Perubahan arus lalu lintas di Kota Medan, sejak sepekan ini menimbulkan kemacetan. Berdalih ingin memperlancar arus, apa lacur malah tambah macet. Kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Medan ini bisa dibilang sembrono, gegabah dan tanpa perhitungan.
Saya bukan ahli lalu lintas. Namun sebagai pengendara, saya merasakan kemacetan semakin parah di beberapa ruas jalan. Keluhan demi keluhan bersileweran di media sosial. Semua mengeluh, semua menyesalkan kebijakan ini.
Bagi saya, sebuah kebijakan publik tentunya harus mempertimbangkan banyak aspek. Ada banyak hal yang harus dihitung. Saya bukan anti kebijakan publik dari Pemko Medan. Semua hal yang ditujukan untuk kepentingan publik tentu harus didukung. Namun, jika kebijakan Pemko Medan tak sesuai harapan, tak perlu malu lah untuk segera merevisinya.
Kota Medan punya banyak PR (Pekerjaan Rumah) yang lebih urgen untuk diberi perhatian. Soal banjir misalnya, hal ini menurut beberapa teman dari birokrat di Pemko Medan disebabkan kebijakan yang tidak tepat dari Walikota Medan, Bobby Nasution. Seharusnya, Walikota Medan segera melakukan pengerukan ruas-ruas sungai yang melintasi Kota Medan. Melengkapi peralatan untuk merevitalisasi sungai. Biar tahu saja, sejak pemerintahan Walikota Medan, Rahudman Harahap tahun 2010, tak ada pembelian peralatan untuk merevitalisasi sungai di Kota Medan. Walikota Medam, Dzulmi Eldin setelahnya seperti cuek bebek. Penggantinya, Walikota Bobby Nasution seperti gagap tak memahami masalah. Masyarakat akhirnya yang jadi korban. Medan banjir!
Soal lain lagi adalah penertiban para Pedagang Kaki Lima (PKL). Di Pasar Sei Sekambing kemacetan jadi menu harian. Di Pasar Sukarame hal yang sama terjadi. Barisan PKL di depan Pusat Perbelanjaan Carefour di Jalan Gatot Subroto membuat sakit mata memandangnya. Tak ada upaya melakukan pembenahan. Saya malah melihat seperti pembiaran. Miris melihatnya.
Sebagai warga Medan, lahir dan beraktivitas di Kota Medan, saya sungguh berharap ketika Walikota Medan dipimpin seorang anak muda, akan berubah. Tapi kenyataannya berbeda. Mungkin ada banyak faktor yang menyebabkannya. Salah satunya adalah bahwa Walikota Bobby Nasution masih banyak harus belajar. Dia ternyata bukan seorang fast learning. Menyelesaikan masalah di Kota Medan memang butuh waktu, maka itu kita butuh pemimpin yang cekatan, terampil, cekatan dan berinisiatif jitu. Ke depan, Kota Medan akan menghadapi tantangan lebih berat. Saya meyakini, Kota Medan bisa berubah ditangan walikota yang tepat. Mudah-mudahan itu segera terwujud di tahun 2024. Hingga, Medanku Sayang, tak perlu jadi Medanku Malang.
Ketua Harian Pergerakan Kader Nahdlatul Ulama (PKNU) Sumut
© Copyright 2024, All Rights Reserved