Menurut Fahira, defisit BPJS Kesehatan lebih disebabkan oleh belitan persoalan yang kompleks dan lintas sektoral. Sehingga kondisi ini hanya bisa diselesaikan oleh pemimpin yang paham dan menguasai persoalan.
Bagi Fahira, menaikkan iuran merupakan bentuk tanggung jawab terlemah dari pemerintah dalam menyehatkan BPJS Kesehatan. \"Karena artinya sama saja melempar tanggung jawab ke rakyat,\" tegasnya.
Selain itu, opsi menaikkan iuran justru akan menjadi preseden buruk dalam perjalanan BPJS Kesehatan ke depan. Sebab, kenaikan iuran akan selalu menjadi pembenaran jika ke depan defisit semakin membengkak.
\"Padahal persoalan utama BPJS Kesehatan ada di kemauan politik pemerintah dan reformasi manajemen pengelolaan BPJS Kesehatan, \" terangnya.
Fahira melihat pemerintah ini hanya mau gampangnya saja dalam menyelesaikan masalah defisit di BPJS Kesehatan. \"Kalau defisit, solusinya iuran dinaikkan. Sementara gagasan dan terobosan lain untuk menyehatkan BPJS Kesehatan sama sekali tidak terdengar,\" imbuhnya.
Maka dari itu, dia mengingatkan jika Pemerintah tidak kompeten mengurus kesehatan rakyatnya, sama saja tidak mampu menjalankan amanat konstitusi.
\"Maaf saja, semakin ke sini, pemerintah semakin tidak punya skala prioritas. Pemerintah seperti miskin gagasan kalau bicara BPJS Kesehatan. Namun kalau bicara pindah ibukota yang bukan prioritas sampai konferensi pers berkali-kali,\" tukas Fahira.
Sebagai informasi, saat rapat kerja dengan DPR, Senin (2/9), Pemerintah sudah bulat untuk menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen guna menutup defisit yang terus membengkak.
Kenaikan iuran itu akan dilakukan mulai 1 Januari 2020, berlaku untuk kelas I dan kelas II. Sementara untuk kelas III, kenaikan iuran masih ditunda setelah Komisi IX dan XI DPR menolak usulan itu.[top]" itemprop="description"/>
Menurut Fahira, defisit BPJS Kesehatan lebih disebabkan oleh belitan persoalan yang kompleks dan lintas sektoral. Sehingga kondisi ini hanya bisa diselesaikan oleh pemimpin yang paham dan menguasai persoalan.
Bagi Fahira, menaikkan iuran merupakan bentuk tanggung jawab terlemah dari pemerintah dalam menyehatkan BPJS Kesehatan. \"Karena artinya sama saja melempar tanggung jawab ke rakyat,\" tegasnya.
Selain itu, opsi menaikkan iuran justru akan menjadi preseden buruk dalam perjalanan BPJS Kesehatan ke depan. Sebab, kenaikan iuran akan selalu menjadi pembenaran jika ke depan defisit semakin membengkak.
\"Padahal persoalan utama BPJS Kesehatan ada di kemauan politik pemerintah dan reformasi manajemen pengelolaan BPJS Kesehatan, \" terangnya.
Fahira melihat pemerintah ini hanya mau gampangnya saja dalam menyelesaikan masalah defisit di BPJS Kesehatan. \"Kalau defisit, solusinya iuran dinaikkan. Sementara gagasan dan terobosan lain untuk menyehatkan BPJS Kesehatan sama sekali tidak terdengar,\" imbuhnya.
Maka dari itu, dia mengingatkan jika Pemerintah tidak kompeten mengurus kesehatan rakyatnya, sama saja tidak mampu menjalankan amanat konstitusi.
\"Maaf saja, semakin ke sini, pemerintah semakin tidak punya skala prioritas. Pemerintah seperti miskin gagasan kalau bicara BPJS Kesehatan. Namun kalau bicara pindah ibukota yang bukan prioritas sampai konferensi pers berkali-kali,\" tukas Fahira.
Sebagai informasi, saat rapat kerja dengan DPR, Senin (2/9), Pemerintah sudah bulat untuk menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen guna menutup defisit yang terus membengkak.
Kenaikan iuran itu akan dilakukan mulai 1 Januari 2020, berlaku untuk kelas I dan kelas II. Sementara untuk kelas III, kenaikan iuran masih ditunda setelah Komisi IX dan XI DPR menolak usulan itu.[top]"/>
Menurut Fahira, defisit BPJS Kesehatan lebih disebabkan oleh belitan persoalan yang kompleks dan lintas sektoral. Sehingga kondisi ini hanya bisa diselesaikan oleh pemimpin yang paham dan menguasai persoalan.
Bagi Fahira, menaikkan iuran merupakan bentuk tanggung jawab terlemah dari pemerintah dalam menyehatkan BPJS Kesehatan. \"Karena artinya sama saja melempar tanggung jawab ke rakyat,\" tegasnya.
Selain itu, opsi menaikkan iuran justru akan menjadi preseden buruk dalam perjalanan BPJS Kesehatan ke depan. Sebab, kenaikan iuran akan selalu menjadi pembenaran jika ke depan defisit semakin membengkak.
\"Padahal persoalan utama BPJS Kesehatan ada di kemauan politik pemerintah dan reformasi manajemen pengelolaan BPJS Kesehatan, \" terangnya.
Fahira melihat pemerintah ini hanya mau gampangnya saja dalam menyelesaikan masalah defisit di BPJS Kesehatan. \"Kalau defisit, solusinya iuran dinaikkan. Sementara gagasan dan terobosan lain untuk menyehatkan BPJS Kesehatan sama sekali tidak terdengar,\" imbuhnya.
Maka dari itu, dia mengingatkan jika Pemerintah tidak kompeten mengurus kesehatan rakyatnya, sama saja tidak mampu menjalankan amanat konstitusi.
\"Maaf saja, semakin ke sini, pemerintah semakin tidak punya skala prioritas. Pemerintah seperti miskin gagasan kalau bicara BPJS Kesehatan. Namun kalau bicara pindah ibukota yang bukan prioritas sampai konferensi pers berkali-kali,\" tukas Fahira.
Sebagai informasi, saat rapat kerja dengan DPR, Senin (2/9), Pemerintah sudah bulat untuk menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen guna menutup defisit yang terus membengkak.
Kenaikan iuran itu akan dilakukan mulai 1 Januari 2020, berlaku untuk kelas I dan kelas II. Sementara untuk kelas III, kenaikan iuran masih ditunda setelah Komisi IX dan XI DPR menolak usulan itu.[top]"/>