Kegiatan kurban dimaknai sebagai kegiatan menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Hewannya sendiri sudah ditentukan yakni kambing untuk 1 orang sedangkan lembu/sapi atau unta dapat berbagi dikurbankan oleh 7 orang maksimal.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut Dr H.Ardiansyah menanggapi adanya kutipan kepada pejabat di Dinas Sosial Sumatera Utara yang keberatan karena terkesan ‘diwajibkan’ untuk membayar uang guna menutupi pembelian hewan yang akan dikurbankan dari instansi mereka.
“Dari perspektif fiqih dasar hukum Islam hukumnya adalah sunnah yang dianjurkan bagi yang mampu,” katanya, Rabu (12/6).
Diketahui, sejumlah pegawai di Dinas Sosial diwajibkan membayar uang hingga Rp 3,2 juta untuk menutupi pembelian hewan qurban yang akan mereka kurbankan. Dinas Sosial Sumatera Utara ditarget mengurbankan 5 ekor sapi pada Idul Adha 2024 sebagaimana tertera pada surat imbauan yang disampaikan oleh Sekda Sumatera Utara kepada seluruh OPD di Sumatera Utara. Kutipan ini membuat sebagian keberatan karena merasa tidak mampu, meskipun mereka tidak berani menolak secara terbuka. Ironisnya, jika mereka tidak langsung membayar tunai, sekretaris dinas mengancam dana tersebut akan dipotong langsung TPP mereka.
Ihwal kondisi yang terjadi di Dinas Sosial Sumut ini, Ardiansyah tidak mengomentari secara langsung. Namun menurutnya persoalan Kurban itu terkembali kepada niat dan keikhlasan dari yang berkurban.
“Kalau masalah keberatan atas surat edaran itu terpulang kepada siapa yang mengeluarkannya. Dan itu dipulangkan pada kemampuan seseorang. Maka dari itu Rasul membolehkan kambing untuk 1 orang dan sapi itu bisa untuk berbagi 7 orang,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, kutipan untuk membeli hewan qurban di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara membuat beberapa (ASN) keberatan. Kepada redaksi, salah seorang pegawai berstatus ASN di Dinas Sosial mengatakan dirinya sangat keberatan dengan adanya kutipan tersebut. Apalagi, sekretaris dinas mereka mengatakan akan langsung memotong TPP jika masing-masing tidak menyetor secara tunai.
“Uang Rp 3,2 juta itu kan besar bang. Bagi saya yang hanya pegawai rendah ini itu memberatkan. Mungkin bagi pejabat lain itu nggak besar,” katanya meminta namanya tidak disebutkan.
Ihwal kutipan ini dibenarkan oleh sekretaris dinas Halimatu Sakdiyah. Menurutnya, kutipan ini hanya bagi pegawai yang memiliki TPP yang besar dan dianggap mampu.
“Yang diimbau itu bukan yang tidak mampu, tapi pejabat struktural dan pejabat yang disetarakan. Karena TPP nya banyak, sesuai surat diatas. TPP nya 12 juta/bulan diluar gaji, berarti dianggap mampu kan,” ujarnya membalas konfirmasi redaksi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved