Safaruddin Siregar, yang bertindak sebagai produser film, juga turut bergembira dengan masuk nominasi dan akan diputarnya film MSB di perhelatan akbar yang melibatkan sineas, penonton dan pegiat lingkungan itu.
\"Gambaran keprihatinan masyarakat Padang Lawas Utara pada kondisi Daerah Aliran Sungai Barumun yang kian tercemar dan terdampak limbah perusahaan sawit berskala besar. Melalui film dokumenter, masyarakat ingin berkampanye lebih luas, disamping upaya nyata terus dilakukan bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lain\", katanya.
Lebih lanjut menurut ketua Parsub ini, film MSB melakukan aksi nyata dengan menabur benih ikan baung dan nota kesepahaman berbagai pihak terkait memang sudah kami lakukan sebelumnya.
\"Alhamdulillah dengan masuknya film ini di BEFF semakin memperluas dan memperkuat kampanye kami dalam menyelamatkan lingkungan di sekitar aliran Sungai Barumun\", ujarnya saat didampingi Sekretarisnya, Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Sungai Barumun merupakan salahsatu sungai bersejarah dan terpanjang di Sumatera Utara. Sungai yang menjulur sepanjang 440 kilometer ini mengalir melintasi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Film MSB memakan waktu 7 hari penggarapan, dimana semua kru film dan Parsub harus berhadapan dengan kondisi alam yang sulit, keluar-masuk area perkebunan sawit yang mendapat penjagaan petugas keamanan perusahaan, menyusuri sungai dangkal dimana diduga limbah pabrik kelapa sawit dialiri, mencari habitat biota sungai dan mendapatkan kesaksian orang-orang atas perubahan Sungai Barumun dan dampaknya bagi lingkungan sekitar.
Sekadar informasi, beberapa film dokumenter yang disutradarai Onny Kresnawan telah pula menerima penghargaan kompetisi film berskala nasional dan internasional. Antara lain, film Berharap Air Di Atas Air mendapat penghargaan di Kompetisi Manusia dan Air FORKAMI, Jakarta (2008), Pantang di Jaring Halus sebagai film terbaik di JEFIVAL, Jatim (2008). Lalu, film Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan mendapat penghargaan tayang di CST Confrence ECPAT di Bali (2009), Smong menerima penghargaan Film Terbaik di Festival Film Kearifan Budaya Lokal, Kemendikbud (2011), Omasido Sekola sebagai Special Mention di Erasmus Huis International Documentary Film Festival, Konsulat Belanda (2013) dan Raonraon Medan sebagai Video Pariwisata Nusantara Terbaik di Toraja Film Festival, Toraja (2018).
BEFF sendiri merupakan ajang festival yang menyajikan film dan isu berbagai macam masalah ekologi, sosial dan alam yang saling terkait. Penonton, pembuat film dan aktivis lingkungan akan menyatukan semangat bahwa mereka dapat menjadi bagian solusi dalam persoalan lingkungan. Sejauh ini yang dikabarkan Panitia Pelaksana diberbagai sumber media, BEFF 2019 telah menerima partisipasi 49 judul film bertema lingkungan, baik dari luar negeri serta skala nasional dan daerah. Sedangkan untuk Juri film dokumenter pendek umum terdapat nama-nama , seperti Tonny Trimarsanto, Lianto Luseno dan Wahyu Utami.
Sinopsis Menjejak Sungai Barumun: Merawat Warisan Yang Belum Terjual
Kejayaan Sungai Barumun bagi masyarakat Tapanuli Selatan sekitarnya sebagai sumber kehidupan dan indentitas sejarah kian tergerus oleh keserakahan estafet sekelompok penguasa. Kawasan sungai yang dulunya dipenuhi biota punah disebabkan penggudulan hutan serta pencemaran limbah secara masif oleh perusahaan kelapa sawit yang berada di kawasannya.
Ironinya lagi, bantaran sungai makin tergerus mendekat ke badan jalan. Bahkan, pemukiman masyarakat terhimpit oleh batas-batas wilayah perkebunan sawit yang kerap mengundang konflik. Sebuah film dokumenter yang digagas oleh Koperasi PARSUB bersama Esefde Films
Adapun tim produksi pada film ini, yang bertindak sebagai produser adalah Safaruddin Siregar dan untuk Co. produsernya adalah Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Untuk sutradara digawangi oleh Onny Kresnawan dan Line Produsernya adalah Ilhamsyah yang juga salah satu tokoh pendiri IMA MIKOM UMSU dan lembaga kajian komunikasi \"Difusi\".
Untuk penulis naskah pada film ini diracik oleh Fachriz Tanjung dan untuk juru kamera oleh Andi Siahaan. Untuk editor dipercayakan kepada ocha dan naratornya diatur oleh Eddy Siswanto. Film ini dapat disaksikan juga di Youtube dengan link Trailer Menjejak Sungai Barumun https://www.youtube.com/watch?v=w1-elC203qk. [top]
" itemprop="description"/>
Safaruddin Siregar, yang bertindak sebagai produser film, juga turut bergembira dengan masuk nominasi dan akan diputarnya film MSB di perhelatan akbar yang melibatkan sineas, penonton dan pegiat lingkungan itu.
\"Gambaran keprihatinan masyarakat Padang Lawas Utara pada kondisi Daerah Aliran Sungai Barumun yang kian tercemar dan terdampak limbah perusahaan sawit berskala besar. Melalui film dokumenter, masyarakat ingin berkampanye lebih luas, disamping upaya nyata terus dilakukan bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lain\", katanya.
Lebih lanjut menurut ketua Parsub ini, film MSB melakukan aksi nyata dengan menabur benih ikan baung dan nota kesepahaman berbagai pihak terkait memang sudah kami lakukan sebelumnya.
\"Alhamdulillah dengan masuknya film ini di BEFF semakin memperluas dan memperkuat kampanye kami dalam menyelamatkan lingkungan di sekitar aliran Sungai Barumun\", ujarnya saat didampingi Sekretarisnya, Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Sungai Barumun merupakan salahsatu sungai bersejarah dan terpanjang di Sumatera Utara. Sungai yang menjulur sepanjang 440 kilometer ini mengalir melintasi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Film MSB memakan waktu 7 hari penggarapan, dimana semua kru film dan Parsub harus berhadapan dengan kondisi alam yang sulit, keluar-masuk area perkebunan sawit yang mendapat penjagaan petugas keamanan perusahaan, menyusuri sungai dangkal dimana diduga limbah pabrik kelapa sawit dialiri, mencari habitat biota sungai dan mendapatkan kesaksian orang-orang atas perubahan Sungai Barumun dan dampaknya bagi lingkungan sekitar.
Sekadar informasi, beberapa film dokumenter yang disutradarai Onny Kresnawan telah pula menerima penghargaan kompetisi film berskala nasional dan internasional. Antara lain, film Berharap Air Di Atas Air mendapat penghargaan di Kompetisi Manusia dan Air FORKAMI, Jakarta (2008), Pantang di Jaring Halus sebagai film terbaik di JEFIVAL, Jatim (2008). Lalu, film Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan mendapat penghargaan tayang di CST Confrence ECPAT di Bali (2009), Smong menerima penghargaan Film Terbaik di Festival Film Kearifan Budaya Lokal, Kemendikbud (2011), Omasido Sekola sebagai Special Mention di Erasmus Huis International Documentary Film Festival, Konsulat Belanda (2013) dan Raonraon Medan sebagai Video Pariwisata Nusantara Terbaik di Toraja Film Festival, Toraja (2018).
BEFF sendiri merupakan ajang festival yang menyajikan film dan isu berbagai macam masalah ekologi, sosial dan alam yang saling terkait. Penonton, pembuat film dan aktivis lingkungan akan menyatukan semangat bahwa mereka dapat menjadi bagian solusi dalam persoalan lingkungan. Sejauh ini yang dikabarkan Panitia Pelaksana diberbagai sumber media, BEFF 2019 telah menerima partisipasi 49 judul film bertema lingkungan, baik dari luar negeri serta skala nasional dan daerah. Sedangkan untuk Juri film dokumenter pendek umum terdapat nama-nama , seperti Tonny Trimarsanto, Lianto Luseno dan Wahyu Utami.
Sinopsis Menjejak Sungai Barumun: Merawat Warisan Yang Belum Terjual
Kejayaan Sungai Barumun bagi masyarakat Tapanuli Selatan sekitarnya sebagai sumber kehidupan dan indentitas sejarah kian tergerus oleh keserakahan estafet sekelompok penguasa. Kawasan sungai yang dulunya dipenuhi biota punah disebabkan penggudulan hutan serta pencemaran limbah secara masif oleh perusahaan kelapa sawit yang berada di kawasannya.
Ironinya lagi, bantaran sungai makin tergerus mendekat ke badan jalan. Bahkan, pemukiman masyarakat terhimpit oleh batas-batas wilayah perkebunan sawit yang kerap mengundang konflik. Sebuah film dokumenter yang digagas oleh Koperasi PARSUB bersama Esefde Films
Adapun tim produksi pada film ini, yang bertindak sebagai produser adalah Safaruddin Siregar dan untuk Co. produsernya adalah Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Untuk sutradara digawangi oleh Onny Kresnawan dan Line Produsernya adalah Ilhamsyah yang juga salah satu tokoh pendiri IMA MIKOM UMSU dan lembaga kajian komunikasi \"Difusi\".
Untuk penulis naskah pada film ini diracik oleh Fachriz Tanjung dan untuk juru kamera oleh Andi Siahaan. Untuk editor dipercayakan kepada ocha dan naratornya diatur oleh Eddy Siswanto. Film ini dapat disaksikan juga di Youtube dengan link Trailer Menjejak Sungai Barumun https://www.youtube.com/watch?v=w1-elC203qk. [top]
"/>
Safaruddin Siregar, yang bertindak sebagai produser film, juga turut bergembira dengan masuk nominasi dan akan diputarnya film MSB di perhelatan akbar yang melibatkan sineas, penonton dan pegiat lingkungan itu.
\"Gambaran keprihatinan masyarakat Padang Lawas Utara pada kondisi Daerah Aliran Sungai Barumun yang kian tercemar dan terdampak limbah perusahaan sawit berskala besar. Melalui film dokumenter, masyarakat ingin berkampanye lebih luas, disamping upaya nyata terus dilakukan bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lain\", katanya.
Lebih lanjut menurut ketua Parsub ini, film MSB melakukan aksi nyata dengan menabur benih ikan baung dan nota kesepahaman berbagai pihak terkait memang sudah kami lakukan sebelumnya.
\"Alhamdulillah dengan masuknya film ini di BEFF semakin memperluas dan memperkuat kampanye kami dalam menyelamatkan lingkungan di sekitar aliran Sungai Barumun\", ujarnya saat didampingi Sekretarisnya, Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Sungai Barumun merupakan salahsatu sungai bersejarah dan terpanjang di Sumatera Utara. Sungai yang menjulur sepanjang 440 kilometer ini mengalir melintasi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Film MSB memakan waktu 7 hari penggarapan, dimana semua kru film dan Parsub harus berhadapan dengan kondisi alam yang sulit, keluar-masuk area perkebunan sawit yang mendapat penjagaan petugas keamanan perusahaan, menyusuri sungai dangkal dimana diduga limbah pabrik kelapa sawit dialiri, mencari habitat biota sungai dan mendapatkan kesaksian orang-orang atas perubahan Sungai Barumun dan dampaknya bagi lingkungan sekitar.
Sekadar informasi, beberapa film dokumenter yang disutradarai Onny Kresnawan telah pula menerima penghargaan kompetisi film berskala nasional dan internasional. Antara lain, film Berharap Air Di Atas Air mendapat penghargaan di Kompetisi Manusia dan Air FORKAMI, Jakarta (2008), Pantang di Jaring Halus sebagai film terbaik di JEFIVAL, Jatim (2008). Lalu, film Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan mendapat penghargaan tayang di CST Confrence ECPAT di Bali (2009), Smong menerima penghargaan Film Terbaik di Festival Film Kearifan Budaya Lokal, Kemendikbud (2011), Omasido Sekola sebagai Special Mention di Erasmus Huis International Documentary Film Festival, Konsulat Belanda (2013) dan Raonraon Medan sebagai Video Pariwisata Nusantara Terbaik di Toraja Film Festival, Toraja (2018).
BEFF sendiri merupakan ajang festival yang menyajikan film dan isu berbagai macam masalah ekologi, sosial dan alam yang saling terkait. Penonton, pembuat film dan aktivis lingkungan akan menyatukan semangat bahwa mereka dapat menjadi bagian solusi dalam persoalan lingkungan. Sejauh ini yang dikabarkan Panitia Pelaksana diberbagai sumber media, BEFF 2019 telah menerima partisipasi 49 judul film bertema lingkungan, baik dari luar negeri serta skala nasional dan daerah. Sedangkan untuk Juri film dokumenter pendek umum terdapat nama-nama , seperti Tonny Trimarsanto, Lianto Luseno dan Wahyu Utami.
