Pengamat politik yang kini menjabat Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai berbagai masalah klasik dalam momen pemilu masih terjadi hingga saat ini. Masalah-masalah klasik tersebut yakni bakal calon yang minim gagasan dan program, politik yang didasarkan pada kekerabatan, pencalonan yang transaksional, calon tunggal karena penguasaan partai politik, pelanggaran dan pembiaran yang masih terjadi, Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak akurat akibat akses KTP Elektronik yang mudah bagi semua kalangan warga, politik uang, netralitas ASN maupun penyelenggara dan berbagai hal lainnya. "Hal ini masih terjadi dan bisa kita lihat hingga saat ini," katanya dalam diskusi virtual "Pilkada 2020 peluang dan tantangan bagi nelayan dan masyarakat pesisir" yang digelar oleh kantor berita politik RMOL, Selasa (15/9). Titi Anggraini menjelaskan, berbagai persoalan tersebut secara langsung akan membuat adanya persoalan besar dalam setiap kontestasi pemilu yang ironisnya hal ini terus-menerus terjadi dan terkesan tidak akan selesai karena banyaknya kepentingan. Pada sisi lain, kepentingan kelompok-kelompok masyarakat seperti kelompok nelayan dan masyarakat pesisir menjadi tidak terperhatikan. "Bahkan pilkada serentak yang digelar ini pun, itu memicu kelemahan lain dimana arena perdebatan tidak digiring pada kepentingan kelompok-kelompok masyarakat, melainkan hanya digiring pada isu daerah-daerah yang kontroversial. Seperti saat ini isu yang selalu digiring itu hanya Pilkada Solo, Medan, Tangsel karena dianggap kontroversial," ungkapnya. Pada tataran ini kata Anggraini, kepentingan dari kelompok masyarkat akan tetap menjadi pihak yang tertinggal dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan politik. Padahal sesungguhnya masyarakatlah yang harus menjadi objek perdebatan dalam politik pada pilkada. "Makanya kita mendorong agar kedepan, isu-isu mengenai nelayan dan masyarakat pesisir itu harus menjadi objek debat para kandidat. Sehingga mereka menjadi objek yang terdepan dalam kebijakan politik pilkada masing-masing bakal calon pemimpin," pungkasnya.[R]
Pengamat politik yang kini menjabat Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai berbagai masalah klasik dalam momen pemilu masih terjadi hingga saat ini. Masalah-masalah klasik tersebut yakni bakal calon yang minim gagasan dan program, politik yang didasarkan pada kekerabatan, pencalonan yang transaksional, calon tunggal karena penguasaan partai politik, pelanggaran dan pembiaran yang masih terjadi, Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak akurat akibat akses KTP Elektronik yang mudah bagi semua kalangan warga, politik uang, netralitas ASN maupun penyelenggara dan berbagai hal lainnya. "Hal ini masih terjadi dan bisa kita lihat hingga saat ini," katanya dalam diskusi virtual "Pilkada 2020 peluang dan tantangan bagi nelayan dan masyarakat pesisir" yang digelar oleh kantor berita politik RMOL, Selasa (15/9). Titi Anggraini menjelaskan, berbagai persoalan tersebut secara langsung akan membuat adanya persoalan besar dalam setiap kontestasi pemilu yang ironisnya hal ini terus-menerus terjadi dan terkesan tidak akan selesai karena banyaknya kepentingan. Pada sisi lain, kepentingan kelompok-kelompok masyarakat seperti kelompok nelayan dan masyarakat pesisir menjadi tidak terperhatikan. "Bahkan pilkada serentak yang digelar ini pun, itu memicu kelemahan lain dimana arena perdebatan tidak digiring pada kepentingan kelompok-kelompok masyarakat, melainkan hanya digiring pada isu daerah-daerah yang kontroversial. Seperti saat ini isu yang selalu digiring itu hanya Pilkada Solo, Medan, Tangsel karena dianggap kontroversial," ungkapnya. Pada tataran ini kata Anggraini, kepentingan dari kelompok masyarkat akan tetap menjadi pihak yang tertinggal dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan politik. Padahal sesungguhnya masyarakatlah yang harus menjadi objek perdebatan dalam politik pada pilkada. "Makanya kita mendorong agar kedepan, isu-isu mengenai nelayan dan masyarakat pesisir itu harus menjadi objek debat para kandidat. Sehingga mereka menjadi objek yang terdepan dalam kebijakan politik pilkada masing-masing bakal calon pemimpin," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved