Abyadi menjelaskan, pada SK yang dikeluarkan oleh Bupati Simalungun JR Saragih tersebut ditetapkan bahwa seluruh guru yang berjumlah 992 guru yang masih hanya menggenggam ijazah Diploma maupun SPG diberhentikan sementara dari jabatan fungsional mereka. Padahal pada Permendikbud no 58 Tahun 2008 pada pasal 3 huruf a disebutkan bahwa penyelenggaraan program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak memngganggu tugas dan tanggungjawabnya di sekolah.
\"Artinya pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak kemudian membuat guru-guru tersebut berhenti dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Nah, kalau sekarang ini kan setelah SK ini keluar mereka tidak lagi menjadi guru,\" ujarnya.
Kemudian kata Abyadi, SK bupati tersebut juga mengabaikan beberapa hal yang menjadi efek turunan dari pemberhentian sementara dari jabatan fungsional yang notabene sudah melanggar aturan tersebut. Sebab, seluruh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan lainnya yang menjadi hak para guru tersebut juga dihentikan.
\"Ini kan menyangkut hak orang. Saya tidak melihat korelasi antara pemberhentian jabatan fungsional tersebut dengan pemberhentian tunjangannya,\" ungkapnya.
Selain itu, Abyadi juga mendengar adanya rumor bahwa 992 guru yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya sebagai guru tersebut akan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 tersebut di Universitas Efarina yang notabene milik JR Saragih. Ia memastikan jika hal tersebut benar, maka itu juga menjadi pelanggaran serius. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
\"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya,\" sebutnya.
Akan tetapi memang kata Abyadi, universitas lain yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan program sarjana bagi guru dalam jabatan tersebut juga dapat ikut serta jika melakukan kerjasama dengan universitas yang ditetapkan sebagai penyelenggara.
\"Universitas Evarina misalnya boleh menyelenggarakan tapi dengan bekerjasama dengan Unimed, Universitas HKBP Nommensen atau USI. Karena 3 universitas ini yang mendapat lisensi untuk menyelenggarakannya. Nah, MoU ini yang kita perlu telusuri,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Abyadi menjelaskan, pada SK yang dikeluarkan oleh Bupati Simalungun JR Saragih tersebut ditetapkan bahwa seluruh guru yang berjumlah 992 guru yang masih hanya menggenggam ijazah Diploma maupun SPG diberhentikan sementara dari jabatan fungsional mereka. Padahal pada Permendikbud no 58 Tahun 2008 pada pasal 3 huruf a disebutkan bahwa penyelenggaraan program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak memngganggu tugas dan tanggungjawabnya di sekolah.
\"Artinya pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak kemudian membuat guru-guru tersebut berhenti dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Nah, kalau sekarang ini kan setelah SK ini keluar mereka tidak lagi menjadi guru,\" ujarnya.
Kemudian kata Abyadi, SK bupati tersebut juga mengabaikan beberapa hal yang menjadi efek turunan dari pemberhentian sementara dari jabatan fungsional yang notabene sudah melanggar aturan tersebut. Sebab, seluruh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan lainnya yang menjadi hak para guru tersebut juga dihentikan.
\"Ini kan menyangkut hak orang. Saya tidak melihat korelasi antara pemberhentian jabatan fungsional tersebut dengan pemberhentian tunjangannya,\" ungkapnya.
Selain itu, Abyadi juga mendengar adanya rumor bahwa 992 guru yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya sebagai guru tersebut akan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 tersebut di Universitas Efarina yang notabene milik JR Saragih. Ia memastikan jika hal tersebut benar, maka itu juga menjadi pelanggaran serius. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
\"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya,\" sebutnya.
Akan tetapi memang kata Abyadi, universitas lain yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan program sarjana bagi guru dalam jabatan tersebut juga dapat ikut serta jika melakukan kerjasama dengan universitas yang ditetapkan sebagai penyelenggara.
