Batalnya sidang tersebut oleh sebagian anggota dewan dianggap sebagai bentuk protes terhadap pola komunikasi yang terjadi antara Pemprov Sumut dengan DPRD Sumut terkait beberapa temuan di lapangan seputar pelaksanaan LPJP tersebut.
\"Kami masih menemukan adanya ketidaksinkronan antara perencanaan kerja dengan realisasi di lapangan,\" kata anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.
Ia mencontohkan salah satu diantaranya yakni adanya ketidaksesuaian pekerjaan pada bidang perumahan dan kawasan pemukiman. Ketidaksesuaian tersebut yakni dalam hal pembangunan salah satu sarana fasilitas umum yang seharusnya dibangun di kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun sarana tersebut ternyata dibangun pada kawasan pemukiman yang tidak tergolong kawasan MBR terseut.
\"Kita berharap ada perbaikan signifikan tapi komunikasi tidak jalan karena kita langsung dihadapkan pada pembahasan APBD perubahan,\" ungkapnya.
Dalam pembahasan ini juga menurutnya tidak ada komunikasi yang baik antara Pemprovsu dengan DPRD Sumut. Hal ini ditandai dengan munculnyanya pergub perubahan penjabaran APBD sebelum APBD Perubahan tersebut diserahkan ke DPRD Sumut.
\"Kita merasa sedang dijebak mengenai apa yang mereka lakukan disana (pemprovsu) agar disahkan. Tentu ini yang membutuhkan komunikasi yang baik. Dinamika itu berpengaruh, padahal ini tahapan yang semuanya memiliki persyaratan,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Batalnya sidang tersebut oleh sebagian anggota dewan dianggap sebagai bentuk protes terhadap pola komunikasi yang terjadi antara Pemprov Sumut dengan DPRD Sumut terkait beberapa temuan di lapangan seputar pelaksanaan LPJP tersebut.
\"Kami masih menemukan adanya ketidaksinkronan antara perencanaan kerja dengan realisasi di lapangan,\" kata anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.
Ia mencontohkan salah satu diantaranya yakni adanya ketidaksesuaian pekerjaan pada bidang perumahan dan kawasan pemukiman. Ketidaksesuaian tersebut yakni dalam hal pembangunan salah satu sarana fasilitas umum yang seharusnya dibangun di kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun sarana tersebut ternyata dibangun pada kawasan pemukiman yang tidak tergolong kawasan MBR terseut.
\"Kita berharap ada perbaikan signifikan tapi komunikasi tidak jalan karena kita langsung dihadapkan pada pembahasan APBD perubahan,\" ungkapnya.
Dalam pembahasan ini juga menurutnya tidak ada komunikasi yang baik antara Pemprovsu dengan DPRD Sumut. Hal ini ditandai dengan munculnyanya pergub perubahan penjabaran APBD sebelum APBD Perubahan tersebut diserahkan ke DPRD Sumut.
\"Kita merasa sedang dijebak mengenai apa yang mereka lakukan disana (pemprovsu) agar disahkan. Tentu ini yang membutuhkan komunikasi yang baik. Dinamika itu berpengaruh, padahal ini tahapan yang semuanya memiliki persyaratan,\" pungkasnya."/>
Batalnya sidang tersebut oleh sebagian anggota dewan dianggap sebagai bentuk protes terhadap pola komunikasi yang terjadi antara Pemprov Sumut dengan DPRD Sumut terkait beberapa temuan di lapangan seputar pelaksanaan LPJP tersebut.
\"Kami masih menemukan adanya ketidaksinkronan antara perencanaan kerja dengan realisasi di lapangan,\" kata anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.
Ia mencontohkan salah satu diantaranya yakni adanya ketidaksesuaian pekerjaan pada bidang perumahan dan kawasan pemukiman. Ketidaksesuaian tersebut yakni dalam hal pembangunan salah satu sarana fasilitas umum yang seharusnya dibangun di kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun sarana tersebut ternyata dibangun pada kawasan pemukiman yang tidak tergolong kawasan MBR terseut.
\"Kita berharap ada perbaikan signifikan tapi komunikasi tidak jalan karena kita langsung dihadapkan pada pembahasan APBD perubahan,\" ungkapnya.
Dalam pembahasan ini juga menurutnya tidak ada komunikasi yang baik antara Pemprovsu dengan DPRD Sumut. Hal ini ditandai dengan munculnyanya pergub perubahan penjabaran APBD sebelum APBD Perubahan tersebut diserahkan ke DPRD Sumut.
\"Kita merasa sedang dijebak mengenai apa yang mereka lakukan disana (pemprovsu) agar disahkan. Tentu ini yang membutuhkan komunikasi yang baik. Dinamika itu berpengaruh, padahal ini tahapan yang semuanya memiliki persyaratan,\" pungkasnya."/>
Pelaksanaan paripurna dengan agenda penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD 2018 di DPRD Sumatera Utara batal digelar, Senin (8/7/2019). Hal ini terjadi karena kehadiran anggota dewan tidak kunjung memenuhi quorum meskipun sidang sudah diskors hingga beberapa kali.