Sinopsis Menjejak Sungai Barumun: Merawat Warisan Yang Belum Terjual
Kejayaan Sungai Barumun bagi masyarakat Tapanuli Selatan sekitarnya sebagai sumber kehidupan dan indentitas sejarah kian tergerus oleh keserakahan estafet sekelompok penguasa. Kawasan sungai yang dulunya dipenuhi biota punah disebabkan penggudulan hutan serta pencemaran limbah secara masif oleh perusahaan kelapa sawit yang berada di kawasannya.
Ironinya lagi, bantaran sungai makin tergerus mendekat ke badan jalan. Bahkan, pemukiman masyarakat terhimpit oleh batas-batas wilayah perkebunan sawit yang kerap mengundang konflik. Sebuah film dokumenter yang digagas oleh Koperasi PARSUB bersama Esefde Films
Adapun tim produksi pada film ini, yang bertindak sebagai produser adalah Safaruddin Siregar dan untuk Co. produsernya adalah Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Untuk sutradara digawangi oleh Onny Kresnawan dan Line Produsernya adalah Ilhamsyah yang juga salah satu tokoh pendiri IMA MIKOM UMSU dan lembaga kajian komunikasi \"Difusi\".
Untuk penulis naskah pada film ini diracik oleh Fachriz Tanjung dan untuk juru kamera oleh Andi Siahaan. Untuk editor dipercayakan kepada ocha dan naratornya diatur oleh Eddy Siswanto. Film ini dapat disaksikan juga di Youtube dengan link Trailer Menjejak Sungai Barumun https://www.youtube.com/watch?v=w1-elC203qk. [top]
RMOLSumut Setelah sebelumnya dinyatakan masuk nominasi Dokumenter Pendek Katagori Umum di Borneo Enviromental Film Festival (BEFF) 2019, film Menjejak Sungai Barumun (MSB) asal Sumatera Utara mendapat tempat untuk diputar pada 22 September 2019 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Film ini akan diputar bersama nominator dari daerah lain di Indonesia.
Onny Kresnawan yang bertindak sebagai sutradara menjelaskan, masuknya film MSB di festival film lingkungan nasional itu merupakan pemompa semangat untuk terus memproduksi film-film lingkungan sejenis yang lebih serius. Film MSB digagas Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Batu Huristak (Parsub) bersama Esefde Films, Selasa (17/9/2019).
"Tentunya di sini kami pun bukan soal kalah menang nantinya, yang lebih penting adalah dengan medium gambar bergerak yang dikemas secara kreatif, pesan konservasinya tersampaikan lebih luas", kata Onny yang saat ini juga menjabat sebagai Koordinator Komite Film di Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU).
Safaruddin Siregar, yang bertindak sebagai produser film, juga turut bergembira dengan masuk nominasi dan akan diputarnya film MSB di perhelatan akbar yang melibatkan sineas, penonton dan pegiat lingkungan itu.
"Gambaran keprihatinan masyarakat Padang Lawas Utara pada kondisi Daerah Aliran Sungai Barumun yang kian tercemar dan terdampak limbah perusahaan sawit berskala besar. Melalui film dokumenter, masyarakat ingin berkampanye lebih luas, disamping upaya nyata terus dilakukan bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lain", katanya.
Lebih lanjut menurut ketua Parsub ini, film MSB melakukan aksi nyata dengan menabur benih ikan baung dan nota kesepahaman berbagai pihak terkait memang sudah kami lakukan sebelumnya.
"Alhamdulillah dengan masuknya film ini di BEFF semakin memperluas dan memperkuat kampanye kami dalam menyelamatkan lingkungan di sekitar aliran Sungai Barumun", ujarnya saat didampingi Sekretarisnya, Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Sungai Barumun merupakan salahsatu sungai bersejarah dan terpanjang di Sumatera Utara. Sungai yang menjulur sepanjang 440 kilometer ini mengalir melintasi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Film MSB memakan waktu 7 hari penggarapan, dimana semua kru film dan Parsub harus berhadapan dengan kondisi alam yang sulit, keluar-masuk area perkebunan sawit yang mendapat penjagaan petugas keamanan perusahaan, menyusuri sungai dangkal dimana diduga limbah pabrik kelapa sawit dialiri, mencari habitat biota sungai dan mendapatkan kesaksian orang-orang atas perubahan Sungai Barumun dan dampaknya bagi lingkungan sekitar.
Sekadar informasi, beberapa film dokumenter yang disutradarai Onny Kresnawan telah pula menerima penghargaan kompetisi film berskala nasional dan internasional. Antara lain, film Berharap Air Di Atas Air mendapat penghargaan di Kompetisi Manusia dan Air FORKAMI, Jakarta (2008), Pantang di Jaring Halus sebagai film terbaik di JEFIVAL, Jatim (2008). Lalu, film Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan mendapat penghargaan tayang di CST Confrence ECPAT di Bali (2009), Smong menerima penghargaan Film Terbaik di Festival Film Kearifan Budaya Lokal, Kemendikbud (2011), Omasido Sekola sebagai Special Mention di Erasmus Huis International Documentary Film Festival, Konsulat Belanda (2013) dan Raonraon Medan sebagai Video Pariwisata Nusantara Terbaik di Toraja Film Festival, Toraja (2018).
BEFF sendiri merupakan ajang festival yang menyajikan film dan isu berbagai macam masalah ekologi, sosial dan alam yang saling terkait. Penonton, pembuat film dan aktivis lingkungan akan menyatukan semangat bahwa mereka dapat menjadi bagian solusi dalam persoalan lingkungan. Sejauh ini yang dikabarkan Panitia Pelaksana diberbagai sumber media, BEFF 2019 telah menerima partisipasi 49 judul film bertema lingkungan, baik dari luar negeri serta skala nasional dan daerah. Sedangkan untuk Juri film dokumenter pendek umum terdapat nama-nama , seperti Tonny Trimarsanto, Lianto Luseno dan Wahyu Utami.
Sinopsis Menjejak Sungai Barumun: Merawat Warisan Yang Belum Terjual
Kejayaan Sungai Barumun bagi masyarakat Tapanuli Selatan sekitarnya sebagai sumber kehidupan dan indentitas sejarah kian tergerus oleh keserakahan estafet sekelompok penguasa. Kawasan sungai yang dulunya dipenuhi biota punah disebabkan penggudulan hutan serta pencemaran limbah secara masif oleh perusahaan kelapa sawit yang berada di kawasannya.
Ironinya lagi, bantaran sungai makin tergerus mendekat ke badan jalan. Bahkan, pemukiman masyarakat terhimpit oleh batas-batas wilayah perkebunan sawit yang kerap mengundang konflik. Sebuah film dokumenter yang digagas oleh Koperasi PARSUB bersama Esefde Films
Adapun tim produksi pada film ini, yang bertindak sebagai produser adalah Safaruddin Siregar dan untuk Co. produsernya adalah Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Untuk sutradara digawangi oleh Onny Kresnawan dan Line Produsernya adalah Ilhamsyah yang juga salah satu tokoh pendiri IMA MIKOM UMSU dan lembaga kajian komunikasi "Difusi".
Untuk penulis naskah pada film ini diracik oleh Fachriz Tanjung dan untuk juru kamera oleh Andi Siahaan. Untuk editor dipercayakan kepada ocha dan naratornya diatur oleh Eddy Siswanto. Film ini dapat disaksikan juga di Youtube dengan link Trailer Menjejak Sungai Barumun https://www.youtube.com/watch?v=w1-elC203qk. [top]
RMOLSumut Setelah sebelumnya dinyatakan masuk nominasi Dokumenter Pendek Katagori Umum di Borneo Enviromental Film Festival (BEFF) 2019, film Menjejak Sungai Barumun (MSB) asal Sumatera Utara mendapat tempat untuk diputar pada 22 September 2019 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Film ini akan diputar bersama nominator dari daerah lain di Indonesia.
Onny Kresnawan yang bertindak sebagai sutradara menjelaskan, masuknya film MSB di festival film lingkungan nasional itu merupakan pemompa semangat untuk terus memproduksi film-film lingkungan sejenis yang lebih serius. Film MSB digagas Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Batu Huristak (Parsub) bersama Esefde Films, Selasa (17/9/2019).
"Tentunya di sini kami pun bukan soal kalah menang nantinya, yang lebih penting adalah dengan medium gambar bergerak yang dikemas secara kreatif, pesan konservasinya tersampaikan lebih luas", kata Onny yang saat ini juga menjabat sebagai Koordinator Komite Film di Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU).
Safaruddin Siregar, yang bertindak sebagai produser film, juga turut bergembira dengan masuk nominasi dan akan diputarnya film MSB di perhelatan akbar yang melibatkan sineas, penonton dan pegiat lingkungan itu.
"Gambaran keprihatinan masyarakat Padang Lawas Utara pada kondisi Daerah Aliran Sungai Barumun yang kian tercemar dan terdampak limbah perusahaan sawit berskala besar. Melalui film dokumenter, masyarakat ingin berkampanye lebih luas, disamping upaya nyata terus dilakukan bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lain", katanya.
Lebih lanjut menurut ketua Parsub ini, film MSB melakukan aksi nyata dengan menabur benih ikan baung dan nota kesepahaman berbagai pihak terkait memang sudah kami lakukan sebelumnya.
"Alhamdulillah dengan masuknya film ini di BEFF semakin memperluas dan memperkuat kampanye kami dalam menyelamatkan lingkungan di sekitar aliran Sungai Barumun", ujarnya saat didampingi Sekretarisnya, Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Sungai Barumun merupakan salahsatu sungai bersejarah dan terpanjang di Sumatera Utara. Sungai yang menjulur sepanjang 440 kilometer ini mengalir melintasi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Film MSB memakan waktu 7 hari penggarapan, dimana semua kru film dan Parsub harus berhadapan dengan kondisi alam yang sulit, keluar-masuk area perkebunan sawit yang mendapat penjagaan petugas keamanan perusahaan, menyusuri sungai dangkal dimana diduga limbah pabrik kelapa sawit dialiri, mencari habitat biota sungai dan mendapatkan kesaksian orang-orang atas perubahan Sungai Barumun dan dampaknya bagi lingkungan sekitar.
Sekadar informasi, beberapa film dokumenter yang disutradarai Onny Kresnawan telah pula menerima penghargaan kompetisi film berskala nasional dan internasional. Antara lain, film Berharap Air Di Atas Air mendapat penghargaan di Kompetisi Manusia dan Air FORKAMI, Jakarta (2008), Pantang di Jaring Halus sebagai film terbaik di JEFIVAL, Jatim (2008). Lalu, film Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan mendapat penghargaan tayang di CST Confrence ECPAT di Bali (2009), Smong menerima penghargaan Film Terbaik di Festival Film Kearifan Budaya Lokal, Kemendikbud (2011), Omasido Sekola sebagai Special Mention di Erasmus Huis International Documentary Film Festival, Konsulat Belanda (2013) dan Raonraon Medan sebagai Video Pariwisata Nusantara Terbaik di Toraja Film Festival, Toraja (2018).
BEFF sendiri merupakan ajang festival yang menyajikan film dan isu berbagai macam masalah ekologi, sosial dan alam yang saling terkait. Penonton, pembuat film dan aktivis lingkungan akan menyatukan semangat bahwa mereka dapat menjadi bagian solusi dalam persoalan lingkungan. Sejauh ini yang dikabarkan Panitia Pelaksana diberbagai sumber media, BEFF 2019 telah menerima partisipasi 49 judul film bertema lingkungan, baik dari luar negeri serta skala nasional dan daerah. Sedangkan untuk Juri film dokumenter pendek umum terdapat nama-nama , seperti Tonny Trimarsanto, Lianto Luseno dan Wahyu Utami.
Sinopsis Menjejak Sungai Barumun: Merawat Warisan Yang Belum Terjual
Kejayaan Sungai Barumun bagi masyarakat Tapanuli Selatan sekitarnya sebagai sumber kehidupan dan indentitas sejarah kian tergerus oleh keserakahan estafet sekelompok penguasa. Kawasan sungai yang dulunya dipenuhi biota punah disebabkan penggudulan hutan serta pencemaran limbah secara masif oleh perusahaan kelapa sawit yang berada di kawasannya.
Ironinya lagi, bantaran sungai makin tergerus mendekat ke badan jalan. Bahkan, pemukiman masyarakat terhimpit oleh batas-batas wilayah perkebunan sawit yang kerap mengundang konflik. Sebuah film dokumenter yang digagas oleh Koperasi PARSUB bersama Esefde Films
Adapun tim produksi pada film ini, yang bertindak sebagai produser adalah Safaruddin Siregar dan untuk Co. produsernya adalah Sutan Ahmad Sayuti Hasibuan.
Untuk sutradara digawangi oleh Onny Kresnawan dan Line Produsernya adalah Ilhamsyah yang juga salah satu tokoh pendiri IMA MIKOM UMSU dan lembaga kajian komunikasi "Difusi".
Untuk penulis naskah pada film ini diracik oleh Fachriz Tanjung dan untuk juru kamera oleh Andi Siahaan. Untuk editor dipercayakan kepada ocha dan naratornya diatur oleh Eddy Siswanto. Film ini dapat disaksikan juga di Youtube dengan link Trailer Menjejak Sungai Barumun https://www.youtube.com/watch?v=w1-elC203qk. [top]