Bakhrul menjelaskan, saat ini politik dinasti harus dipandang juga dari sisi yang lebih luas mengingat mulus atau tidaknya perilaku tersebut juga ditentukan oleh kalangan luar seperti partai politik. Perlu diingat kata Bakhrul bahwa pencalonan untuk maju pada pilkada misalnya sangat juga ditentukan oleh restu dari pengurus partai politik.
\"Pada level ini yang kita takutkan adalah bukan politik dinasti tapi politik elit. Sekarang ini elit sudah mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat dimana masyarakat sudah ditentukan oleh elit-elit yang kini bicara jatah-jatahan,\" ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya menurut Bakhrul adalah politik dinasti itu untuk kepentingan siapa? apakah untuk masyarakat atau justru untuk kepentingan elit politik. Dalam tataran berbicara soal \'kepentingan\' menurutnya, maka disitu ada subjektifitas.
\"Dari hal ini akan tergambar ada dua kekuatan, apakah dia kekuatan yang sifatnya kharismatik atau justru kekuatan yang dibangun kapitalisasi. Ini bisa berujung pada adanya kekuatan yang dibangun dengan metode monopoli partai politik,\" pungkasnya. " itemprop="description"/>
Bakhrul menjelaskan, saat ini politik dinasti harus dipandang juga dari sisi yang lebih luas mengingat mulus atau tidaknya perilaku tersebut juga ditentukan oleh kalangan luar seperti partai politik. Perlu diingat kata Bakhrul bahwa pencalonan untuk maju pada pilkada misalnya sangat juga ditentukan oleh restu dari pengurus partai politik.
\"Pada level ini yang kita takutkan adalah bukan politik dinasti tapi politik elit. Sekarang ini elit sudah mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat dimana masyarakat sudah ditentukan oleh elit-elit yang kini bicara jatah-jatahan,\" ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya menurut Bakhrul adalah politik dinasti itu untuk kepentingan siapa? apakah untuk masyarakat atau justru untuk kepentingan elit politik. Dalam tataran berbicara soal \'kepentingan\' menurutnya, maka disitu ada subjektifitas.
\"Dari hal ini akan tergambar ada dua kekuatan, apakah dia kekuatan yang sifatnya kharismatik atau justru kekuatan yang dibangun kapitalisasi. Ini bisa berujung pada adanya kekuatan yang dibangun dengan metode monopoli partai politik,\" pungkasnya. "/>
Bakhrul menjelaskan, saat ini politik dinasti harus dipandang juga dari sisi yang lebih luas mengingat mulus atau tidaknya perilaku tersebut juga ditentukan oleh kalangan luar seperti partai politik. Perlu diingat kata Bakhrul bahwa pencalonan untuk maju pada pilkada misalnya sangat juga ditentukan oleh restu dari pengurus partai politik.
\"Pada level ini yang kita takutkan adalah bukan politik dinasti tapi politik elit. Sekarang ini elit sudah mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat dimana masyarakat sudah ditentukan oleh elit-elit yang kini bicara jatah-jatahan,\" ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya menurut Bakhrul adalah politik dinasti itu untuk kepentingan siapa? apakah untuk masyarakat atau justru untuk kepentingan elit politik. Dalam tataran berbicara soal \'kepentingan\' menurutnya, maka disitu ada subjektifitas.
\"Dari hal ini akan tergambar ada dua kekuatan, apakah dia kekuatan yang sifatnya kharismatik atau justru kekuatan yang dibangun kapitalisasi. Ini bisa berujung pada adanya kekuatan yang dibangun dengan metode monopoli partai politik,\" pungkasnya. "/>
Pengamat politik di Kota Medan, Bakrul Khair Amal mengatakan politik dinasti merupakan fenomena yang muncul karena adanya regulasi yang membatasi masa jabatan seorang kepala daerah. Banyak cara dilakukan oleh seorang pejabat kepala daerah untuk tetap mempertahankan kekuasaannya dengan suksesi kepada orang-orang yang memiliki pertalian darah maupun pertalian kekeluargaan dengannya.
