\"Pelaku biasanya menggunakan modus membuka lahan perkebunan. Padahal itu kawasan hutan,\" katanya.
Ia menjelaskan upaya penyelamatan hutan di kawasan Aceh Tamiang membutuhkan keseriusan yang sangat besar dari pemerintah. Dalam hal ini seluruh instansi yang mendapatkan amanah untuk menjaga lingkungan hidup menurutnya harus turun tangan untuk mencegah hilangnya hutan tersebut.
\"Tujuan diskusi ini untuk menyelematkan hutan di Aceh Tamiang sekaligus mencari tahu bagaimana cara mengelolanya,\" ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK Aceh Tamiang, Zulkifli tidak memungkiri banyaknya kawasan hutan yang dirambah dengan alasan untuk pembukaan lahan perkebunan. Lemahnya sanksi terhadap para pelaku perambahan hutan menurutnya menjadi tantangan terbesar yang mereka hadapi.
\"Penyebab terjadi kerusakan hutan di antaranya illegal logging, lemahnya regulasi dan kebutuhan SDA sebagai pemenuhan hidup,\" sebutnya.
Dia setuju bila hutan dikelola sesuai fungsinya. Namun pengelolaan ini juga butuh rencana agar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.
Sementara Kadiv Kelembagaan dan Pendidikan Aceh Ahmad Shalihin memaparkan total luas kawasan hutan dan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tamiang 86.419,99 hektare terdiri atas hutan lindung 50.430,84 hektare, hutan produksi 35.194,64 hektare, taman nasional 794,51 hektare dan KEL 75.011 hektare.
Walhi menurutnya juga sudah melakukan pemetaan terkait ancaman keutuhan fungsi kawasan hutan, di antaranya laju investasi SDA berbasis kawasan hutan, illegal logging dan minning, pola ruang tidak sesuai daya dukung dan tampung.
\"Pembangunan infrastruktur atau energi juga menjadi bagian ancaman keutuhan fungsi hutan,\" kata dia.
selaku penggagas diskusi ini cukup mengapresiasi pendapat pemateri karena dinilai bisa menjadi masukan pemerintah daerah dalam mengelola hutan." itemprop="description"/>
\"Pelaku biasanya menggunakan modus membuka lahan perkebunan. Padahal itu kawasan hutan,\" katanya.
Ia menjelaskan upaya penyelamatan hutan di kawasan Aceh Tamiang membutuhkan keseriusan yang sangat besar dari pemerintah. Dalam hal ini seluruh instansi yang mendapatkan amanah untuk menjaga lingkungan hidup menurutnya harus turun tangan untuk mencegah hilangnya hutan tersebut.
\"Tujuan diskusi ini untuk menyelematkan hutan di Aceh Tamiang sekaligus mencari tahu bagaimana cara mengelolanya,\" ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK Aceh Tamiang, Zulkifli tidak memungkiri banyaknya kawasan hutan yang dirambah dengan alasan untuk pembukaan lahan perkebunan. Lemahnya sanksi terhadap para pelaku perambahan hutan menurutnya menjadi tantangan terbesar yang mereka hadapi.
\"Penyebab terjadi kerusakan hutan di antaranya illegal logging, lemahnya regulasi dan kebutuhan SDA sebagai pemenuhan hidup,\" sebutnya.
Dia setuju bila hutan dikelola sesuai fungsinya. Namun pengelolaan ini juga butuh rencana agar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.
Sementara Kadiv Kelembagaan dan Pendidikan Aceh Ahmad Shalihin memaparkan total luas kawasan hutan dan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tamiang 86.419,99 hektare terdiri atas hutan lindung 50.430,84 hektare, hutan produksi 35.194,64 hektare, taman nasional 794,51 hektare dan KEL 75.011 hektare.
Walhi menurutnya juga sudah melakukan pemetaan terkait ancaman keutuhan fungsi kawasan hutan, di antaranya laju investasi SDA berbasis kawasan hutan, illegal logging dan minning, pola ruang tidak sesuai daya dukung dan tampung.
\"Pembangunan infrastruktur atau energi juga menjadi bagian ancaman keutuhan fungsi hutan,\" kata dia.
selaku penggagas diskusi ini cukup mengapresiasi pendapat pemateri karena dinilai bisa menjadi masukan pemerintah daerah dalam mengelola hutan."/>
\"Pelaku biasanya menggunakan modus membuka lahan perkebunan. Padahal itu kawasan hutan,\" katanya.
Ia menjelaskan upaya penyelamatan hutan di kawasan Aceh Tamiang membutuhkan keseriusan yang sangat besar dari pemerintah. Dalam hal ini seluruh instansi yang mendapatkan amanah untuk menjaga lingkungan hidup menurutnya harus turun tangan untuk mencegah hilangnya hutan tersebut.
\"Tujuan diskusi ini untuk menyelematkan hutan di Aceh Tamiang sekaligus mencari tahu bagaimana cara mengelolanya,\" ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK Aceh Tamiang, Zulkifli tidak memungkiri banyaknya kawasan hutan yang dirambah dengan alasan untuk pembukaan lahan perkebunan. Lemahnya sanksi terhadap para pelaku perambahan hutan menurutnya menjadi tantangan terbesar yang mereka hadapi.
\"Penyebab terjadi kerusakan hutan di antaranya illegal logging, lemahnya regulasi dan kebutuhan SDA sebagai pemenuhan hidup,\" sebutnya.
Dia setuju bila hutan dikelola sesuai fungsinya. Namun pengelolaan ini juga butuh rencana agar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.
Sementara Kadiv Kelembagaan dan Pendidikan Aceh Ahmad Shalihin memaparkan total luas kawasan hutan dan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tamiang 86.419,99 hektare terdiri atas hutan lindung 50.430,84 hektare, hutan produksi 35.194,64 hektare, taman nasional 794,51 hektare dan KEL 75.011 hektare.
Walhi menurutnya juga sudah melakukan pemetaan terkait ancaman keutuhan fungsi kawasan hutan, di antaranya laju investasi SDA berbasis kawasan hutan, illegal logging dan minning, pola ruang tidak sesuai daya dukung dan tampung.
\"Pembangunan infrastruktur atau energi juga menjadi bagian ancaman keutuhan fungsi hutan,\" kata dia.
selaku penggagas diskusi ini cukup mengapresiasi pendapat pemateri karena dinilai bisa menjadi masukan pemerintah daerah dalam mengelola hutan."/>
Hutan di kawasan Aceh Tamiang semakin kritis akibat maraknya perambahan liar yang bertujuan untuk menjadikan lahan perkebunan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Independen (Walii) dalam diskusi publik "Menyelamatkan Hutan Tersisa Aceh Tamiang"di Karangbaru, Aceh Tamiang, Rabu (31/7/2019) pagi.
"Pelaku biasanya menggunakan modus membuka lahan perkebunan. Padahal itu kawasan hutan," katanya.
Ia menjelaskan upaya penyelamatan hutan di kawasan Aceh Tamiang membutuhkan keseriusan yang sangat besar dari pemerintah. Dalam hal ini seluruh instansi yang mendapatkan amanah untuk menjaga lingkungan hidup menurutnya harus turun tangan untuk mencegah hilangnya hutan tersebut.
"Tujuan diskusi ini untuk menyelematkan hutan di Aceh Tamiang sekaligus mencari tahu bagaimana cara mengelolanya," ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK Aceh Tamiang, Zulkifli tidak memungkiri banyaknya kawasan hutan yang dirambah dengan alasan untuk pembukaan lahan perkebunan. Lemahnya sanksi terhadap para pelaku perambahan hutan menurutnya menjadi tantangan terbesar yang mereka hadapi.
"Penyebab terjadi kerusakan hutan di antaranya illegal logging, lemahnya regulasi dan kebutuhan SDA sebagai pemenuhan hidup," sebutnya.
Dia setuju bila hutan dikelola sesuai fungsinya. Namun pengelolaan ini juga butuh rencana agar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.
Sementara Kadiv Kelembagaan dan Pendidikan Aceh Ahmad Shalihin memaparkan total luas kawasan hutan dan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tamiang 86.419,99 hektare terdiri atas hutan lindung 50.430,84 hektare, hutan produksi 35.194,64 hektare, taman nasional 794,51 hektare dan KEL 75.011 hektare.
Walhi menurutnya juga sudah melakukan pemetaan terkait ancaman keutuhan fungsi kawasan hutan, di antaranya laju investasi SDA berbasis kawasan hutan, illegal logging dan minning, pola ruang tidak sesuai daya dukung dan tampung.
"Pembangunan infrastruktur atau energi juga menjadi bagian ancaman keutuhan fungsi hutan," kata dia.
selaku penggagas diskusi ini cukup mengapresiasi pendapat pemateri karena dinilai bisa menjadi masukan pemerintah daerah dalam mengelola hutan.
Hutan di kawasan Aceh Tamiang semakin kritis akibat maraknya perambahan liar yang bertujuan untuk menjadikan lahan perkebunan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Independen (Walii) dalam diskusi publik "Menyelamatkan Hutan Tersisa Aceh Tamiang"di Karangbaru, Aceh Tamiang, Rabu (31/7/2019) pagi.
"Pelaku biasanya menggunakan modus membuka lahan perkebunan. Padahal itu kawasan hutan," katanya.
Ia menjelaskan upaya penyelamatan hutan di kawasan Aceh Tamiang membutuhkan keseriusan yang sangat besar dari pemerintah. Dalam hal ini seluruh instansi yang mendapatkan amanah untuk menjaga lingkungan hidup menurutnya harus turun tangan untuk mencegah hilangnya hutan tersebut.
"Tujuan diskusi ini untuk menyelematkan hutan di Aceh Tamiang sekaligus mencari tahu bagaimana cara mengelolanya," ujarnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK Aceh Tamiang, Zulkifli tidak memungkiri banyaknya kawasan hutan yang dirambah dengan alasan untuk pembukaan lahan perkebunan. Lemahnya sanksi terhadap para pelaku perambahan hutan menurutnya menjadi tantangan terbesar yang mereka hadapi.
"Penyebab terjadi kerusakan hutan di antaranya illegal logging, lemahnya regulasi dan kebutuhan SDA sebagai pemenuhan hidup," sebutnya.
Dia setuju bila hutan dikelola sesuai fungsinya. Namun pengelolaan ini juga butuh rencana agar pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan.
Sementara Kadiv Kelembagaan dan Pendidikan Aceh Ahmad Shalihin memaparkan total luas kawasan hutan dan Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tamiang 86.419,99 hektare terdiri atas hutan lindung 50.430,84 hektare, hutan produksi 35.194,64 hektare, taman nasional 794,51 hektare dan KEL 75.011 hektare.
Walhi menurutnya juga sudah melakukan pemetaan terkait ancaman keutuhan fungsi kawasan hutan, di antaranya laju investasi SDA berbasis kawasan hutan, illegal logging dan minning, pola ruang tidak sesuai daya dukung dan tampung.
"Pembangunan infrastruktur atau energi juga menjadi bagian ancaman keutuhan fungsi hutan," kata dia.
selaku penggagas diskusi ini cukup mengapresiasi pendapat pemateri karena dinilai bisa menjadi masukan pemerintah daerah dalam mengelola hutan.