MUNCULNYA nama pasangan kandidat calon presiden (capres) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pada Pilpres 2024, memunculkan diksi "pengkhianat". Diksi itu dimunculkan oleh Partai Demokrat yang kecewa dengan semakin menguatnya nama Cak Imin mendampingi Anies Baswedan sebagai pasangan capres dan cawapres. Anies Baswedan yang selama ini digadang-gadang oleh Koalisi Perubahan yang dipunggawai Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat, kemudian melakukan move politik dengan memajukan nama Cak Imin, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Atas inilah, Partai Demokrat kemudian meradang. Sejumlah petinggi partai berlambang Mercy ini kemudian merasa dikhianati oleh Koalisi Perubahan. Pasalnya sejak awal, Partai Demokrat sudah paku mati bahwa bergabungnya mereka ke Koalisi Perubahan dengan "garansi" Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sang Ketua Umum Partai Demokrat dipasangkan sebagai cawapres bersama Anies Baswedan. Nah, setelah ini nama Cak Imin menguat menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan, Partai Demokrat kemudian menarasikan adanya pengkhianatan di Koalisi Perubahan.
Bagi saya, kuatnya keinginan Partai Demokrat menjadikan AHY sebagai cawapres mendampingi Anies Baswedan mempunyai beberapa alasan. Pertama, sebagai partai politik papan tengah, Partai Demokrat menginginkan electoral effect atas pencalonan ketua umum-nya menjadi cawapres. Ini diyakini akan meningkatkan semangat dan daya juang para kader Partai Demokrat "bertempur" dalam Pileg dan Pilpres 2024. Kedua, pencalonan pasangan Anies-AHY akan memberikan coat-tail effect atau efek ekor jas pada Partai Demokrat di Pileg 2024. Anies Baswedan memang telah menjadi magnet bagi para pemilih yang selama ini mengidolakannya. Menurut saya, Partai Demokrat jelas melihat potensi ini sebagai kondisi psikologis yang dapat meningkatkan perolehan suara mereka secara elektoral.
Dua hal diatas, menurut saya menjadi alasan penting bagi Partai Demokrat mempertahankan AHY sebagai cawapres di Pilpres 2024. Jika kini kondisi politik berubah, Partai Demokrat selayaknya dapat melakukan manuver politik secara cantik. Berteriak dan menuding adanya pengkhianatan di Koalisi Perubahan bukanlah sebuah sikap yang elok. Toh, selama ini nama AHY sudah berupaya dicek di lapangan. Hasilnya memang tidak terlalu memuaskan. Sebagai contoh, di Jawa Timur dan Jawa Tengah, nama AHY tak pernah menembus angka 5 persen oleh berbagai lembaga survei. Ini tentu serius, jika melihat bahwa kedua provinsi tersebut merupakan lumbung suara terbesar di Indonesia dalam Pilpres 2024.
Anies-Muhaimin
Komentar Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh yang saya lihat dalam beberapa wawancara terkait munculnya nama Cak Imin, sudah cukup menjadi isyarat. Saya membaca sikap Surya Paloh sebagai hal lumrah dan realistis melihat realitas politik. Anies Baswedan perlu didampingi oleh seorang cawapres yang setidaknya bisa memberikan sumbangan suara signifikan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nah, menurut saya, sosok Cak Imin adalah yang pas untuk itu.
Munculnya nama Cak Imin memang tak lepas dari pecah kongsinya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Awalnya, Partai Gerindra dan PKB membentuk koalisi ini. Namun, seperti khalayak ketahui kemudian Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung bersama Partai Gerindara. Prabowo Subianto, komandan KKIR bahkan merubah nama koalisi menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM) usai bergabungnya kedua partai lain. Uniknya, perubahan nama koalisi yang disampaikan Prabowo Subianto dalam HUT Partai Amanat Nasional (PAN) ke-25 itu tidak melibatkan Cak Imin. Inilah yang kemudian membuat Cak Imin bergerak cepat menjalin komunikasi politik dengan partai-partai di Koalisi Perubahan.
Dalam perspektif yang berbeda, jika benar Cak Imin dan PKB-nya meninggalkan KKIR atau KIM, maka diksi pengkhianat juga akan muncul. Kemungkinan keluarnya PKB dari koalisi awal, juga merupakan reaksi dari munculnya nama Erick Thohir sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto. Nama Erick Thohir memang diusung PAN sebagai cawapres sejak beberapa bulan lalu. Dan kini, setelah resmi bergabung dengan KIM, PAN tentu punya peluang mengajukan nama Erick Thohir.
Jelang pendaftaran capres dan cawapres pada 7-13 September 2023 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), tentunya akan diikuti semakin sengitnya pertarungan penentuan nama. Saya menduga, akan ada tiga pasangan capres dan cawapres yang didaftarkan ke KPU. Tentunya, mereka adalah putra terbaik bangsa ini. Jadi please, gak usah baper dengan diksi pengkhianat. Karena politik juga seharusnya dijunjung dengan etika.
***
Penulis merupakan Kader Partai NasDem, Koordinator Umum Perhimpunan Pemilih Indonesia (PPI) Sumut, dan Anggota Bawaslu Sumut 2013-2018
© Copyright 2024, All Rights Reserved