\"Universitas Evarina misalnya boleh menyelenggarakan tapi dengan bekerjasama dengan Unimed, Universitas HKBP Nommensen atau USI. Karena 3 universitas ini yang mendapat lisensi untuk menyelenggarakannya. Nah, MoU ini yang kita perlu telusuri,\" pungkasnya."/>
Abyadi menjelaskan, pada SK yang dikeluarkan oleh Bupati Simalungun JR Saragih tersebut ditetapkan bahwa seluruh guru yang berjumlah 992 guru yang masih hanya menggenggam ijazah Diploma maupun SPG diberhentikan sementara dari jabatan fungsional mereka. Padahal pada Permendikbud no 58 Tahun 2008 pada pasal 3 huruf a disebutkan bahwa penyelenggaraan program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak memngganggu tugas dan tanggungjawabnya di sekolah.
\"Artinya pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak kemudian membuat guru-guru tersebut berhenti dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Nah, kalau sekarang ini kan setelah SK ini keluar mereka tidak lagi menjadi guru,\" ujarnya.
Kemudian kata Abyadi, SK bupati tersebut juga mengabaikan beberapa hal yang menjadi efek turunan dari pemberhentian sementara dari jabatan fungsional yang notabene sudah melanggar aturan tersebut. Sebab, seluruh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan lainnya yang menjadi hak para guru tersebut juga dihentikan.
\"Ini kan menyangkut hak orang. Saya tidak melihat korelasi antara pemberhentian jabatan fungsional tersebut dengan pemberhentian tunjangannya,\" ungkapnya.
Selain itu, Abyadi juga mendengar adanya rumor bahwa 992 guru yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya sebagai guru tersebut akan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 tersebut di Universitas Efarina yang notabene milik JR Saragih. Ia memastikan jika hal tersebut benar, maka itu juga menjadi pelanggaran serius. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
\"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya,\" sebutnya.
Akan tetapi memang kata Abyadi, universitas lain yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan program sarjana bagi guru dalam jabatan tersebut juga dapat ikut serta jika melakukan kerjasama dengan universitas yang ditetapkan sebagai penyelenggara.
\"Universitas Evarina misalnya boleh menyelenggarakan tapi dengan bekerjasama dengan Unimed, Universitas HKBP Nommensen atau USI. Karena 3 universitas ini yang mendapat lisensi untuk menyelenggarakannya. Nah, MoU ini yang kita perlu telusuri,\" pungkasnya."/>
Surat Keputusan Bupati Simalungun No 188.45/5929/25.3/2019 tentang pemberhentian sementara dalam jabatan fungsional guru yang belum memiliki ijazah Sarjana (S1) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun dinilai melanggar aturan. Hal ini disampaikan kepala Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar.
Menurutnya pelanggaran aturan ini terlihat karena SK tersebut tidak mengacu pada Permendikbud Nomor 58 tahun 2008 tentang penyelenggaraan program sarjana (S1) Kependidikan bagi guru dalam jabatan dan Perkemndikbud 015 tahun 2009 tentang Pengetapan perguruan tinggi penyelenggara program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan.
"Dua permendikbud ini sepertinya tidak menjadi rujukan atas keluarnya SK tersebut," katanya, Kamis (4/7/2019).
Abyadi menjelaskan, pada SK yang dikeluarkan oleh Bupati Simalungun JR Saragih tersebut ditetapkan bahwa seluruh guru yang berjumlah 992 guru yang masih hanya menggenggam ijazah Diploma maupun SPG diberhentikan sementara dari jabatan fungsional mereka. Padahal pada Permendikbud no 58 Tahun 2008 pada pasal 3 huruf a disebutkan bahwa penyelenggaraan program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak memngganggu tugas dan tanggungjawabnya di sekolah.
"Artinya pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak kemudian membuat guru-guru tersebut berhenti dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Nah, kalau sekarang ini kan setelah SK ini keluar mereka tidak lagi menjadi guru," ujarnya.
Kemudian kata Abyadi, SK bupati tersebut juga mengabaikan beberapa hal yang menjadi efek turunan dari pemberhentian sementara dari jabatan fungsional yang notabene sudah melanggar aturan tersebut. Sebab, seluruh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan lainnya yang menjadi hak para guru tersebut juga dihentikan.
