Dosen FISIP USU yang juga berdarah Belanda ini menjelaskan, sejak awal Medan memang dibangun dengan desain yang sangat modern. Berbagai fasilitas yang ada sangat membuat penghuni Medan nyaman dan terbebas dari persoalan Banjir hingga macet seperti yang banyak dikeluhkan saat ini. Penataan pemukiman sangat baik dan sesuai peruntukan baik untuk kawasan bisnis maupun kawasan pemukiman.
\"Nah untuk mencegah Kota Medan dari kehancuran, Belanda menempatkan kekuatan militernya diluar Kota Medan di kawasan dataran tinggi. Artinya mengajak musuh untuk perang di luar Kota Medan demi melindungi Medan,\" ujarnya.
Kekuatan militer Belanda saat ini ditempatkan pada beberapa kota terutama di kaki bukit seperti di Pancur Batu, kemudian di kawasan Binjai yakni markas yang kini menjadi menjadi markas Batalyon Raider 100/PS untuk mencegat musuh dari kawasan Langkat. Kemudian menempatkan pasukan di Pematang Siantar untuk mencegat musuh yang datang dari kawasan Toba, begitu juga penempatan pasukan di Tarutung yang juga kuat.
\"Di Medan ditempatkanlah detasemen kecil di sekitar Lapangan Benteng. Dulu disitu ada bangunannya yang kini berdiri Hotel Santika,\" ungkapnya.
Sayangnya kata Yance, sejarah mengenai tersohornya Kota Medan yang sangat modern dari sisi tata kota sejak dulu, saat ini sulit untuk dilihat. Berbagai persoalan seperti banjir hingga kemacetan yang terjadi belakangan ini sama sekali tidak menggambarkan betapa tersohornya Kota Medan zaman dulu." itemprop="description"/>
Dosen FISIP USU yang juga berdarah Belanda ini menjelaskan, sejak awal Medan memang dibangun dengan desain yang sangat modern. Berbagai fasilitas yang ada sangat membuat penghuni Medan nyaman dan terbebas dari persoalan Banjir hingga macet seperti yang banyak dikeluhkan saat ini. Penataan pemukiman sangat baik dan sesuai peruntukan baik untuk kawasan bisnis maupun kawasan pemukiman.
\"Nah untuk mencegah Kota Medan dari kehancuran, Belanda menempatkan kekuatan militernya diluar Kota Medan di kawasan dataran tinggi. Artinya mengajak musuh untuk perang di luar Kota Medan demi melindungi Medan,\" ujarnya.
Kekuatan militer Belanda saat ini ditempatkan pada beberapa kota terutama di kaki bukit seperti di Pancur Batu, kemudian di kawasan Binjai yakni markas yang kini menjadi menjadi markas Batalyon Raider 100/PS untuk mencegat musuh dari kawasan Langkat. Kemudian menempatkan pasukan di Pematang Siantar untuk mencegat musuh yang datang dari kawasan Toba, begitu juga penempatan pasukan di Tarutung yang juga kuat.
\"Di Medan ditempatkanlah detasemen kecil di sekitar Lapangan Benteng. Dulu disitu ada bangunannya yang kini berdiri Hotel Santika,\" ungkapnya.
Sayangnya kata Yance, sejarah mengenai tersohornya Kota Medan yang sangat modern dari sisi tata kota sejak dulu, saat ini sulit untuk dilihat. Berbagai persoalan seperti banjir hingga kemacetan yang terjadi belakangan ini sama sekali tidak menggambarkan betapa tersohornya Kota Medan zaman dulu."/>
Dosen FISIP USU yang juga berdarah Belanda ini menjelaskan, sejak awal Medan memang dibangun dengan desain yang sangat modern. Berbagai fasilitas yang ada sangat membuat penghuni Medan nyaman dan terbebas dari persoalan Banjir hingga macet seperti yang banyak dikeluhkan saat ini. Penataan pemukiman sangat baik dan sesuai peruntukan baik untuk kawasan bisnis maupun kawasan pemukiman.
\"Nah untuk mencegah Kota Medan dari kehancuran, Belanda menempatkan kekuatan militernya diluar Kota Medan di kawasan dataran tinggi. Artinya mengajak musuh untuk perang di luar Kota Medan demi melindungi Medan,\" ujarnya.
Kekuatan militer Belanda saat ini ditempatkan pada beberapa kota terutama di kaki bukit seperti di Pancur Batu, kemudian di kawasan Binjai yakni markas yang kini menjadi menjadi markas Batalyon Raider 100/PS untuk mencegat musuh dari kawasan Langkat. Kemudian menempatkan pasukan di Pematang Siantar untuk mencegat musuh yang datang dari kawasan Toba, begitu juga penempatan pasukan di Tarutung yang juga kuat.
\"Di Medan ditempatkanlah detasemen kecil di sekitar Lapangan Benteng. Dulu disitu ada bangunannya yang kini berdiri Hotel Santika,\" ungkapnya.
Sayangnya kata Yance, sejarah mengenai tersohornya Kota Medan yang sangat modern dari sisi tata kota sejak dulu, saat ini sulit untuk dilihat. Berbagai persoalan seperti banjir hingga kemacetan yang terjadi belakangan ini sama sekali tidak menggambarkan betapa tersohornya Kota Medan zaman dulu."/>
Desain yang sangat modern sejak awal dibangun ternyata membuat Kota Medan mendapat perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Belanda. Bahkan pada saat perang dunia II, Pemerintah Belanda masih berupaya untuk menjaga agar Kota Medan tidak hancur akibat perang militer.
