Demikian disampaikan Koordinator Wilayah JPPR Sumatera Utara Darwin Sipahutar kepada redaksi, Senin (8/6). Menurutnya, kesepakatan mengenai waktu menggelar pilkada tersebut seharusnya dibangun atas dasar kemanusiaan dan mengacu pada kesiapan masyarakat sebagai pemilih untuk menyambut Pilkada.
\"Masyarakat sebagai objek harus mendapat porsi yang lebih besar untuk diselamatkan dari bahaya covid 19 daripada memaksakan kehendak tetap menggelar pilkada, kami menilai bahwa pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang selain mendatangkan dampak negatif yang cukup besar juga menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan untuk menularkan covid 19 di Sumatera Utara,\" katanya.
Ia menjabarkan, berdasarkan data sebaran yang dikutip dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional, Sumut dengan kontribusi 2% terhadap total pasien positif covid-19 nasional, yakni 605 orang positif covid 19 hingga per Sabtu 6 Juni 2020. Hal ini membuat posisi Sumut naik ke urutan 12 terbanyak jumlah pasien positif covid-19 dari 34 provinsi se-Indonesia dan Sumatera Utara menjadi tempat penyebaran covid 19 terbesar ketiga di pulau Sumatera disamping Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
Bila merujuk pada data ini bukan tidak mungkin curva positif covid-19 akan terus bertambah dari hari ke hari. Artinyapenyebaran covid 19 terus mengalami lonjakan dan belum ada tanda-tanda melandai.
\"Tentu ini menjadi persoalan berat bagi penyelenggara pilkada untuk melaksanakan tahapan pilkada pada 15 Juni 2020 mendatang ditengah kondisi Sumatera Utara yang tidak jelas sedang menjalankan apa untuk menghentikan penyebaran covid 19,\" ujarnya.
JPPR meminta perhatian yang besar kepada KPU Dan Bawaslu Sumut untuk mempertimbangkan kembali menjalankan tahapan pada 15 Juni mendatang walau sesuai protokol kesehatan sebagaimana yang telah dirancangan dalam PKPU, tapi ini sangat beresiko besar apabila tetap dilaksanan.
Resiko dari dimulainya tahapan pilkada tidak hanya menurunnya pola kerja KPU tapi juga mendatangkan penularan baru covid 19 pada penyelenggara adhoc, tidak hanya itu, bakal calon peserta pilkada baik petahana maupun pendatang baru juga sangat besar kemungkinan terpapar covid 19 disebabkan bepergian keluar kota untuk melakukan konsolidasi politik.
\"Oleh karenanya apabila KPU dan Bawaslu di 23 Kabupaten /Kota di Sumut tetap menjalankan tahapan pilkada setidaknya kuburan massal harus sudah disiapkan,\" sebutnya.
Ia menambahkan KPU sebenarnya memiliki wewenang untuk menunda pelaksanaan pilkada sebagaimana yang tertuang dalam Perppu No 2 Tahun 2020 pada pasal 122A Ayat 3.
\"Maka dari itu penyelenggaraan pilkada sebaiknya di laksaksanakan pada tahun 2021 dimana situasi penyebaran covid 19 dapat teratasi dan pemulihan ekonomi masyarakat sudah berjalan normal seperti biasanya,\" demikian Darwin Sipahutar.[R]" itemprop="description"/>
Bertemu Tito, Dubes Korsel Berbagi Pengalaman Sukses Selenggarakan Pemilu di Tengah Pandemi COVID-19
Demikian disampaikan Koordinator Wilayah JPPR Sumatera Utara Darwin Sipahutar kepada redaksi, Senin (8/6). Menurutnya, kesepakatan mengenai waktu menggelar pilkada tersebut seharusnya dibangun atas dasar kemanusiaan dan mengacu pada kesiapan masyarakat sebagai pemilih untuk menyambut Pilkada.
\"Masyarakat sebagai objek harus mendapat porsi yang lebih besar untuk diselamatkan dari bahaya covid 19 daripada memaksakan kehendak tetap menggelar pilkada, kami menilai bahwa pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang selain mendatangkan dampak negatif yang cukup besar juga menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan untuk menularkan covid 19 di Sumatera Utara,\" katanya.