"Ini kan menyangkut hak orang. Saya tidak melihat korelasi antara pemberhentian jabatan fungsional tersebut dengan pemberhentian tunjangannya," ungkapnya.
Selain itu, Abyadi juga mendengar adanya rumor bahwa 992 guru yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya sebagai guru tersebut akan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 tersebut di Universitas Efarina yang notabene milik JR Saragih. Ia memastikan jika hal tersebut benar, maka itu juga menjadi pelanggaran serius. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya," sebutnya.
Akan tetapi memang kata Abyadi, universitas lain yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan program sarjana bagi guru dalam jabatan tersebut juga dapat ikut serta jika melakukan kerjasama dengan universitas yang ditetapkan sebagai penyelenggara.
"Universitas Evarina misalnya boleh menyelenggarakan tapi dengan bekerjasama dengan Unimed, Universitas HKBP Nommensen atau USI. Karena 3 universitas ini yang mendapat lisensi untuk menyelenggarakannya. Nah, MoU ini yang kita perlu telusuri," pungkasnya.
Surat Keputusan Bupati Simalungun No 188.45/5929/25.3/2019 tentang pemberhentian sementara dalam jabatan fungsional guru yang belum memiliki ijazah Sarjana (S1) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun dinilai melanggar aturan. Hal ini disampaikan kepala Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar.
Menurutnya pelanggaran aturan ini terlihat karena SK tersebut tidak mengacu pada Permendikbud Nomor 58 tahun 2008 tentang penyelenggaraan program sarjana (S1) Kependidikan bagi guru dalam jabatan dan Perkemndikbud 015 tahun 2009 tentang Pengetapan perguruan tinggi penyelenggara program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan.
"Dua permendikbud ini sepertinya tidak menjadi rujukan atas keluarnya SK tersebut," katanya, Kamis (4/7/2019).
Abyadi menjelaskan, pada SK yang dikeluarkan oleh Bupati Simalungun JR Saragih tersebut ditetapkan bahwa seluruh guru yang berjumlah 992 guru yang masih hanya menggenggam ijazah Diploma maupun SPG diberhentikan sementara dari jabatan fungsional mereka. Padahal pada Permendikbud no 58 Tahun 2008 pada pasal 3 huruf a disebutkan bahwa penyelenggaraan program S1 kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak memngganggu tugas dan tanggungjawabnya di sekolah.
"Artinya pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan tersebut tidak kemudian membuat guru-guru tersebut berhenti dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Nah, kalau sekarang ini kan setelah SK ini keluar mereka tidak lagi menjadi guru," ujarnya.
Kemudian kata Abyadi, SK bupati tersebut juga mengabaikan beberapa hal yang menjadi efek turunan dari pemberhentian sementara dari jabatan fungsional yang notabene sudah melanggar aturan tersebut. Sebab, seluruh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan lainnya yang menjadi hak para guru tersebut juga dihentikan.
"Ini kan menyangkut hak orang. Saya tidak melihat korelasi antara pemberhentian jabatan fungsional tersebut dengan pemberhentian tunjangannya," ungkapnya.
Selain itu, Abyadi juga mendengar adanya rumor bahwa 992 guru yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya sebagai guru tersebut akan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 tersebut di Universitas Efarina yang notabene milik JR Saragih. Ia memastikan jika hal tersebut benar, maka itu juga menjadi pelanggaran serius. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya," sebutnya.
Akan tetapi memang kata Abyadi, universitas lain yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan program sarjana bagi guru dalam jabatan tersebut juga dapat ikut serta jika melakukan kerjasama dengan universitas yang ditetapkan sebagai penyelenggara.
"Universitas Evarina misalnya boleh menyelenggarakan tapi dengan bekerjasama dengan Unimed, Universitas HKBP Nommensen atau USI. Karena 3 universitas ini yang mendapat lisensi untuk menyelenggarakannya. Nah, MoU ini yang kita perlu telusuri," pungkasnya.