Setelah gagal dengan pandangan bahwa agama musuh terbesar Pancasila, kini muncul lagi ide baru Prof. Yudian, Ketua BPIP dengan Salam Pancasila. Konon Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan guna menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran. Pakar komunikasi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Dr. Abdul Rasyid mengatakan salam tersebut muncul karena adanya prasangka terhadap sikap bangsa sendiri yang dinilai intoleransi. "Fakta apa yang bisa membuktikan sikap intoleransi tersebut, jika ini bukan merupakan yang mengada-ada", katanya kepada Kantor Berita RMOLSumut, Selasa (25/2/2020). Lebih lanjut Rasyid menjelaskan jika benar penganut agama memiliki sikap intoleransi, bisakah salam Pancasila tersebut punya kekuatan mengubah sikap intoleransi. "Secara akal sehat ide tersebut dimunculkan bukan didasarkan pada fakta sebenarnya, sebab sampai hari ini penganut agama masih berkawan dengan baik, sepanjang aturan-aturan yang telah ditetapkan tidak dilanggar", jelasnya. Dikatakannya, sepanjang toleransi-toleransi yang dijalankan tidak bertentangan dengan prinsip ajaran agama masing-masing itu tidak menjadi sebuah masalah. Rasyid juga mengungkapkan salam Pancasila tidak memiliki kekuatan mengubah sikap dan pandangan umat beragama dalam hubungan berbangsa dan bernegara. Salam Pancasila sendiri juga tidak memiliki makna, sehingga jika dimunculkan hanya sekedar memberi warna sesaat. "Di media sosial, salam Pancasila telah menjadi bahan olok-olokan yang dipelesetkan menjadi Salam Jiwasraya, Salam Asabri, dan Salam si Harun Lari, sementara di Youtube muncul video salam Pancasila ketika mau bertamu ke rumah orang dengan mengetuk-ngetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam Pancasila yang dengan kesal penghuni rumah membuka pintu sambil menyiramkan segayung air ke tamunya", pungkasnya. [R]
Setelah gagal dengan pandangan bahwa agama musuh terbesar Pancasila, kini muncul lagi ide baru Prof. Yudian, Ketua BPIP dengan Salam Pancasila. Konon Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan guna menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran. Pakar komunikasi dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Dr. Abdul Rasyid mengatakan salam tersebut muncul karena adanya prasangka terhadap sikap bangsa sendiri yang dinilai intoleransi. "Fakta apa yang bisa membuktikan sikap intoleransi tersebut, jika ini bukan merupakan yang mengada-ada", katanya kepada Kantor Berita RMOLSumut, Selasa (25/2/2020). Lebih lanjut Rasyid menjelaskan jika benar penganut agama memiliki sikap intoleransi, bisakah salam Pancasila tersebut punya kekuatan mengubah sikap intoleransi. "Secara akal sehat ide tersebut dimunculkan bukan didasarkan pada fakta sebenarnya, sebab sampai hari ini penganut agama masih berkawan dengan baik, sepanjang aturan-aturan yang telah ditetapkan tidak dilanggar", jelasnya. Dikatakannya, sepanjang toleransi-toleransi yang dijalankan tidak bertentangan dengan prinsip ajaran agama masing-masing itu tidak menjadi sebuah masalah. Rasyid juga mengungkapkan salam Pancasila tidak memiliki kekuatan mengubah sikap dan pandangan umat beragama dalam hubungan berbangsa dan bernegara. Salam Pancasila sendiri juga tidak memiliki makna, sehingga jika dimunculkan hanya sekedar memberi warna sesaat. "Di media sosial, salam Pancasila telah menjadi bahan olok-olokan yang dipelesetkan menjadi Salam Jiwasraya, Salam Asabri, dan Salam si Harun Lari, sementara di Youtube muncul video salam Pancasila ketika mau bertamu ke rumah orang dengan mengetuk-ngetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam Pancasila yang dengan kesal penghuni rumah membuka pintu sambil menyiramkan segayung air ke tamunya", pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved