Dana menegaskan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ahli lingkungan pada dokumen Amdal yang menjadi dasar Gubernur Sumatera Utara memberikan izin pembangunan proyek PLTA Batangtoru merupakan indikasi penting untuk menilai bahwa potensi kerusakan lingkungan atas pembangunan proyek tersebut sangat besar. Hal ini sendiri sudah diperkarakan oleh Walhi Sumatera Utara lewat gugatan yang kini masih berproses hingga ke Mahkamah Agung (MA).
\"Karena itu, kita sebenarnya sangat mendesak agar penegak hukum objektif melihat persoalannya. Bukan subjektif hanya menilai dari investasi yang akan ditanamkan disana,\" ujarnya.
Walhi Sumut menurut Dana sangat menyesalkan, belakangan ini semakin banyak pihak baik LSM lokal maupun LSM internasional seperti PanEco dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang pada awalnya sepaham dengan Walhi Sumut dalam menolak pembangunan PLTA Batangtoru karena merusak lingkungan, namun pada akhirnya justru menjalin kerjasama dengan pihak PT NSHE selaku perusahaan yang membangun proyek tersebut. Padahal efek dari adanya kesamaan pandangan soal potensi kerusakan lingkungan tersebut membuat Walhi Sumut menjadi pihak yang kerap dituding sebagai \'antek asing\' yang membawa kepentingan asing untuk menggagalkan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut.
\"Makanya kita beranggapan, siapapun pihak yang akhirnya bekerjasama dengan pihak NSHE adalah pihak yang akan bertanggungjawab jika terjadi kerusakan disana,\" ungkapnya.
Dana tidak menampik sebelumnya Walhi Sumut memiliki hubungan dengan PanEco selama berprosesnya gugatan mereka di PTUN Medan. Namun hubungan tersebut menurutnya hanya sebatas partner berdiskusi mengenai terkait adanya persamaan cara pandang mereka bahwa potensi kerusakan sangat besar dalam pembangunan PLTA Batangtoru tersebut.
\"Namun karena mereka jadi partner kami berdiskusi, pada akhirnya kami dituding menjadi antek asing. Tapi sekarang sudah terbuka dengan jelas siapa yang menjadi antek asing. Yang pasti Walhi tidak sendirian karena banyak LSM yang mendukung kami dibelakang layar,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Dana menegaskan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ahli lingkungan pada dokumen Amdal yang menjadi dasar Gubernur Sumatera Utara memberikan izin pembangunan proyek PLTA Batangtoru merupakan indikasi penting untuk menilai bahwa potensi kerusakan lingkungan atas pembangunan proyek tersebut sangat besar. Hal ini sendiri sudah diperkarakan oleh Walhi Sumatera Utara lewat gugatan yang kini masih berproses hingga ke Mahkamah Agung (MA).
\"Karena itu, kita sebenarnya sangat mendesak agar penegak hukum objektif melihat persoalannya. Bukan subjektif hanya menilai dari investasi yang akan ditanamkan disana,\" ujarnya.
Walhi Sumut menurut Dana sangat menyesalkan, belakangan ini semakin banyak pihak baik LSM lokal maupun LSM internasional seperti PanEco dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang pada awalnya sepaham dengan Walhi Sumut dalam menolak pembangunan PLTA Batangtoru karena merusak lingkungan, namun pada akhirnya justru menjalin kerjasama dengan pihak PT NSHE selaku perusahaan yang membangun proyek tersebut. Padahal efek dari adanya kesamaan pandangan soal potensi kerusakan lingkungan tersebut membuat Walhi Sumut menjadi pihak yang kerap dituding sebagai \'antek asing\' yang membawa kepentingan asing untuk menggagalkan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut.
\"Makanya kita beranggapan, siapapun pihak yang akhirnya bekerjasama dengan pihak NSHE adalah pihak yang akan bertanggungjawab jika terjadi kerusakan disana,\" ungkapnya.
Dana tidak menampik sebelumnya Walhi Sumut memiliki hubungan dengan PanEco selama berprosesnya gugatan mereka di PTUN Medan. Namun hubungan tersebut menurutnya hanya sebatas partner berdiskusi mengenai terkait adanya persamaan cara pandang mereka bahwa potensi kerusakan sangat besar dalam pembangunan PLTA Batangtoru tersebut.