Pada satu sisi hal ini menurut sosok yang juga Akademisi di Unimed ini tidak dapat dipandang sebagai sebuah pelanggaran mengingat hak untuk memilih dan dipilih melekat pada setiap orang, meskipun kondisi ini dapat memicu adanya masalah kedepannya.
"Politik dinasti itu berarti ada pertalian darah anak dan ayah misalnya, atau pertalian keluarga maupun karena ikatan perkawinan. Jika dirunut lagi perilaku ini akan memunculkan nepotisme yang ternyata merupakan akar dari munculnya korupsi," katanya dalam diskusi Social Infinity Meetup 'Mengukur Dinasti Politik Jokowi' di Kantor Redaksi com, pekan lalu.
Bakhrul menjelaskan, saat ini politik dinasti harus dipandang juga dari sisi yang lebih luas mengingat mulus atau tidaknya perilaku tersebut juga ditentukan oleh kalangan luar seperti partai politik. Perlu diingat kata Bakhrul bahwa pencalonan untuk maju pada pilkada misalnya sangat juga ditentukan oleh restu dari pengurus partai politik.
"Pada level ini yang kita takutkan adalah bukan politik dinasti tapi politik elit. Sekarang ini elit sudah mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat dimana masyarakat sudah ditentukan oleh elit-elit yang kini bicara jatah-jatahan," ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya menurut Bakhrul adalah politik dinasti itu untuk kepentingan siapa? apakah untuk masyarakat atau justru untuk kepentingan elit politik. Dalam tataran berbicara soal 'kepentingan' menurutnya, maka disitu ada subjektifitas.
"Dari hal ini akan tergambar ada dua kekuatan, apakah dia kekuatan yang sifatnya kharismatik atau justru kekuatan yang dibangun kapitalisasi. Ini bisa berujung pada adanya kekuatan yang dibangun dengan metode monopoli partai politik," pungkasnya.
Pengamat politik di Kota Medan, Bakrul Khair Amal mengatakan politik dinasti merupakan fenomena yang muncul karena adanya regulasi yang membatasi masa jabatan seorang kepala daerah. Banyak cara dilakukan oleh seorang pejabat kepala daerah untuk tetap mempertahankan kekuasaannya dengan suksesi kepada orang-orang yang memiliki pertalian darah maupun pertalian kekeluargaan dengannya.
Pada satu sisi hal ini menurut sosok yang juga Akademisi di Unimed ini tidak dapat dipandang sebagai sebuah pelanggaran mengingat hak untuk memilih dan dipilih melekat pada setiap orang, meskipun kondisi ini dapat memicu adanya masalah kedepannya.
"Politik dinasti itu berarti ada pertalian darah anak dan ayah misalnya, atau pertalian keluarga maupun karena ikatan perkawinan. Jika dirunut lagi perilaku ini akan memunculkan nepotisme yang ternyata merupakan akar dari munculnya korupsi," katanya dalam diskusi Social Infinity Meetup 'Mengukur Dinasti Politik Jokowi' di Kantor Redaksi com, pekan lalu.
Bakhrul menjelaskan, saat ini politik dinasti harus dipandang juga dari sisi yang lebih luas mengingat mulus atau tidaknya perilaku tersebut juga ditentukan oleh kalangan luar seperti partai politik. Perlu diingat kata Bakhrul bahwa pencalonan untuk maju pada pilkada misalnya sangat juga ditentukan oleh restu dari pengurus partai politik.
"Pada level ini yang kita takutkan adalah bukan politik dinasti tapi politik elit. Sekarang ini elit sudah mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat dimana masyarakat sudah ditentukan oleh elit-elit yang kini bicara jatah-jatahan," ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya menurut Bakhrul adalah politik dinasti itu untuk kepentingan siapa? apakah untuk masyarakat atau justru untuk kepentingan elit politik. Dalam tataran berbicara soal 'kepentingan' menurutnya, maka disitu ada subjektifitas.
"Dari hal ini akan tergambar ada dua kekuatan, apakah dia kekuatan yang sifatnya kharismatik atau justru kekuatan yang dibangun kapitalisasi. Ini bisa berujung pada adanya kekuatan yang dibangun dengan metode monopoli partai politik," pungkasnya.