"Belanda itu sudah keenakan tinggal di Medan, sayang rasanya kalau Medan sampai hancur saat perang dunia II. Makanya saat diumumkan perang dengan Jepang, Belanda kemudian langsung mengumumkan Kota Medan sebagai kota terbuka artinya statusnya tidak dipertahankan secara militer, sehingga Jepang tidak boleh membombardir Medan," katanya pengamat lingkungan Universitas Sumatera Utara, Drs Yance Msi dalam kegiatan Social Infinity Meetup Redaksi RMOLSumut, di Kantor Redaksi, Komplek Tempua Residen, Medan Sunggal, akhir pekan lalu.
Dosen FISIP USU yang juga berdarah Belanda ini menjelaskan, sejak awal Medan memang dibangun dengan desain yang sangat modern. Berbagai fasilitas yang ada sangat membuat penghuni Medan nyaman dan terbebas dari persoalan Banjir hingga macet seperti yang banyak dikeluhkan saat ini. Penataan pemukiman sangat baik dan sesuai peruntukan baik untuk kawasan bisnis maupun kawasan pemukiman.
"Nah untuk mencegah Kota Medan dari kehancuran, Belanda menempatkan kekuatan militernya diluar Kota Medan di kawasan dataran tinggi. Artinya mengajak musuh untuk perang di luar Kota Medan demi melindungi Medan," ujarnya.
Kekuatan militer Belanda saat ini ditempatkan pada beberapa kota terutama di kaki bukit seperti di Pancur Batu, kemudian di kawasan Binjai yakni markas yang kini menjadi menjadi markas Batalyon Raider 100/PS untuk mencegat musuh dari kawasan Langkat. Kemudian menempatkan pasukan di Pematang Siantar untuk mencegat musuh yang datang dari kawasan Toba, begitu juga penempatan pasukan di Tarutung yang juga kuat.
"Di Medan ditempatkanlah detasemen kecil di sekitar Lapangan Benteng. Dulu disitu ada bangunannya yang kini berdiri Hotel Santika," ungkapnya.
Sayangnya kata Yance, sejarah mengenai tersohornya Kota Medan yang sangat modern dari sisi tata kota sejak dulu, saat ini sulit untuk dilihat. Berbagai persoalan seperti banjir hingga kemacetan yang terjadi belakangan ini sama sekali tidak menggambarkan betapa tersohornya Kota Medan zaman dulu.
Desain yang sangat modern sejak awal dibangun ternyata membuat Kota Medan mendapat perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Belanda. Bahkan pada saat perang dunia II, Pemerintah Belanda masih berupaya untuk menjaga agar Kota Medan tidak hancur akibat perang militer.
"Belanda itu sudah keenakan tinggal di Medan, sayang rasanya kalau Medan sampai hancur saat perang dunia II. Makanya saat diumumkan perang dengan Jepang, Belanda kemudian langsung mengumumkan Kota Medan sebagai kota terbuka artinya statusnya tidak dipertahankan secara militer, sehingga Jepang tidak boleh membombardir Medan," katanya pengamat lingkungan Universitas Sumatera Utara, Drs Yance Msi dalam kegiatan Social Infinity Meetup Redaksi RMOLSumut, di Kantor Redaksi, Komplek Tempua Residen, Medan Sunggal, akhir pekan lalu.
Dosen FISIP USU yang juga berdarah Belanda ini menjelaskan, sejak awal Medan memang dibangun dengan desain yang sangat modern. Berbagai fasilitas yang ada sangat membuat penghuni Medan nyaman dan terbebas dari persoalan Banjir hingga macet seperti yang banyak dikeluhkan saat ini. Penataan pemukiman sangat baik dan sesuai peruntukan baik untuk kawasan bisnis maupun kawasan pemukiman.
"Nah untuk mencegah Kota Medan dari kehancuran, Belanda menempatkan kekuatan militernya diluar Kota Medan di kawasan dataran tinggi. Artinya mengajak musuh untuk perang di luar Kota Medan demi melindungi Medan," ujarnya.
Kekuatan militer Belanda saat ini ditempatkan pada beberapa kota terutama di kaki bukit seperti di Pancur Batu, kemudian di kawasan Binjai yakni markas yang kini menjadi menjadi markas Batalyon Raider 100/PS untuk mencegat musuh dari kawasan Langkat. Kemudian menempatkan pasukan di Pematang Siantar untuk mencegat musuh yang datang dari kawasan Toba, begitu juga penempatan pasukan di Tarutung yang juga kuat.
"Di Medan ditempatkanlah detasemen kecil di sekitar Lapangan Benteng. Dulu disitu ada bangunannya yang kini berdiri Hotel Santika," ungkapnya.
Sayangnya kata Yance, sejarah mengenai tersohornya Kota Medan yang sangat modern dari sisi tata kota sejak dulu, saat ini sulit untuk dilihat. Berbagai persoalan seperti banjir hingga kemacetan yang terjadi belakangan ini sama sekali tidak menggambarkan betapa tersohornya Kota Medan zaman dulu.