\"Namun karena mereka jadi partner kami berdiskusi, pada akhirnya kami dituding menjadi antek asing. Tapi sekarang sudah terbuka dengan jelas siapa yang menjadi antek asing. Yang pasti Walhi tidak sendirian karena banyak LSM yang mendukung kami dibelakang layar,\" pungkasnya."/>
Dana menegaskan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ahli lingkungan pada dokumen Amdal yang menjadi dasar Gubernur Sumatera Utara memberikan izin pembangunan proyek PLTA Batangtoru merupakan indikasi penting untuk menilai bahwa potensi kerusakan lingkungan atas pembangunan proyek tersebut sangat besar. Hal ini sendiri sudah diperkarakan oleh Walhi Sumatera Utara lewat gugatan yang kini masih berproses hingga ke Mahkamah Agung (MA).
\"Karena itu, kita sebenarnya sangat mendesak agar penegak hukum objektif melihat persoalannya. Bukan subjektif hanya menilai dari investasi yang akan ditanamkan disana,\" ujarnya.
Walhi Sumut menurut Dana sangat menyesalkan, belakangan ini semakin banyak pihak baik LSM lokal maupun LSM internasional seperti PanEco dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang pada awalnya sepaham dengan Walhi Sumut dalam menolak pembangunan PLTA Batangtoru karena merusak lingkungan, namun pada akhirnya justru menjalin kerjasama dengan pihak PT NSHE selaku perusahaan yang membangun proyek tersebut. Padahal efek dari adanya kesamaan pandangan soal potensi kerusakan lingkungan tersebut membuat Walhi Sumut menjadi pihak yang kerap dituding sebagai \'antek asing\' yang membawa kepentingan asing untuk menggagalkan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut.
\"Makanya kita beranggapan, siapapun pihak yang akhirnya bekerjasama dengan pihak NSHE adalah pihak yang akan bertanggungjawab jika terjadi kerusakan disana,\" ungkapnya.
Dana tidak menampik sebelumnya Walhi Sumut memiliki hubungan dengan PanEco selama berprosesnya gugatan mereka di PTUN Medan. Namun hubungan tersebut menurutnya hanya sebatas partner berdiskusi mengenai terkait adanya persamaan cara pandang mereka bahwa potensi kerusakan sangat besar dalam pembangunan PLTA Batangtoru tersebut.
\"Namun karena mereka jadi partner kami berdiskusi, pada akhirnya kami dituding menjadi antek asing. Tapi sekarang sudah terbuka dengan jelas siapa yang menjadi antek asing. Yang pasti Walhi tidak sendirian karena banyak LSM yang mendukung kami dibelakang layar,\" pungkasnya."/>
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, Dana Prima Tarigan menegaskan pihaknya tetap akan berjuang untuk melawan berbagai bentuk potensi perusakan lingkungan hidup terkait pembangunan proyek PLTA Batangtoru yang kini sedang dikerjakan oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE). Menurutnya Walhi Sumut tetap akan fokus dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan disana.
"Saya tegaskan Walhi akan tetap ada di Batangtoru, karena kelestarian lingkungan disana sangat vital bagi masyarakat. Investasi disana sudah sangat mengkhawatirkan karena disana ada tambang emas karena membuang limbah ke sungai," katanya kepada wartawan, Selasa (27/8/2019).
Dana menegaskan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ahli lingkungan pada dokumen Amdal yang menjadi dasar Gubernur Sumatera Utara memberikan izin pembangunan proyek PLTA Batangtoru merupakan indikasi penting untuk menilai bahwa potensi kerusakan lingkungan atas pembangunan proyek tersebut sangat besar. Hal ini sendiri sudah diperkarakan oleh Walhi Sumatera Utara lewat gugatan yang kini masih berproses hingga ke Mahkamah Agung (MA).
"Karena itu, kita sebenarnya sangat mendesak agar penegak hukum objektif melihat persoalannya. Bukan subjektif hanya menilai dari investasi yang akan ditanamkan disana," ujarnya.
Walhi Sumut menurut Dana sangat menyesalkan, belakangan ini semakin banyak pihak baik LSM lokal maupun LSM internasional seperti PanEco dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang pada awalnya sepaham dengan Walhi Sumut dalam menolak pembangunan PLTA Batangtoru karena merusak lingkungan, namun pada akhirnya justru menjalin kerjasama dengan pihak PT NSHE selaku perusahaan yang membangun proyek tersebut. Padahal efek dari adanya kesamaan pandangan soal potensi kerusakan lingkungan tersebut membuat Walhi Sumut menjadi pihak yang kerap dituding sebagai 'antek asing' yang membawa kepentingan asing untuk menggagalkan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut.
"Makanya kita beranggapan, siapapun pihak yang akhirnya bekerjasama dengan pihak NSHE adalah pihak yang akan bertanggungjawab jika terjadi kerusakan disana," ungkapnya.
Dana tidak menampik sebelumnya Walhi Sumut memiliki hubungan dengan PanEco selama berprosesnya gugatan mereka di PTUN Medan. Namun hubungan tersebut menurutnya hanya sebatas partner berdiskusi mengenai terkait adanya persamaan cara pandang mereka bahwa potensi kerusakan sangat besar dalam pembangunan PLTA Batangtoru tersebut.
"Namun karena mereka jadi partner kami berdiskusi, pada akhirnya kami dituding menjadi antek asing. Tapi sekarang sudah terbuka dengan jelas siapa yang menjadi antek asing. Yang pasti Walhi tidak sendirian karena banyak LSM yang mendukung kami dibelakang layar," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, Dana Prima Tarigan menegaskan pihaknya tetap akan berjuang untuk melawan berbagai bentuk potensi perusakan lingkungan hidup terkait pembangunan proyek PLTA Batangtoru yang kini sedang dikerjakan oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE). Menurutnya Walhi Sumut tetap akan fokus dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan disana.
"Saya tegaskan Walhi akan tetap ada di Batangtoru, karena kelestarian lingkungan disana sangat vital bagi masyarakat. Investasi disana sudah sangat mengkhawatirkan karena disana ada tambang emas karena membuang limbah ke sungai," katanya kepada wartawan, Selasa (27/8/2019).
Dana menegaskan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ahli lingkungan pada dokumen Amdal yang menjadi dasar Gubernur Sumatera Utara memberikan izin pembangunan proyek PLTA Batangtoru merupakan indikasi penting untuk menilai bahwa potensi kerusakan lingkungan atas pembangunan proyek tersebut sangat besar. Hal ini sendiri sudah diperkarakan oleh Walhi Sumatera Utara lewat gugatan yang kini masih berproses hingga ke Mahkamah Agung (MA).
"Karena itu, kita sebenarnya sangat mendesak agar penegak hukum objektif melihat persoalannya. Bukan subjektif hanya menilai dari investasi yang akan ditanamkan disana," ujarnya.
Walhi Sumut menurut Dana sangat menyesalkan, belakangan ini semakin banyak pihak baik LSM lokal maupun LSM internasional seperti PanEco dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang pada awalnya sepaham dengan Walhi Sumut dalam menolak pembangunan PLTA Batangtoru karena merusak lingkungan, namun pada akhirnya justru menjalin kerjasama dengan pihak PT NSHE selaku perusahaan yang membangun proyek tersebut. Padahal efek dari adanya kesamaan pandangan soal potensi kerusakan lingkungan tersebut membuat Walhi Sumut menjadi pihak yang kerap dituding sebagai 'antek asing' yang membawa kepentingan asing untuk menggagalkan proyek pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut.
"Makanya kita beranggapan, siapapun pihak yang akhirnya bekerjasama dengan pihak NSHE adalah pihak yang akan bertanggungjawab jika terjadi kerusakan disana," ungkapnya.
Dana tidak menampik sebelumnya Walhi Sumut memiliki hubungan dengan PanEco selama berprosesnya gugatan mereka di PTUN Medan. Namun hubungan tersebut menurutnya hanya sebatas partner berdiskusi mengenai terkait adanya persamaan cara pandang mereka bahwa potensi kerusakan sangat besar dalam pembangunan PLTA Batangtoru tersebut.
"Namun karena mereka jadi partner kami berdiskusi, pada akhirnya kami dituding menjadi antek asing. Tapi sekarang sudah terbuka dengan jelas siapa yang menjadi antek asing. Yang pasti Walhi tidak sendirian karena banyak LSM yang mendukung kami dibelakang layar," pungkasnya.