Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan menemukan indikasi adanya diskriminasi penegakan hukum terhadap warga oleh pihak kepolisian di Kabupaten Langkat. Hal inilah yang membuat terjadinya kerusuhan antara warga dengan kelompok yang diduga preman dan kini berujung pada penangkapan 12 orang warga oleh polisi. Hal ini disampaikan Direktur LBH Medan Ismail Lubis kepada Kantor Berita Politik RMOLSumut, terkait pendampingan hukum yang sedang mereka lakukan kepada warga atas kerusuhan dan pembakaran gubuk serta kendaraan milik terduga preman di Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat pada 9 Januari 2019 lalu. "Tim kita sudah turun ke lapangan. Ternyata masyarakat sudah lama resah dengan keberadaan preman disana. Ada masyarakat disiksa, diperas, bahkan dipukul didepan oknum aparat penegak hukum. Tapi tidak ada tindakan apa-apa, seolah mereka kebal hukum," katanya, Senin (20/1). Aksi-aksi premanisme yang selam aini dikeluhkan oleh masyarakat menurutnya juga tidak pernah ditanggapi serius oleh aparat penegak hukum. Buntut dari kekesalan inilah yang menurutnya memicu masyarakat melakukan aksi nekad dengan menyerbu gubuk yang dijadikan markas oleh para preman tersebut. "Nah terkait upaya penegakan hukum atas kejadian tersebut, kita juga berharap Polres dan Pemkab Langkat melihat lebih jauh mengenai akar permasalah dari kejadian tersebut," ujarnya. Diketahui kerusuhan antara warga dan kelompok preman terjadi di Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat pada 9 Januari 2019 lalu. Warga kesal karena para preman menyekap seorang ibu dan bayinya karena persoalan utang. Dalam kerusuhan itu gubuk dan kendaraan para preman tersebut dibakar warga. Beberapa warga mengaku kesal karena selama ini keberadaan para preman tersebut meresahkan mereka, sementara pengaduan kepada pihak kepolisian tidak pernah membuahkan hasil. Saat ini polisi menetapkan 12 orang tersangka dalam kasus tersebut dan menahan mereka. Warga sudah mengadukan hal tersebut ke LBH Medan untuk pendampingan hukum.[R]
Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan menemukan indikasi adanya diskriminasi penegakan hukum terhadap warga oleh pihak kepolisian di Kabupaten Langkat. Hal inilah yang membuat terjadinya kerusuhan antara warga dengan kelompok yang diduga preman dan kini berujung pada penangkapan 12 orang warga oleh polisi. Hal ini disampaikan Direktur LBH Medan Ismail Lubis kepada Kantor Berita Politik RMOLSumut, terkait pendampingan hukum yang sedang mereka lakukan kepada warga atas kerusuhan dan pembakaran gubuk serta kendaraan milik terduga preman di Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat pada 9 Januari 2019 lalu. "Tim kita sudah turun ke lapangan. Ternyata masyarakat sudah lama resah dengan keberadaan preman disana. Ada masyarakat disiksa, diperas, bahkan dipukul didepan oknum aparat penegak hukum. Tapi tidak ada tindakan apa-apa, seolah mereka kebal hukum," katanya, Senin (20/1). Aksi-aksi premanisme yang selam aini dikeluhkan oleh masyarakat menurutnya juga tidak pernah ditanggapi serius oleh aparat penegak hukum. Buntut dari kekesalan inilah yang menurutnya memicu masyarakat melakukan aksi nekad dengan menyerbu gubuk yang dijadikan markas oleh para preman tersebut. "Nah terkait upaya penegakan hukum atas kejadian tersebut, kita juga berharap Polres dan Pemkab Langkat melihat lebih jauh mengenai akar permasalah dari kejadian tersebut," ujarnya. Diketahui kerusuhan antara warga dan kelompok preman terjadi di Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat pada 9 Januari 2019 lalu. Warga kesal karena para preman menyekap seorang ibu dan bayinya karena persoalan utang. Dalam kerusuhan itu gubuk dan kendaraan para preman tersebut dibakar warga. Beberapa warga mengaku kesal karena selama ini keberadaan para preman tersebut meresahkan mereka, sementara pengaduan kepada pihak kepolisian tidak pernah membuahkan hasil. Saat ini polisi menetapkan 12 orang tersangka dalam kasus tersebut dan menahan mereka. Warga sudah mengadukan hal tersebut ke LBH Medan untuk pendampingan hukum.© Copyright 2024, All Rights Reserved