengawalan dari KPK. Ada tim yang bertugas mengawal, dari KPK dan tentunya kepolisian.
Suami Merry Purba meninggal dunia di Medan, Jumat (15/2) siang. Insiden itu bikin terdakwa syok. Sejak dapat kabar duka tersebut, terdakwa tak henti-hentinya menangis. Dia seperÂtinya menyesali perbuatan yang membuatnya terpaksa berstatus sebagai penghuni tahanan KPK
KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Merry Purba bersama 3 pihak lainnya. Mereka adalah panitera pengganti PN Medan Helpandi, pengusaha Hadi Setiawan, dan Tamin Sukardi.
Tamin adalah terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap hakim terkait vonis terhadap dirinya. Sementara Hadi adaÂlah orang kepercayaan Tamin. Tamin diduga menyuap hakim dan panitera PN Medan terkait vonis perkara korupsi penggelapan tanah bekas PTPN II. Pada perkara itu, Tamin duduk sebagai terdakwa dan sudah divonis bersalah enam tahun penÂjara. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 132 miliar.
Kasus ini terungkap dari OTT yang dilakukan KPK pada 28 Agustus 2018. Pada OTT terseÂbut, KPK menangkap empat hakim termasuk Merry. Tiga hakim lainnya adalah Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, dan hakim Sontan Merauke Sinaga.
Merry didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1,56 miliar dari Tamin melalui Helpandi, panitÂera pengganti PN Medan. Uang itu diberikan Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan.
Dalam sidang kasus ini akhir pekan lalu, saksi Staf Admistrasi PT Erni Putra Terari, Sudarni Samosir sempat meminta jaksa mengirim surat panggilan ke alamat kantor. Sambil menangis, Sudarmi mengaku stres lantaran harus menjawab pertanyaan anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
"Terus terang aja ya pak, denÂgan persoalan ini saya stres juga. Saya tujuh kali pulang pergi Jakarta dipanggil KPK. Saya cerita sama anak bahwa ini urusankantor, tapi saat saya terima amplop dari KPK dia tanya, kokmama disurati KPK. KPK ini kan yang nangkap-nangkap di TV itu," kata Sudarni saat bersaksi untuk terdakwa Merry Purba.
Dalam perkara ini, dirinya hanya mengikuti perintah Tamin untuk menemui Helpandi. Dia tidak menyangka, perbuatan itu bikin dia berurusan dengan KPK. Dia berharap, kelak KPK menggunakan alamat kantornya untuk keperluan korespondensi alias jika ingin memanggilnya sebagai saksi persidangan.
"Stres saya pak, saya hanya orang yang disuruh tapi kok sampai sejauh ini. Pak tolonglah kalau ada panggilan jangan kirim ke rumah. Kalau bisa ke kantor," pintanya.
Melihat tangisan ibu dua anak ini, ketua majelis hakim mencoba menenangkan sekaligus meminta jaksa untuk mengakomodir permintaanya. Tapi, jaksa mengatakan bahwa alamat yang dimiliki KPK hanya alamat rumah Sudarni. "Maaf yang mulia karena alamat yang kami punya cuma itu. Mungkin nanti kita bisa minta alaÂmat kantornya dan akan dikirim ke sana," kata jaksa.
KPK memberikan izin kepada hakim ad hoc Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba untuk puÂlang ke Medan. Pemberian izin ditujukan menghadiri pemakaÂman suami terdakwa penerima suap jual-beli perkara.
Kepala Biro (Karo) Humas KPK Febri Diansyah menyatakan, pihaknya memberikan fasilitas pada Merry Purba untuk mengÂhadiri pemakaman suaminya di Medan. "Surat izin sudah diterima dan disetujui pimpinan. Tinggal diputuskan oleh majelis hakim," ujarnya akhir pekan lalu.
Pada prinsipnya, tanggungÂjawab menghadirkan terdakwa di persidangan ada di tangan Jaksa KPK. Oleh karena itu, kepulangan terdakwa ke rumahnya harus diikuti oleh pengawalan dari KPK. Ada tim yang bertugas mengawal, dari KPK dan tentunya kepolisian.
Suami Merry Purba meninggal dunia di Medan, Jumat (15/2) siang. Insiden itu bikin terdakwa syok. Sejak dapat kabar duka tersebut, terdakwa tak henti-hentinya menangis. Dia seperÂtinya menyesali perbuatan yang membuatnya terpaksa berstatus sebagai penghuni tahanan KPK
KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Merry Purba bersama 3 pihak lainnya. Mereka adalah panitera pengganti PN Medan Helpandi, pengusaha Hadi Setiawan, dan Tamin Sukardi.
Tamin adalah terdakwa kasus korupsi yang diduga menyuap hakim terkait vonis terhadap dirinya. Sementara Hadi adaÂlah orang kepercayaan Tamin. Tamin diduga menyuap hakim dan panitera PN Medan terkait vonis perkara korupsi penggelapan tanah bekas PTPN II. Pada perkara itu, Tamin duduk sebagai terdakwa dan sudah divonis bersalah enam tahun penÂjara. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 132 miliar.
Kasus ini terungkap dari OTT yang dilakukan KPK pada 28 Agustus 2018. Pada OTT terseÂbut, KPK menangkap empat hakim termasuk Merry. Tiga hakim lainnya adalah Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, dan hakim Sontan Merauke Sinaga.
Merry didakwa menerima suap sebesar 150 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1,56 miliar dari Tamin melalui Helpandi, panitÂera pengganti PN Medan. Uang itu diberikan Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan.
Dalam sidang kasus ini akhir pekan lalu, saksi Staf Admistrasi PT Erni Putra Terari, Sudarni Samosir sempat meminta jaksa mengirim surat panggilan ke alamat kantor. Sambil menangis, Sudarmi mengaku stres lantaran harus menjawab pertanyaan anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
"Terus terang aja ya pak, denÂgan persoalan ini saya stres juga. Saya tujuh kali pulang pergi Jakarta dipanggil KPK. Saya cerita sama anak bahwa ini urusankantor, tapi saat saya terima amplop dari KPK dia tanya, kokmama disurati KPK. KPK ini kan yang nangkap-nangkap di TV itu," kata Sudarni saat bersaksi untuk terdakwa Merry Purba.
Dalam perkara ini, dirinya hanya mengikuti perintah Tamin untuk menemui Helpandi. Dia tidak menyangka, perbuatan itu bikin dia berurusan dengan KPK. Dia berharap, kelak KPK menggunakan alamat kantornya untuk keperluan korespondensi alias jika ingin memanggilnya sebagai saksi persidangan.
"Stres saya pak, saya hanya orang yang disuruh tapi kok sampai sejauh ini. Pak tolonglah kalau ada panggilan jangan kirim ke rumah. Kalau bisa ke kantor," pintanya.
Melihat tangisan ibu dua anak ini, ketua majelis hakim mencoba menenangkan sekaligus meminta jaksa untuk mengakomodir permintaanya. Tapi, jaksa mengatakan bahwa alamat yang dimiliki KPK hanya alamat rumah Sudarni. "Maaf yang mulia karena alamat yang kami punya cuma itu. Mungkin nanti kita bisa minta alaÂmat kantornya dan akan dikirim ke sana," kata jaksa.