Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan sebutan Britain Exit (Brexit) merupakan peluang besar agar sawit Indonesia kembali menguasai Eropa. Hal ini disampaikan Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting kepada RMOLSumut.id, Rabu (5/2). Timbas mengatakan begitu Inggris keluar dari Uni Eropa, maka kebijakan yang akan diadopsi oleh negara tersebut terkait perdagangan tidak lagi mengacu pada aturan UE. Hal ini terlihat dari pernyataan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, yang mengatakan aturan yang mengadopsi kebijakan UE hanya diterapkan selama masa transisi. "Artinya ini menjadi peluang yang harus dimanfaatkan pemerintah Indonesia. Harus dikejar ini," katanya. Timbas menjelaskan, selama ini pelabuhan terbesar untuk CPO memang ada di Amsterdam, Belanda yang notabene masih tergabung dalam Uni Eropa. Namun hal itu tidak akan menjadi masalah, sepanjang pemerintah Indonesia dapat meyakinkan Inggris agar negara tersebut membuka pintu selebar-lebarnya untuk Sawit Indonesia. "Saya berkeyakinan, begitu Inggris membuka pintu untuk sawit Indonesia masuk ke sana, itu akan menyita perhatian negara lain yang tergabung dalam Uni Eropa. Kenapa Inggris bisa membuka pintu? itu akan jadi pertanyaan mereka," ujarnya. Artinya kata Timbas, saat ini Pemerintah Indonesia harus intens menjalin komunikasi dengan Inggris terkait kebijakan perdagangan khususnya sawit ini. Ia berkeyakinan, cara ini akan lebih memudahkan Sawit Indonesia akan diterima kembali oleh Uni Eropa. "Selama ini kan persoalan mengapa sawit kita ditolak oleh mereka ya karena persaingan harga. CPO kita bisa masuk lebih rendah harganya dibanding mereka, makanya mereka buat isu lain agar tidak bisa masuk," pungkasnya. Diketahui, keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi perbincangan dunia. Hal ini terkait dengan berbagai kebijakan yang dipastikan berkaitan dengan peristiwa tersebut, salah satunya yakni kebijakan perdagangan. Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins mengatakan aturan yang mengadopsi kebijakan UE hanya diterapkan selama masa transisi. Tapi tak menutup kemungkinan, Inggris menerapkan aturan baru dalam berhubungan dengan mitra-mitranya, khususnya di bidang perdagangan. "Sejujurnya ini juga menjadi pertanyaan Inggris. Selama masa transisi aturan UE akan terus berlaku di Inggris. Aturan CPO dan biofuel termasuk di dalamnya," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Inggris memahami dengan pasti pentingnya sektor kelapa sawit bagi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu Inggris akan melakukan yang terbaik agar Indonesia bisa terhindar dari aturan yang merugikan. "Inggris sadar pentingnya industri CPO bagi ekonomi Indonesia. Jadi kami yakin ini industri utama untuk Indonesia dan kami perlu perhatikan dengan baik," katanya baru-baru ini.[R]
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan sebutan Britain Exit (Brexit) merupakan peluang besar agar sawit Indonesia kembali menguasai Eropa. Hal ini disampaikan Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Timbas Prasad Ginting kepada RMOLSumut.id, Rabu (5/2). Timbas mengatakan begitu Inggris keluar dari Uni Eropa, maka kebijakan yang akan diadopsi oleh negara tersebut terkait perdagangan tidak lagi mengacu pada aturan UE. Hal ini terlihat dari pernyataan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, yang mengatakan aturan yang mengadopsi kebijakan UE hanya diterapkan selama masa transisi. "Artinya ini menjadi peluang yang harus dimanfaatkan pemerintah Indonesia. Harus dikejar ini," katanya. Timbas menjelaskan, selama ini pelabuhan terbesar untuk CPO memang ada di Amsterdam, Belanda yang notabene masih tergabung dalam Uni Eropa. Namun hal itu tidak akan menjadi masalah, sepanjang pemerintah Indonesia dapat meyakinkan Inggris agar negara tersebut membuka pintu selebar-lebarnya untuk Sawit Indonesia. "Saya berkeyakinan, begitu Inggris membuka pintu untuk sawit Indonesia masuk ke sana, itu akan menyita perhatian negara lain yang tergabung dalam Uni Eropa. Kenapa Inggris bisa membuka pintu? itu akan jadi pertanyaan mereka," ujarnya. Artinya kata Timbas, saat ini Pemerintah Indonesia harus intens menjalin komunikasi dengan Inggris terkait kebijakan perdagangan khususnya sawit ini. Ia berkeyakinan, cara ini akan lebih memudahkan Sawit Indonesia akan diterima kembali oleh Uni Eropa. "Selama ini kan persoalan mengapa sawit kita ditolak oleh mereka ya karena persaingan harga. CPO kita bisa masuk lebih rendah harganya dibanding mereka, makanya mereka buat isu lain agar tidak bisa masuk," pungkasnya. Diketahui, keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi perbincangan dunia. Hal ini terkait dengan berbagai kebijakan yang dipastikan berkaitan dengan peristiwa tersebut, salah satunya yakni kebijakan perdagangan. Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins mengatakan aturan yang mengadopsi kebijakan UE hanya diterapkan selama masa transisi. Tapi tak menutup kemungkinan, Inggris menerapkan aturan baru dalam berhubungan dengan mitra-mitranya, khususnya di bidang perdagangan. "Sejujurnya ini juga menjadi pertanyaan Inggris. Selama masa transisi aturan UE akan terus berlaku di Inggris. Aturan CPO dan biofuel termasuk di dalamnya," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Inggris memahami dengan pasti pentingnya sektor kelapa sawit bagi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu Inggris akan melakukan yang terbaik agar Indonesia bisa terhindar dari aturan yang merugikan. "Inggris sadar pentingnya industri CPO bagi ekonomi Indonesia. Jadi kami yakin ini industri utama untuk Indonesia dan kami perlu perhatikan dengan baik," katanya baru-baru ini.© Copyright 2024, All Rights Reserved