Ia menjabarkan, berdasarkan data sebaran yang dikutip dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional, Sumut dengan kontribusi 2% terhadap total pasien positif covid-19 nasional, yakni 605 orang positif covid 19 hingga per Sabtu 6 Juni 2020. Hal ini membuat posisi Sumut naik ke urutan 12 terbanyak jumlah pasien positif covid-19 dari 34 provinsi se-Indonesia dan Sumatera Utara menjadi tempat penyebaran covid 19 terbesar ketiga di pulau Sumatera disamping Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
Bila merujuk pada data ini bukan tidak mungkin curva positif covid-19 akan terus bertambah dari hari ke hari. Artinyapenyebaran covid 19 terus mengalami lonjakan dan belum ada tanda-tanda melandai.
\"Tentu ini menjadi persoalan berat bagi penyelenggara pilkada untuk melaksanakan tahapan pilkada pada 15 Juni 2020 mendatang ditengah kondisi Sumatera Utara yang tidak jelas sedang menjalankan apa untuk menghentikan penyebaran covid 19,\" ujarnya.
JPPR meminta perhatian yang besar kepada KPU Dan Bawaslu Sumut untuk mempertimbangkan kembali menjalankan tahapan pada 15 Juni mendatang walau sesuai protokol kesehatan sebagaimana yang telah dirancangan dalam PKPU, tapi ini sangat beresiko besar apabila tetap dilaksanan.
Resiko dari dimulainya tahapan pilkada tidak hanya menurunnya pola kerja KPU tapi juga mendatangkan penularan baru covid 19 pada penyelenggara adhoc, tidak hanya itu, bakal calon peserta pilkada baik petahana maupun pendatang baru juga sangat besar kemungkinan terpapar covid 19 disebabkan bepergian keluar kota untuk melakukan konsolidasi politik.
\"Oleh karenanya apabila KPU dan Bawaslu di 23 Kabupaten /Kota di Sumut tetap menjalankan tahapan pilkada setidaknya kuburan massal harus sudah disiapkan,\" sebutnya.
Ia menambahkan KPU sebenarnya memiliki wewenang untuk menunda pelaksanaan pilkada sebagaimana yang tertuang dalam Perppu No 2 Tahun 2020 pada pasal 122A Ayat 3.
\"Maka dari itu penyelenggaraan pilkada sebaiknya di laksaksanakan pada tahun 2021 dimana situasi penyebaran covid 19 dapat teratasi dan pemulihan ekonomi masyarakat sudah berjalan normal seperti biasanya,\" demikian Darwin Sipahutar.[R]"/>
Bertemu Tito, Dubes Korsel Berbagi Pengalaman Sukses Selenggarakan Pemilu di Tengah Pandemi COVID-19
Demikian disampaikan Koordinator Wilayah JPPR Sumatera Utara Darwin Sipahutar kepada redaksi, Senin (8/6). Menurutnya, kesepakatan mengenai waktu menggelar pilkada tersebut seharusnya dibangun atas dasar kemanusiaan dan mengacu pada kesiapan masyarakat sebagai pemilih untuk menyambut Pilkada.
\"Masyarakat sebagai objek harus mendapat porsi yang lebih besar untuk diselamatkan dari bahaya covid 19 daripada memaksakan kehendak tetap menggelar pilkada, kami menilai bahwa pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang selain mendatangkan dampak negatif yang cukup besar juga menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan untuk menularkan covid 19 di Sumatera Utara,\" katanya.
Ia menjabarkan, berdasarkan data sebaran yang dikutip dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional, Sumut dengan kontribusi 2% terhadap total pasien positif covid-19 nasional, yakni 605 orang positif covid 19 hingga per Sabtu 6 Juni 2020. Hal ini membuat posisi Sumut naik ke urutan 12 terbanyak jumlah pasien positif covid-19 dari 34 provinsi se-Indonesia dan Sumatera Utara menjadi tempat penyebaran covid 19 terbesar ketiga di pulau Sumatera disamping Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
Bila merujuk pada data ini bukan tidak mungkin curva positif covid-19 akan terus bertambah dari hari ke hari. Artinyapenyebaran covid 19 terus mengalami lonjakan dan belum ada tanda-tanda melandai.
\"Tentu ini menjadi persoalan berat bagi penyelenggara pilkada untuk melaksanakan tahapan pilkada pada 15 Juni 2020 mendatang ditengah kondisi Sumatera Utara yang tidak jelas sedang menjalankan apa untuk menghentikan penyebaran covid 19,\" ujarnya.
JPPR meminta perhatian yang besar kepada KPU Dan Bawaslu Sumut untuk mempertimbangkan kembali menjalankan tahapan pada 15 Juni mendatang walau sesuai protokol kesehatan sebagaimana yang telah dirancangan dalam PKPU, tapi ini sangat beresiko besar apabila tetap dilaksanan.
Resiko dari dimulainya tahapan pilkada tidak hanya menurunnya pola kerja KPU tapi juga mendatangkan penularan baru covid 19 pada penyelenggara adhoc, tidak hanya itu, bakal calon peserta pilkada baik petahana maupun pendatang baru juga sangat besar kemungkinan terpapar covid 19 disebabkan bepergian keluar kota untuk melakukan konsolidasi politik.
\"Oleh karenanya apabila KPU dan Bawaslu di 23 Kabupaten /Kota di Sumut tetap menjalankan tahapan pilkada setidaknya kuburan massal harus sudah disiapkan,\" sebutnya.
Ia menambahkan KPU sebenarnya memiliki wewenang untuk menunda pelaksanaan pilkada sebagaimana yang tertuang dalam Perppu No 2 Tahun 2020 pada pasal 122A Ayat 3.
\"Maka dari itu penyelenggaraan pilkada sebaiknya di laksaksanakan pada tahun 2021 dimana situasi penyebaran covid 19 dapat teratasi dan pemulihan ekonomi masyarakat sudah berjalan normal seperti biasanya,\" demikian Darwin Sipahutar.[R]"/>
Gelaran Pilkada yang telah menjadi kesepakatan bersama pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu ditengah pandemi covid 19 adalah bentuk pemaksaan kepada masyarakat (pemilih). Hal ini karena pelaksanaannya dilakukan dengan mempertaruhkan resiko tinggi penularan virus mematikan tersebut.
Berita Terkait:
Demikian disampaikan Koordinator Wilayah JPPR Sumatera Utara Darwin Sipahutar kepada redaksi, Senin (8/6). Menurutnya, kesepakatan mengenai waktu menggelar pilkada tersebut seharusnya dibangun atas dasar kemanusiaan dan mengacu pada kesiapan masyarakat sebagai pemilih untuk menyambut Pilkada.
"Masyarakat sebagai objek harus mendapat porsi yang lebih besar untuk diselamatkan dari bahaya covid 19 daripada memaksakan kehendak tetap menggelar pilkada, kami menilai bahwa pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang selain mendatangkan dampak negatif yang cukup besar juga menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan untuk menularkan covid 19 di Sumatera Utara," katanya.
Ia menjabarkan, berdasarkan data sebaran yang dikutip dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional, Sumut dengan kontribusi 2% terhadap total pasien positif covid-19 nasional, yakni 605 orang positif covid 19 hingga per Sabtu 6 Juni 2020. Hal ini membuat posisi Sumut naik ke urutan 12 terbanyak jumlah pasien positif covid-19 dari 34 provinsi se-Indonesia dan Sumatera Utara menjadi tempat penyebaran covid 19 terbesar ketiga di pulau Sumatera disamping Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
Bila merujuk pada data ini bukan tidak mungkin curva positif covid-19 akan terus bertambah dari hari ke hari. Artinyapenyebaran covid 19 terus mengalami lonjakan dan belum ada tanda-tanda melandai.
"Tentu ini menjadi persoalan berat bagi penyelenggara pilkada untuk melaksanakan tahapan pilkada pada 15 Juni 2020 mendatang ditengah kondisi Sumatera Utara yang tidak jelas sedang menjalankan apa untuk menghentikan penyebaran covid 19," ujarnya.
JPPR meminta perhatian yang besar kepada KPU Dan Bawaslu Sumut untuk mempertimbangkan kembali menjalankan tahapan pada 15 Juni mendatang walau sesuai protokol kesehatan sebagaimana yang telah dirancangan dalam PKPU, tapi ini sangat beresiko besar apabila tetap dilaksanan.
Resiko dari dimulainya tahapan pilkada tidak hanya menurunnya pola kerja KPU tapi juga mendatangkan penularan baru covid 19 pada penyelenggara adhoc, tidak hanya itu, bakal calon peserta pilkada baik petahana maupun pendatang baru juga sangat besar kemungkinan terpapar covid 19 disebabkan bepergian keluar kota untuk melakukan konsolidasi politik.
"Oleh karenanya apabila KPU dan Bawaslu di 23 Kabupaten /Kota di Sumut tetap menjalankan tahapan pilkada setidaknya kuburan massal harus sudah disiapkan," sebutnya.
Ia menambahkan KPU sebenarnya memiliki wewenang untuk menunda pelaksanaan pilkada sebagaimana yang tertuang dalam Perppu No 2 Tahun 2020 pada pasal 122A Ayat 3.
"Maka dari itu penyelenggaraan pilkada sebaiknya di laksaksanakan pada tahun 2021 dimana situasi penyebaran covid 19 dapat teratasi dan pemulihan ekonomi masyarakat sudah berjalan normal seperti biasanya," demikian Darwin Sipahutar.[R]
Gelaran Pilkada yang telah menjadi kesepakatan bersama pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu ditengah pandemi covid 19 adalah bentuk pemaksaan kepada masyarakat (pemilih). Hal ini karena pelaksanaannya dilakukan dengan mempertaruhkan resiko tinggi penularan virus mematikan tersebut.
Berita Terkait:
Demikian disampaikan Koordinator Wilayah JPPR Sumatera Utara Darwin Sipahutar kepada redaksi, Senin (8/6). Menurutnya, kesepakatan mengenai waktu menggelar pilkada tersebut seharusnya dibangun atas dasar kemanusiaan dan mengacu pada kesiapan masyarakat sebagai pemilih untuk menyambut Pilkada.
"Masyarakat sebagai objek harus mendapat porsi yang lebih besar untuk diselamatkan dari bahaya covid 19 daripada memaksakan kehendak tetap menggelar pilkada, kami menilai bahwa pelaksanaan pilkada pada Desember mendatang selain mendatangkan dampak negatif yang cukup besar juga menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan untuk menularkan covid 19 di Sumatera Utara," katanya.
Ia menjabarkan, berdasarkan data sebaran yang dikutip dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional, Sumut dengan kontribusi 2% terhadap total pasien positif covid-19 nasional, yakni 605 orang positif covid 19 hingga per Sabtu 6 Juni 2020. Hal ini membuat posisi Sumut naik ke urutan 12 terbanyak jumlah pasien positif covid-19 dari 34 provinsi se-Indonesia dan Sumatera Utara menjadi tempat penyebaran covid 19 terbesar ketiga di pulau Sumatera disamping Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
Bila merujuk pada data ini bukan tidak mungkin curva positif covid-19 akan terus bertambah dari hari ke hari. Artinyapenyebaran covid 19 terus mengalami lonjakan dan belum ada tanda-tanda melandai.
"Tentu ini menjadi persoalan berat bagi penyelenggara pilkada untuk melaksanakan tahapan pilkada pada 15 Juni 2020 mendatang ditengah kondisi Sumatera Utara yang tidak jelas sedang menjalankan apa untuk menghentikan penyebaran covid 19," ujarnya.
JPPR meminta perhatian yang besar kepada KPU Dan Bawaslu Sumut untuk mempertimbangkan kembali menjalankan tahapan pada 15 Juni mendatang walau sesuai protokol kesehatan sebagaimana yang telah dirancangan dalam PKPU, tapi ini sangat beresiko besar apabila tetap dilaksanan.
Resiko dari dimulainya tahapan pilkada tidak hanya menurunnya pola kerja KPU tapi juga mendatangkan penularan baru covid 19 pada penyelenggara adhoc, tidak hanya itu, bakal calon peserta pilkada baik petahana maupun pendatang baru juga sangat besar kemungkinan terpapar covid 19 disebabkan bepergian keluar kota untuk melakukan konsolidasi politik.
"Oleh karenanya apabila KPU dan Bawaslu di 23 Kabupaten /Kota di Sumut tetap menjalankan tahapan pilkada setidaknya kuburan massal harus sudah disiapkan," sebutnya.
Ia menambahkan KPU sebenarnya memiliki wewenang untuk menunda pelaksanaan pilkada sebagaimana yang tertuang dalam Perppu No 2 Tahun 2020 pada pasal 122A Ayat 3.
"Maka dari itu penyelenggaraan pilkada sebaiknya di laksaksanakan pada tahun 2021 dimana situasi penyebaran covid 19 dapat teratasi dan pemulihan ekonomi masyarakat sudah berjalan normal seperti biasanya," demikian Darwin Sipahutar.