DPR RI menurut Adnan selalu mengkritik KPK karena tidak mengedepankan pencegahan. Bahkan penindakan dalam bentuk operasi tangkap tangan (OTT) menurut mereka menjadi bentuk kegagalan dari KPK dalam upaya meminimalisir perilaku korup.
\"Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan indikator pemberantasan korupsi harus diubah. Tidak hanya pada tingkat angka kasus korupsi yang ditangani, tapi juga pada asset recovery. Jika komposisi pimpinan KPK didominasi oleh ahli hukum, maka KPK akan lebih manyak memikirkan formil dan materiil,\" ujarnya.
Karena pencegahan dan strategi asset recovery memiliki wilayah yang berbeda. Seharusnya hal ini diberikan kepada pimpinan KPK yang memiliki kompetensi.
\"Nah dengan format seperti ini apakah yang diimpikan oleh presiden dan yang dicita-citakan oleh DPR akan terjawab? Apalagi sekarang ada revisi UU KPK,\" pungkas Adnan.
" itemprop="description"/>
DPR RI menurut Adnan selalu mengkritik KPK karena tidak mengedepankan pencegahan. Bahkan penindakan dalam bentuk operasi tangkap tangan (OTT) menurut mereka menjadi bentuk kegagalan dari KPK dalam upaya meminimalisir perilaku korup.
\"Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan indikator pemberantasan korupsi harus diubah. Tidak hanya pada tingkat angka kasus korupsi yang ditangani, tapi juga pada asset recovery. Jika komposisi pimpinan KPK didominasi oleh ahli hukum, maka KPK akan lebih manyak memikirkan formil dan materiil,\" ujarnya.
Karena pencegahan dan strategi asset recovery memiliki wilayah yang berbeda. Seharusnya hal ini diberikan kepada pimpinan KPK yang memiliki kompetensi.
\"Nah dengan format seperti ini apakah yang diimpikan oleh presiden dan yang dicita-citakan oleh DPR akan terjawab? Apalagi sekarang ada revisi UU KPK,\" pungkas Adnan.
"/>
DPR RI menurut Adnan selalu mengkritik KPK karena tidak mengedepankan pencegahan. Bahkan penindakan dalam bentuk operasi tangkap tangan (OTT) menurut mereka menjadi bentuk kegagalan dari KPK dalam upaya meminimalisir perilaku korup.
\"Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan indikator pemberantasan korupsi harus diubah. Tidak hanya pada tingkat angka kasus korupsi yang ditangani, tapi juga pada asset recovery. Jika komposisi pimpinan KPK didominasi oleh ahli hukum, maka KPK akan lebih manyak memikirkan formil dan materiil,\" ujarnya.
Karena pencegahan dan strategi asset recovery memiliki wilayah yang berbeda. Seharusnya hal ini diberikan kepada pimpinan KPK yang memiliki kompetensi.
\"Nah dengan format seperti ini apakah yang diimpikan oleh presiden dan yang dicita-citakan oleh DPR akan terjawab? Apalagi sekarang ada revisi UU KPK,\" pungkas Adnan.
Koordinator Indonesia Corruption Watcs, Adnan Toban Husaodo mengaku kecewa dengan formasi lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipilih oleh Komisi III DPR RI. Kekecewaan ini karena formasi mereka menurutnya belum mencerminkan visi Presiden Jokowi maupun DPR mengenai adanya penguatan dibidang pencegahan korupsi.
"Saat ini ada empat diantaranya yang backgroundnya hukum, kemana yang backrodund-nya keuangan, ekonomi? itu yang menjadi pertanyaan. Dulu katanya mau fokus di pencegahan, tapi komposisinya nggak mencerminkan agenda itu. Ini nggak nyambung dengan apa yang dikatakan presiden kemarin," ujar Adnan dalam talkshow televisi, Jumat (13/9/2019) pagi.
DPR RI menurut Adnan selalu mengkritik KPK karena tidak mengedepankan pencegahan. Bahkan penindakan dalam bentuk operasi tangkap tangan (OTT) menurut mereka menjadi bentuk kegagalan dari KPK dalam upaya meminimalisir perilaku korup.
"Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan indikator pemberantasan korupsi harus diubah. Tidak hanya pada tingkat angka kasus korupsi yang ditangani, tapi juga pada asset recovery. Jika komposisi pimpinan KPK didominasi oleh ahli hukum, maka KPK akan lebih manyak memikirkan formil dan materiil," ujarnya.
Karena pencegahan dan strategi asset recovery memiliki wilayah yang berbeda. Seharusnya hal ini diberikan kepada pimpinan KPK yang memiliki kompetensi.
"Nah dengan format seperti ini apakah yang diimpikan oleh presiden dan yang dicita-citakan oleh DPR akan terjawab? Apalagi sekarang ada revisi UU KPK," pungkas Adnan.
Koordinator Indonesia Corruption Watcs, Adnan Toban Husaodo mengaku kecewa dengan formasi lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipilih oleh Komisi III DPR RI. Kekecewaan ini karena formasi mereka menurutnya belum mencerminkan visi Presiden Jokowi maupun DPR mengenai adanya penguatan dibidang pencegahan korupsi.
"Saat ini ada empat diantaranya yang backgroundnya hukum, kemana yang backrodund-nya keuangan, ekonomi? itu yang menjadi pertanyaan. Dulu katanya mau fokus di pencegahan, tapi komposisinya nggak mencerminkan agenda itu. Ini nggak nyambung dengan apa yang dikatakan presiden kemarin," ujar Adnan dalam talkshow televisi, Jumat (13/9/2019) pagi.
DPR RI menurut Adnan selalu mengkritik KPK karena tidak mengedepankan pencegahan. Bahkan penindakan dalam bentuk operasi tangkap tangan (OTT) menurut mereka menjadi bentuk kegagalan dari KPK dalam upaya meminimalisir perilaku korup.
"Dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan indikator pemberantasan korupsi harus diubah. Tidak hanya pada tingkat angka kasus korupsi yang ditangani, tapi juga pada asset recovery. Jika komposisi pimpinan KPK didominasi oleh ahli hukum, maka KPK akan lebih manyak memikirkan formil dan materiil," ujarnya.
Karena pencegahan dan strategi asset recovery memiliki wilayah yang berbeda. Seharusnya hal ini diberikan kepada pimpinan KPK yang memiliki kompetensi.
"Nah dengan format seperti ini apakah yang diimpikan oleh presiden dan yang dicita-citakan oleh DPR akan terjawab? Apalagi sekarang ada revisi UU KPK," pungkas Adnan.