Berdasarkan jadwal, sidang paripurna tersebut digelar pada pukul 11.00 WIB. Namun saat sidang dibuka, jumlah kehadiran anggota dewan belum sampai setengah dari jumlah total, sehingga pimpinan sidang Aduhot Simamora menskors sidang sembari menunggu kehadiran anggota dewan lainnya. Namun hingga 1 jam, kehadiran anggota dewan juga tidak kunjung quorum sehingga langsung diputuskan untuk ditunda.
"Berdasarkan laporan dari Sekretaris Dewan jumlah kehadiran masih 51 orang artinya sesuai tata tertib belum memenuhi quorum yakni 3/4 dari jumlah dewan yang berjumlah 100 orang. Dengan demikian sidang dinyatakan ditunda," katanya sambil mengetok palu.
Batalnya sidang tersebut oleh sebagian anggota dewan dianggap sebagai bentuk protes terhadap pola komunikasi yang terjadi antara Pemprov Sumut dengan DPRD Sumut terkait beberapa temuan di lapangan seputar pelaksanaan LPJP tersebut.
"Kami masih menemukan adanya ketidaksinkronan antara perencanaan kerja dengan realisasi di lapangan," kata anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.
Ia mencontohkan salah satu diantaranya yakni adanya ketidaksesuaian pekerjaan pada bidang perumahan dan kawasan pemukiman. Ketidaksesuaian tersebut yakni dalam hal pembangunan salah satu sarana fasilitas umum yang seharusnya dibangun di kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun sarana tersebut ternyata dibangun pada kawasan pemukiman yang tidak tergolong kawasan MBR terseut.
"Kita berharap ada perbaikan signifikan tapi komunikasi tidak jalan karena kita langsung dihadapkan pada pembahasan APBD perubahan," ungkapnya.
Dalam pembahasan ini juga menurutnya tidak ada komunikasi yang baik antara Pemprovsu dengan DPRD Sumut. Hal ini ditandai dengan munculnyanya pergub perubahan penjabaran APBD sebelum APBD Perubahan tersebut diserahkan ke DPRD Sumut.
"Kita merasa sedang dijebak mengenai apa yang mereka lakukan disana (pemprovsu) agar disahkan. Tentu ini yang membutuhkan komunikasi yang baik. Dinamika itu berpengaruh, padahal ini tahapan yang semuanya memiliki persyaratan," pungkasnya.
Pelaksanaan paripurna dengan agenda penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD 2018 di DPRD Sumatera Utara batal digelar, Senin (8/7/2019). Hal ini terjadi karena kehadiran anggota dewan tidak kunjung memenuhi quorum meskipun sidang sudah diskors hingga beberapa kali.
Berdasarkan jadwal, sidang paripurna tersebut digelar pada pukul 11.00 WIB. Namun saat sidang dibuka, jumlah kehadiran anggota dewan belum sampai setengah dari jumlah total, sehingga pimpinan sidang Aduhot Simamora menskors sidang sembari menunggu kehadiran anggota dewan lainnya. Namun hingga 1 jam, kehadiran anggota dewan juga tidak kunjung quorum sehingga langsung diputuskan untuk ditunda.
"Berdasarkan laporan dari Sekretaris Dewan jumlah kehadiran masih 51 orang artinya sesuai tata tertib belum memenuhi quorum yakni 3/4 dari jumlah dewan yang berjumlah 100 orang. Dengan demikian sidang dinyatakan ditunda," katanya sambil mengetok palu.
Batalnya sidang tersebut oleh sebagian anggota dewan dianggap sebagai bentuk protes terhadap pola komunikasi yang terjadi antara Pemprov Sumut dengan DPRD Sumut terkait beberapa temuan di lapangan seputar pelaksanaan LPJP tersebut.
"Kami masih menemukan adanya ketidaksinkronan antara perencanaan kerja dengan realisasi di lapangan," kata anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.
Ia mencontohkan salah satu diantaranya yakni adanya ketidaksesuaian pekerjaan pada bidang perumahan dan kawasan pemukiman. Ketidaksesuaian tersebut yakni dalam hal pembangunan salah satu sarana fasilitas umum yang seharusnya dibangun di kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun sarana tersebut ternyata dibangun pada kawasan pemukiman yang tidak tergolong kawasan MBR terseut.
"Kita berharap ada perbaikan signifikan tapi komunikasi tidak jalan karena kita langsung dihadapkan pada pembahasan APBD perubahan," ungkapnya.
Dalam pembahasan ini juga menurutnya tidak ada komunikasi yang baik antara Pemprovsu dengan DPRD Sumut. Hal ini ditandai dengan munculnyanya pergub perubahan penjabaran APBD sebelum APBD Perubahan tersebut diserahkan ke DPRD Sumut.
"Kita merasa sedang dijebak mengenai apa yang mereka lakukan disana (pemprovsu) agar disahkan. Tentu ini yang membutuhkan komunikasi yang baik. Dinamika itu berpengaruh, padahal ini tahapan yang semuanya memiliki persyaratan," pungkasnya.